Rabu, April 13, 2011

TUGAS REKONSTRUKSI SPI PAI-F

Khusus Anda yang berada di Kelas PAI-F, lakukan rekonstruksi berdasarkan data sejarah Pendidikan Islam Era Abbasiyah tentang persoalan, "Kemajuan ekonomi, political will dan pengembangan pendidikan di Indonesia"! [tuliskan dalam "komentar"!]

Selasa, April 12, 2011

TUGAS REKONSTRUKSI SPI PAI-K

Khusus Anda yang berada di Kelas PAI-K, lakukan rekonstruksi berdasarkan data sejarah Pendidikan Islam Era Abbasiyah tentang persoalan, "Kemunduran sains di Dunia Islam, khususnya di Indonesia"! [tuliskan dalam "komentar"!]

TUGAS REKONSTRUKSI SPI PAI-E

Khusus Anda yang berada di Kelas PAI-E, lakukan rekonstruksi berdasarkan data sejarah Pendidikan Islam Era Abbasiyah tentang persoalan, "Gejala formalisme dalam dunia pendidikan di Indonesia"! [tuliskan dalam "komentar"!]

TUGAS REKONSTRUKSI SPI PAI-D

Khusus Anda yang berada di Kelas PAI-D, lakukan rekonstruksi berdasarkan data sejarah Pendidikan Islam Era Abbasiyah tentang persoalan, "Penguasa [Pemerintah dan DPR] yang tidak konsen terhadap persoalan pendidikan"! [tuliskan dalam "komentar"!]

TUGAS REKONSTRUKSI SPI PAI-C

Khusus Anda yang berada di Kelas PAI-C, lakukan rekonstruksi berdasarkan data sejarah Pendidikan Islam Era Abbasiyah tentang persoalan, "Peran pendidikan terkait dengan berbagai kasus kerusuhan bernuansa agama"! [tuliskan dalam "komentar"!]

TUGAS REKONSTRUKSI SPI PAI-B

Khusus Anda yang berada di Kelas PAI-B, lakukan rekonstruksi berdasarkan data sejarah Pendidikan Islam Era Abbasiyah tentang persoalan, "Rendahnya minat baca bangsa Indonesia"! [tuliskan dalam "komentar"!]

TUGAS REKONSTRUKSI SPI PAI-A

Khusus Anda yang berada di Kelas PAI-A, lakukan rekonstruksi berdasarkan data sejarah Pendidikan Islam Era Abbasiyah tentang persoalan, "Integrasi Ilmu Agama dan Umum di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta"! [tuliskan dalam "komentar"!]

Minggu, Oktober 10, 2010

SAP IIP

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

Kode / Nama Mata Kuliah : Islam dan Ilmu Pengetahuan
Satuan Kredit Semester : 2 sks
Jml Jam kuliah seminggu : 1 x 100 menit
Penyusun : Muqowim, M.Ag.

Ranah Integrasi-Interkoneksi:
a. Filosofis: mata kuliah ini memberikan arah tentang paradigma integrasi-interkoneksi dalam konteks sains dan teknologi dan Islam sebagaimana tergambar dalam jaring laba-laba; bahwa yang menjadi sumber semua aktifitas pengembangan sains dan teknologi adalah al-Qur'an dan al-Sunnah. Kedua sumber ini menjadi pedoman dan inspirasi dalam bidang sains dan teknologi baik pada ranah kognitif (ilmu), sikap (afektif) dan psikomotorik (aktifitas nyata) secara integratif.
b. Materi: secara umum mata kuliah ini akan membicarakan tentang sains dan teknologi yang termasuk al-‘ulum al-‘aqliyah dalam Islam. Secara khusus di antara aspek yang dikaji dalam matakuliah ini adalah model hubungan sains dan agama, pola hubungan sains dan teknologi dalam Islam, sejarah perkembangan sains dan teknologi dalam Islam, perkembangan berbagai cabang sains dan teknologi dalam Islam seperti astronomi, matematika, kimia, biologi, kedokteran dan farmasi, fisika, dan teknologi. Di samping itu, pengembangan sains dan teknologi di berbagai negara pada konteks modern dan secara khusus di Indonesia juga akan dibicarakan dalam perkuliahan ini.
c. Proses integrasi-interkoneksi: proses kajian yang akan ditempuh dalam proses integrasi-interkoneksi pada mata kuliah ini mencakup tiga model yaitu informatif, konfirmatif dan korektif. Model informatif yaitu pembahasan tema-tema dalam mata kuliah Integrasi Sains dan Islam ini akan diperkaya dengan informasi dari disiplin ilmu lain terutama dari disiplin studi Islam. Konfirmatif yaitu pembahasan tema-tema dalam mata kuliah ini akan dipertegas dan dipertajam dengan tinjauan dari berbagai subyek kajian dalam beberapa mata kuliah yang masuk dalam kategori sebagai pendukung integrasi-interkoneksi. Model kajian korektif yaitu pembahasan tema-tema dalam mata kuliah ini akan dikonfrontir dengan kenyataan di lapangan melalui diskusi dan kodifikasi konteks realitas.

Mata Kuliah Pendukung Integrasi-Interkoneksi:
a. Metodologi Studi Islam e. Fiqih/Ushul Fiqih
b. Islam dan Budaya Lokal f. Masail Fiqih
c. Tauhid g. SKI
d. Akhlak

Deskripsi Mata Kuliah:
Islam dan Ilmu Pengetahuan merupakan matakuliah yang didesain untuk memberikan perspektif integrasi antara sains dan teknologi dengan ajaran Islam. Melalui mata kuliah ini mahasiswa akan mempelajari tentang level integrasi antara keduanya (saintek dan Islam) baik pada ranah ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dengan pemahaman ini, matakuliah ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru bahwa al-Qur’an, yang menjadi sumber inspirasi dalam Islam, sangat mendorong pengembangan sains dan teknologi. Yang selama ini terjadi, melalui tafsir bil-‘ilmi, al-Qur’an dan al-Hadis sekedar sebagai justifikasi perkembangan sains dan teknologi sehingga lebih terkesan reaktif, bukan proaktif dalam pengembangan sains dan teknologi. Hal ini tentu bersumber dari pemahaman umat Islam yang keliru tentang relasi antara sains dan teknologi dengan ajaran Islam. Karena itu, diharapkan matakuliah ini dapat menginspirasi mahasiswa untuk mengembangkan sains dan teknologi dalam kehidupan keseharian sehingga tercapai kebahagiaan hidup.

Standar Kompetensi
Mahasiswa mampu memahami integrasi sains dan teknologi dengan Islam dalam berbagai dimensinya dan mengembangkan paradigma integrasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Panjabaran Pertemuan
1. Orientasi Perkuliahan
2. Pola Hubungan Sains dan Agama di Barat
3. Pola Hubungan Sains dan Agama di Islam
4. Sejarah Perkembangan Sains dalam Islam
5. Astronomi dalam Islam
6. Matematika dalam Islam
7. Kimia dalam Islam
8. Kedokteran dalam Islam
9. Biologi dalam Islam
10. Fisika dalam Islam
11. Teknologi dalam Islam
12. Problem Pengembangan Sains di Negara Maju
13. Problem Pengembangan Sains di Negara Berkembang
14. Strategi Pengembangan Sains di Indonesia

Komposisi Penilaian:
1. UAS = 25
2. UTS = 25
3. Tugas = 25
4. Sikap dan Keaktifan = 25

Daftar Referensi:
Wajib
Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Franz Rosenthal, Etika Kesarjanaan Muslim dari al-Farabi hingga Ibn Khaldun, terj. Ahsin Mohamad, Bandung: Mizan, 1996.
George Makdisi, The Rise of Colleges: Institutions of Learing in Islam and the West, Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981.
Howard R. Turner, Sains Islam yang Mengagumkan Sebuah Catatan terhadap Abad Pertengahan, terj. Zulfahmi Andri, Bandung: Nuansa, 2004.
Ibn Abi Usaybi’ah, ‘Uyun al-Anba fi Tabaqat al-Atibba’, (Beirut: Dar al-Maktabah al-Hayah, t.t.).
Ibn al-Nadim, al-Fihrist, Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.t.
Ibn al-Qifti, Tarikh al-Hukama’, Leipzig: Dietrich’sche Verlagsbuchhandlung, 1903.
Ibn Juljul, Tabaqat al-Atibba’ wa al-Hukama’, Mesir: Muassasah al-Risalah, t.t.
Ishaq b. Hunayn, Tarikh al-Atibba wa al-Falsafah, Mesir: Muassasah al-Risalah, t.t.
J. Pedersen, “Madrasah,” dalam H.A.R. Gibb and J.H. Kramer (ed.), Shorter Encyclopedia of Islam, Ithaca, N.Y.: Cornell University Press, 1960.
Lois N. Magner, A History of Life Sciences, New York: Marcel Dekker, Inc., 1994.
Manfred Ullman, Islamic Surveys II: Islamic Medicine, Edinburgh: Edinburgh University Press, 1978
Maurice Bucaille, The Bible, the Quran, and Science, Indianapolis: Crescent Publishing Co., 1978.
Mohammed ‘Abed al-Jabiri, Kritik Kontemporer atas Filsafat Arab-Islam, terj. Moch. Nor Ichwan, Yogyakarta: Islamika, 2003.
Munir-ud-Din Ahmed, Muslim Education and the Scholars’ Social Status, Zurich: Verlag ‘Der Islam’, 1968.
Pervez Amirali Hoodbhoy, Islam dan Sains Pertarungan Menegakkan Rasionalitas, terj. Luqman, Bandung: Pustaka, 1997.
Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolution, Chicago: The University of Chicago Press, 1970.
Tobby E. Huff, The Rise of Early Modern Science: Islam, China and the West, Cambridge: Cambridge University Press, 1995.
Toshihiku Izutzu, God and Man in the Quran, Tokyo: Keio University, 1964.
Ziauddin Sardar (ed.), The Touch of Midas Science, Values and Environment in Islam and the West, Selangor: Pelanduk Publications, 1988.

Anjuran
Abu Hamid al-Ghazali, The Jewels of the Qur’an, terj. Muhammad Abu al-Qasim, London: Routledge and Kegan Paul, 1983.
Abu ‘Isa Muhammad b. ‘Isa b. Surah al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, t.t.
Abu Dawud Sulayman b. al-Ash’ath al-Sijistani al-Azdi, Sunan Abu Dawud, Beirut: al-Maktabah al-‘Asriyah, t.t.
Abu Muhammad al-Darimi, Sunan al-Darimi, t.tp.: Dar al-Kutub al-‘Araby, 1987.
Ahmad b. Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad, Mesir: Dar al-Ma’arif, 1949-1980.
Al-Hafiz Abu ‘Abdullah Muhammad b. Yazid al-Quzwayni, Sunan Ibn Majah, Beirut: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 1987.
Al-Imam al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Qalam, 1987.
Ahmad Syafii Ma’arif, “Posisi Sentral Al-Qur’an dalam Studi Islam,” dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991.
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999.
Bayard Dodge, Muslim Education in Medieval Times, Washington D.C.: The Middle East Institute, 1962.
Charles Kurzman (ed.), Modernist Islam, 1840-1940: A Sourcebook, Oxford: Oxford University Press, 2002.
David J. Hess, Science and Technology in A Multicultural World the Cultural Politics of Facts and Artifacts, New York: Columbia University Press, 1995.
E.G. Browne, A Literary History of Persian Literature, Vol. I, Cambridge: Cambridge University Press, 1956.
Fazlur Rahman, Islam and Modernity Transformation of an Intellectual Tradition, Chicago & London: The University of Chicago Press, 1982.
Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka, 1994.
Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1995.
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: UI-Press, 1986.
Kuntowijoyo, “Ilmu Sosial Profetik: Etika Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial” Al-Jami’ah Journal of Islamic Studies, No. 61, 1998: 70-76.
Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1991.
Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.
M. Amin Abdullah, Studi Agama: Normatifitas atau Historisitas?, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Mohammad Quraish Shihab, “Posisi Sentral Al-Qur’an dalam Studi Islam,” dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991.
Muqowim, “Kenabian dalam al-Qur’an,” dalam Jurnal Dakwah, No. 3 Th. II Juli-Desember 2001: 113-129.
Philip K. Hitti, History of the Arabs, New York: Macmillan, 1970.
Richard Walzer, Greek into Arabic Essays on Islamic Philosophy, Oxford: Bruno Cassirer, 1962.
Robert K. Merton, Social Theory and Social Structure, Illionis: The Free Press, 1957.
Robert K. Merton, The Sociology of Science: Theoretical and Empirical Investigation, Chicago: University of Chicago Press, 1973.
W.M. Watt and P. Cachia, A History of Islamic Spain, Edinburgh: Edinburgh University Press, 1977.

Jumat, Maret 05, 2010

Makalah SPI "Ngatirotul Jannah"

Berikan komentar terhadap makalah berikut ini!

PENDIDIKAN ISLAM KHULAFAURRASYIDIN
Ngatirotul Jannah
PENDAHULUAN

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran, maka pemerintah Islam dipegang secara bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin affan, dan Ali ibn Abi Thalib.
Khulafaurrasidin adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran dan Islam sebagai institusi Negara, mulai tumbuh dan berkembang pada masa tersebut. Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga para pengganti Nabi tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk menentukan sebuah hukum baru, namun mereka termasuk pelaksana hukum.
Penyebaran Islam yang terjadi pada masa khulafaurrasidin mengalami tahapan-tahapan
yang penting untuk diketahui, untuk lebih lanjut maka akan dibahas dalam bab pembahasan sebagai berikut.











PEMBAHASAN
PENDIDIKAN ISLAM KHULAFAURRASYIDIN

A. ABU BAKAR
Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis dan gawat. Yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi palsu dan terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru.
Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah berakhir.
Abu Bakar bukan hanya dikatakan sebagai Khalifah, namun juga sebagai penyelamat Islam dari kehancuran karena beliau telah berhasil mengembalikan ummat Islam yang telah bercerai berai setelah wafatnya Rasulullah SAW. Disamping itu beliau juga berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa letak peradaban pada masa Abu Bakar adalah dalam masalah agama (penyelamat dan penegak agama Islam dari kehancuran serta perluasan wilayah) melalui sistem pemerintahan (kekhalifahan) Islam.
Menjelang wafat, Abu Bakar menunjuk Umar ibn Khattab sebagai penggantinya. Disamping itu, jasa Abu Bakar yang mengabdikannya, ialah atas usulan Umar, ia berhasil membukukan al Qur’an dalam satuan mushaf, sebab setelah banyak penghafal al Qur’an gugur dalam perang Riddah di Yamamah. Oleh karena itu khalifah menugaskan Zaid ibn Tsabit untuk membukukan al Qur’an dibantu oleh Ali bin Abi Thalib. Naskah tersebut terkenal dengan naskah Hafsah yang selanjutnya pada masa khalifah Ustman membukukan al Qur’an berdasarkan mushaf itu, kemudian terkenal dengan Mushaf Usmani yang sampai sekarang masih murni menjadi pegangan kaum muslim tanpa ada perubahan atau pemalsuan.
Dengan demikian, tidak salah pemberian gelar istimewa kepada Abu Bakar oleh para sejarawan: Abu Bakar is the savior of Islam after the Prophet Muhammad (Abu Bakar adalah penyelamat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat).

B. UMAR BIN KHATAB
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, situasi politik dalam keadaan stabil. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar Jazirah Arab, karena bangsa-bangsa tersebut memiliki alat dan kebudayaan yang berbeda dengan Islam, maka dipikirnya pendidikan Islam di daerah-daerah tersebut. Oleh karena itu Umar memerintahkan panglima-panglima apabila telah berhasil menguasai daerah, hendaknya mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Untuk keperluan khususnya dalam kaitannya dengan pendidikan. Umar mengangkat dan menunjuk guru-guru setiap daerah yang ditaklukan untuk bertugas mengajukan isi Al-Qur’an dan ajaran Islam kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Pada masa ini juga sudah terdapat pengajaran bahasa Arab. Dengan dikuasainya wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan untuk belajar bahasa Arab sebagai pengantar diwilayah-wilayah tersebut. Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pelajaran Islam.
Dalam masyarakat, yang sebelumnya terdapat penggolongan masyarakat berdasarkan kasta, setelah Islam datang, tidak ada lagi istilah kasta tersebut (thabaqatus sya’by). Kedudukan wanita sangat diperhatikan dalam semua aspek kehidupan. Istana dan makanan Khalifah dikelola sesederhana mungkin. Terhadap golongan minoritas (Yahudi- Nasrani), diberikan kebebasan menjalankan perintah agamanya. Tidak ada perbedaan kaya-miskin. Hal ini menunjukkan realisasi ajaran Islam telah nampak pada masa Umar.
Mengenai ilmu keIslaman pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama menyebarkan ke kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun mengajarkannya kepada muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang, dimana penduduk Arab, terutama Badui, merupakan masyarakat yang terbelakang dalam masalah ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa.
Di samping ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan sipil (imarah madaniyah), bangunan agama (imarah diniyah), ataupun bangunan militer (imarah harbiyah), mengalami kemajuan yang cukup pesat pula.
Kota-kota gudang ilmu, di antaranya adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah seakan menjadi idola ulama dalam menggali keberagaman dan kedalaman ilmu pengetahuan. Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Al ulumul Islamiyah atau al adabul Islamiyah atau al ulumun naqliyah atau al ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis, kebahasaan (lughat), fikih, dan sejarah (tarikh).
2. Al adabul Arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah (retorika) yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami kemajuan pesat pada masa permulaan Islam.
3. Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, tehnik, falak, dan filsafat. Pada saat itu, para ulama berlomba-lomba menyusun berbagai ilmu pengetahuan karena:
a. Mereka mengalami kesulitan memahami Al Qur’an
b. Sering terjadi perkosaan terhadap hukum
c. Dibutuhkan dalam istimbath (pengambilan) hukum
d. Kesukaran dalam membaca Al Qur’an.
Oleh karena itulah, banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab masa itu didorong oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu pengetahuan. Apabila ada orang menyebut, “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa permulaan Islam, berarti itu adalah “ilmu pengetahuan Islam”.

C. USTMAN BIN AFFAN
Ustman Ibnu Affan (Khalifah ketiga) yang memerintah umat Islam paling lama dibandingkan ketiga Khalifah lainnya. Ia memerintah selama 12 tahun.
Ustman bin Affan masuk Islam pada usia 34 tahun. Berawal dari kedekatannya dengan Abu Bakar, beliau dengan sepenuh hati masuk Islam bersama sahabatnya Thalhah bin Ubaidillah. Meskipun masuk Islamnya mendapat tantangan dari pamannya yang bernama Hakim, ia tetap pada pendiriannya. Karena pilihan agamanya tersebut, Hakim sempat menyiksa Ustman bin Affan dengan siksaan yang amat pedih. Siksaan terus berlangsung hingga datang seruan Nabi Muhammad SAW agar orang-orang Islam berhijrah ke Habsyi (Ahmad, 1984: 33).
Pada masa Khalifah Ustman kedudukan peradaban Islam tidak jauh berbeda demikian juga pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Para sahabat diperbolehkan dan diberi kelonggaran meninggalkan Madinah untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang dimiliki. Dengan tersebarnya sahabat-sahabat besar keberbagai daerah meringankan umat Islam untuk belajar Islam kepada sahabat-sahabat yang tahu banyak ilmu Islam di daerah mereka sendiri atau daerah terdekat.
Penyebaran Islam bertambah luas dan para Qori‘ pun tersebar di berbagai daerah, sehinga perbedaan bacaan pun terjadi yang diakibatkan berbedanya qiro‘at dari qori‘ yang sampai pada mereka. Sebagian orang Muslim merasa puas karena perbedaan tersebut disandarkan pada Rasullullah SAW. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak menimbulkan keraguan kepada generasi berikutnya yang tidak secara langsung bertemu Rasullullah.
Ketika terjadi perang di Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Irak, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat tersebut adalah Hudzaifah bin Aliaman. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara membaca Al-Qur‘an. Sebagian bacaan itu tercampur dengan kesalahan tetapi masing-masing berbekal dan mempertahankan bacaannya. Bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat hal tersebut beliau melaporkannya kepada Khalifah Ustman. Para sahabat amat khawatir kalau perbedaan tersebut akan membawa perpecahan dan penyimpangan pada kaum muslimin. Mereka sepakat menyalin lembaran pertama yang telah di lakukan oleh Khalifah Abu Bakar yang disimpan oleh istri Rasulullah, Siti Hafsah dan menyatukan umat Islam dengan satu bacaan yang tetap pada satu huruf (Khalil al-Qathan, 1992: 192).
Selanjutnya Ustman mengirim surat pada Hafsah yang isinya kirimkanlah pada kami lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur‘an, kami akan menyalinnya dalam bentuk mushaf dan setelah selesai akan kami kembalikan kepada anda. Kemudian Hafsah mengirimkannya kepada Ustman. Ustman memerintahkan para sahabat yang antara lain:
Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Zubair, Sa‘ad Ibn Al-‘Ash dan Abdurahman Ibnu Harist Ibn Hisyam, untuk menyalin mushaf yang telah dipinjam. Khalifah Ustman berpesan kepada kaum Quraisy bila anda berbeda pendapat tentang hal Al-Qur‘an maka tulislah dengan ucapan lisan Quraisy karena Al-Qur‘an diturunkan di kaum Quraisy. Setelah mereka menyalin ke dalam beberapa mushaf Khalifah Ustman mengembalikan lembaran mushaf asli kepada Hafsah. Selanjutnya ia menyebarkan mushaf yang yang telah di salinnya ke seluruh daerah dan memerintahkan agar semua bentuk lembaran mushaf yang lain dibakar (At-Tibyan, 1984: 96).
Al-Mushaf ditulis lima buah, empat buah dikirimkan ke daerah-daerah Islam supaya disalin kembali dan supaya dipedomani, satu buah disimpan di Madinah untuk Khalifah Ustman sendiri dan mushaf ini disebut mushaf Al-Imam dan dikenal dengan mushaf Ustmani (Depag, 1987: 29).
Jadi langkah pengumpulan mushaf ini merupakan salah satu langkah strategis yang dilakukan Khalifah Ustman bin Affan yakni dengan meneruskan jejak Khalifah pendahulunya untuk menyusun dan mengkodifikasikan ayat-ayat al-Qur an dalam sebuah mushaf. Karena selama pemerintahan Ustman, banyak sekali bacaan dan versi al-Qur’an di berbagai wilayah kekuasaan Islam yang disesuaikan dengan bahasa daerah masing-masing.
Dengan dibantu oleh Zaid bin Tsabit dan sahabat-sahabat yang lain, Khalifah berusaha menghimpun kembali ayat-ayat al-Qur an yang outentik berdasarkan salinan Kitab Suci yang terdapat pada Siti Hafsah, salah seorang isteri Nabi yang telah dicek kembali oleh para ahli dan huffadz dari berbagai kabilah yang sebelumnya telah dikumpulkan (Hasjmy, 1994: 133).
Keinginan Khalifah Ustman agar kitab al-Qur’an tidak mempunyai banyak versi bacaan dan bentuknya tercapai setelah kitab yang berdasarkan pada dialek masing-masing kabilah semua dibakar, dan yang tersisa hanyalah mushaf yang telah disesuaikan dengan naskah al-Qur’an aslinya. Hal tersebut sesuai dengan keinginan Nabi Muhammad SAW yang menghendaki adanya penyusunan al-Qur’an secara standar (Ahmad, 1984: 37-38).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motif pengumpulan mushaf oleh Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Ustman berbeda. Pengumpulam mushaf yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar dikarenakan adanya kekhawatiran akan hilangnya Al-Qur‘an karena banyak huffadz yang meninggal karena peperangan, sedangkan motif Khalifah Ustman karena banyaknya perbedaan bacaan yang dikhawatirkan timbul perbedaan (Said al- Qathani, 1994: 118).
Pada masa ini pendidikan Islam adalah pembudayaan ajaran agama Islam ke dalam lingkungan budaya bangsa-bangsa disekitar jazirah Arab, yang berlangsung bersamaan dan mengikuti berkembangnya wilayah kekuasaan Islam. Proses pengembangan pendidikan Islam pada masa ini sebagian besar memang diwarnai oleh pengajaran atau pembudayaan Al-qur’an dan sunnah ke dalam lingkungan budaya bangsa-bangsa secara luas. Para khalafaur Rasyidin dan sahabat adalah pelaku utama dalam proses pendidikan Islam masa ini, yang kemudian digantikan oleh para tabi’in. namun berkembang sebagaimana masa-masa sesudahnya. Begitu pula dalam hal pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa Nabi Muhammad SAW yang menekankan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran Islam disebabkan oleh perhatian umat Islam terhadap perluasan wilayah Islam dan terjadinya pergolakan politik, khususnya dimasa Ali bin Abu Thalib.

D. ALI BIN IBI THOLIB
Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah Amirul Mukminin keempat yang dikenal sebagai orang yang alim, cerdas dan taat beragama. Khalifah Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Nabi Muhammad SAW, semenjak kecil diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib, kemudian setelah kakeknya meninggal di asuh oleh pamannya Abu Thalib.
Karena hasrat hendak menolong dan membalas jasa kepada pamannya, maka Ali di asuh Nabi SAW dan di didik. Pengetahuannya dalam agama Islam amat luas. Karena dekatnya dengan Rasulullah, beliau termasuk orang yang banyak meriwayatkan Hadits Nabi. Keberaniannya juga masyhur dan hampir di seluruh peperangan yang dipimpin Rasulullah, Ali senantiasa berada di barisan muka.
Pada masa kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib dalam pandangan keagamaannya, diantaranya adalah jika seorang muslim tidak menjalankan shalat, maka ia wajib dibunuh, dan jika seorang yang meninggal dunia tanpa tobat terlebih dahulu, maka ia akan masuk neraka selamanya. Dengan demikian, tanpa amal sholeh maka seseorang sama halnya dengan tidak mukmin (kafir). Seseorang yang tidak bersih hati nuraninya, maka ia termasuk golongan orang murtad, dan dalam pandangannya seseorang yang demikian itu masuk neraka selamanya. Pandangan khawarij yang paling mencolok adalah keyakinan bahwa orang Islam yang tidak menganut ajaran-ajaran mereka tersebut dianggap kafir. Hal ini mendasari sikap mereka terhadap umat Islam (selain golongan khawarij) keras dan tegas, sementara dengan non-muslim (Yahudi dan Nasrani) mereka bersikap lunak. Mereka beranggapan bahwa Ali, Amr, dan Muawiyah adalah kafir. Karena, atas ulah mereka banyak umat Islam mati di medan konflik yang ada tersebut. Khawarij menolak, surat yusuf menjadi bagian dari al Qur, an. Hal ini didasarkan karena surat itu terlalu menjelaskan hal-hal keduniaan-cinta (Alam, 1969: 250-253).
Orang yang mengikuti Ali dan termasuk bagian yang mengagungkan khalifah Ali kemudian disebut sebagai Syi’ahtu Ali (pengikut Ali) yang kemudian hari dikenal dengan kelompok Syi’ah. Orang syi’ah mengakui Muhammad sebagai Rasul dan al Qur’an benar-benar wahyu dari Allah SWT. Imam itu jabatan sakral yang ditentukan oleh Allah dan memiliki tujuan untuk kesejahteraan umat manusia. Bagi mereka imam merupakan seseorang yang tidak pernah berdosa dan terlindungi (Ma’shum), jadi apa yang disampaikan imam merupakan ucapan Tuhan. Dalam kalimat syahadat ditambah dengan kalimat Ali Khalifatullah. Kelompok Syi’ah ekstern (al-Ghurabiyah) percaya, bahwa wahyu sesungguhnya diturunkan Allah kepada Ali, namun jibril keliru menyampaikan, dan justru kepada Muhammad mereka juga mengklaim, bahwa dalam al Qur’an ayat-ayat yang memihak syi’ah disembunyikan oleh orang Sunni atau disebarkan aya-ayat palsu yang mendeskriditkan Syi’ah. Menurut mereka al Qur’an dan hadis yang diriwayatkan oleh orang Syi’ah kedudukannya adalah atas segala ilmu. Oleh karena itu menurut mereka tidak perlu ijma’ dan Qiyas. Salah satu tujuan mereka terhadap kelompok Sunni adalah Sunni dianggap menyembunyikan hadis-hadis yang menjelaskan, bahwa Ali merupakan khalifah setelah Nabi.


KESIMPULAN

Dari bab yang telah dijelaskan sebelumnya dalam pembahasan maka sidikit dapat diambil kesimpulan bahwa:
Pada masa Abu Bakar, beliau bukan hanya dikatakan sebagai Khalifah, namun juga sebagai penyelamat Islam dari kehancuran karena beliau telah berhasil mengembalikan ummat Islam yang telah bercerai berai setelah wafatnya Rasulullah SAW. Disamping itu beliau juga berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa letak peradaban pada masa Abu Bakar adalah dalam masalah agama (penyelamat dan penegak agama Islam dari kehancuran serta perluasan wilayah) melalui sistem pemerintahan (kekhalifahan) Islam.
Pada masa Umar bin Khatab Mengenai ilmu keIslaman pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama menyebarkan ke kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun mengajarkannya kepada muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang, dimana penduduk Arab, terutama Badui, merupakan masyarakat yang terbelakang dalam masalah ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa.
Pada masa Khalifah Ustman kedudukan peradaban Islam tidak jauh berbeda demikian juga pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Para sahabat diperbolehkan dan diberi kelonggaran meninggalkan Madinah untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang dimiliki. Dengan tersebarnya sahabat-sahabat besar keberbagai daerah meringankan umat Islam untuk belajar Islam kepada sahabat-sahabat yang tahu banyak ilmu Islam di daerah mereka sendiri atau daerah terdekat.




REFERENSI

Karim, Abdul. M, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Pustaka Book Publisher, Yogyakarta, 2007.

Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004.

Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2008.

www.google.com (Islam pada masa khulafaurrasidin)

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 1993.

Makalah SPI "RENNA"

Tolong buat komentar terhadap makalah di bawah ini di kotak komentar.

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Oleh: Renna

Setelah Rasulullah wafat, peradaban Islam memberi contoh bagaimana cara mengendalikan negara dengan bijaksana (hikmat). Kebijaksanaan ini adalah politik yang mengandung hikmat, bergerak, berpikir, bertindak, berlaku dan berbuat, yang dalam istilah sekarang disebut taktik, strategi dam diplomasi yang berbau kelincahan dan kelicikan. Al-Qur’an dan al-Hadits telah menentukan batas-batas yang diperbolehkan dan yang tidak, serta memberikan jalan untuk berpikir, bermusyawarah, dan bertindak.
Maka pemerintah Islam dipegang secara bergantian oleh Abubakar, Umar bin Khattab,Usman bin affan, danAli ibn Abi Thalib. Pada masa Abu Bakar, Pada awal pemerintahannya diguncang oleh pemberontakan dari orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku Nabi, dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Oleh karena itu beliau memusatkan perhatiannya untuk memerangi pemberontakan yang dapat mengacaukan keamanan dan adapat mempengaruhi orang-orang Islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari Islam
Pengertian Khulafaurrasidin
Khulafaurrasyidin adalah pecahan dari kata Khulafa’ dan Al-Rasyidin, Kata Khulafa’ mengandung pengertian : cerdik, pandai dan pengganti. Sedangkan kata, Al-Rasyidin mengandung pengertian : Lurus Benar dan Mendapat petunjuk.
Pengertian Khulafaurrasyidin adalah “ Pengganti yang cerdik dan benar serta para pemimpin pengganti Rasulullah dalam urusan kehidupan kaum muslimin, yang sangat adil dan bijaksana, pandai dan cerdik, dan dalam menjalankan tugasnyasenantiasa pada jalur yang benar serta senantiasa mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Para pemimpin Khulafaurrasyidin terdiri dari empat orang sahabat Rasulullah Yaitu:
1. Abu Bakar Siddiq (11-13 H/632-634 M)
2. Umar Ibn Khattab (13-23 H/634-644 M)
3. Utsman Ibn Affan.(23-35 H/644-656 M)
4. Ali Ibn Abi Thalib.(35-40 H/656-661 M)
Dalam pemerintahannya mereka berjuang terus untuk agama Islam . mereka tidak pernah memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadinya ataua untuk mengeruk harta. Mereka adalah pemimpin-pemimpin yang baik dalam melaksanakan kekuasaan. Mereka mau menerima dan mengemban kekhalifahan, bukan karena untuk mengharapkan sesuatu yang akan menguntungkan pribadiya, tetapi semata-mata karena pengabdiannya terhadap Islam dan mencari Keridhaan Allah SWT semata.
Setiap langkah yang dilakukan oleh Khulafaurrasyidin tidak pernah bertentangan dengan kemauan kaum muslimin selalu berjalan pada jalur yang benar.

KHALIFAH ABU BAKAR SHIDDIQ

1. Riwayat Hidup Abu Bakar
Abu Bakar memiliki nama lengkap Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin MAs’ud bin Tam bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi Al-Qurasyi.[1] Sebelum memeluk agama Islam , beliau bernama Abdul ka’bah, setelah masuk Islam oleh rasulullah Namanya diganti menjadi Abdullah Ibn Abu Quhafah At – Tamimi. Ibunya bernama Ummul Khoir Salma Binti Sakhir Ibn Amir. Beliau Lahir dua tahun setelah Kelahiran Nabi Muhammad.
Abdullah kemudian digelari Abu Bakar Asy Siddiq yang artinya “ Abu (Bapak ) dan Bakar ( Pagi), gelar Ash Siddiq diberikan kepada beliau karena beliau orang senantiasa membenarkan segala tindakan Rasulullah, terutama dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.
Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam ketika Islam mulai didakwahkan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa Muhammad SAW dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan Muhammad. Setelah masuk Islam, ia tidak segan untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam.
Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak dapat diragukan. Ia juga pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untuk mengimani shalat ketika Nabi sakit. Nabi Muhammad pun meninggal dunia setelah peristiwa tersebut[2]

2. Abu Bakar menjadi Khalifah
Rasulullah, Sebagai utusan Allah mengemban dua jabatan , yakni sebagai Rasulullah dan sebagai kepala Negara. Jabatan Beliau yang pertama selesai bersamaan dengan wafatnya. Namun jabatan kedua perlu ada penggantinya,
Belum lagi rasulullah dikebumikan , disebuah tempat yang bernama “ Saqifah bani Sa’idah telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan Anshor dan golongan muhajirin , tentang pengganti rasul dalam pemerintahan.
Berita perdebatan dua golongan ini kemudian terdengar oleh sahabat-sahabat terkemuka seperti Abu Bakar, Umar Ibn Khattab dan Utsman Ibn Affan yang sedang berada di rumah Rasulullah, sedang sahabat Ali sedang sibuk mengurus jenazah Rasulullah.
Mendegar berita ini akhirnya sahabat Abu baker dan Umar ibn Khattab sangat terkejut, kemudian keduanya cepat-cepat mendatangi dimana kedua golongan tersebut yang sedang berdebat, untuk itu mereka mendatangi Saqifah Bani Sa’idah.
Abu bakar berpidato dihadapan mereka dengan mengemukakan kelebihan-kelebihan Anshor dan Golongan Muhajirin, Abu Bakar Mengusulkan agar hadirin memilih salah satu dari sahabat yaitu Umar Ibn Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak, dan keduanya berkata, “Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini selama engkau m,asih ada , hai abu bakar! …. Engkaulah Orang Muhajirin yang paling mulia, Engkaulah satu-satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua ketika dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy engkaulah satu-satu nya orang yang pernah Rasulullah untuk menjadi Imam Shalat waktu Rasulullah Sakit…Untuk itu tengadahkanlah tanganmu wahai abu baker, kami hendak membaiatmu.
Pada awalnya Abu bakar sendirimerasa keberatan, kemudian Umar ibn Khattab memegang tangan Abu bakar sebagai tanda pembaiatan dan diikuti oleh sahabat Abu Ubaidillah, setelah kedua sahabat selesai maka diikuti oleh seluruh sahabat yang ada di balairung itu baik kaum Muhajirin maupun Anshor.
Kemudian Abu Bakar berpidato; “Wahai Manusia! saya telah diangkat untuk mengandalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah , maka luruskanlah! orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedag orang yang kau pandang lemah aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan RasulNya., tetapi bilamana aku tidak mentaati Allah dan rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kalian.”[3]

3. Langkah langkah Khalifah Abu Bakar.
Diawal pemerintahannya muncul tiga golongan, Golongan pertama menyatakan dirinya keluar dari Islam (Murtad), Golongan kedua yaitu golongan yang tidak puas dengan Islam, mereka menganggap karena , pemimpinnya sama dengan para budak. Maka muncul Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah., Sajah dari bani Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah ibn Khuwailid dari Bani Asad. Mereka ini mengaku dirinya sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Kemudian golongan ketiga adalah mereka yang ketiga adalah mereka yang salah memahami ayat – ayat Al – Qur’an. Mereka mengatakan bahwa yang berhak memungut zakat adalah Nabi, untuk itu setelah Nabi Wafat maka tidak seorang pun yang berhak memungut zakat.
Menghadapi golongan – golongan ini Abu bakar setelah bermusyawarah dengan sahabat – sahabat lainnya mengambil tindakan tegas. Beliau membentuk pasukan yang dibagi ke dalam 11 batalion. Sebelum Pasukan itu dikerahkan kenegeri masing-masing, Khalifah Abu bakar terlebih dahulu mengirimkan surat kepada golongan-golongan itu agar mereka kembali ke Islam. Namun sebagian besar merka tetap bersikeras, maka pasukan ini pun dikerahkan , dan dalam waktu yang relative singkat , pasukan Abu Bakar telah sukses dengan gemilang.
Dengan suksesnya pasukan Khalifah Abu Bakar ini , maka keadaan Negara Arab tenag kembali.
Langkah kedua yang dilakukan Khalifah Abu bakar adalah mengirimkan pasukan ke Negri Persia dan Syam dibwah pimpinan Panglimanya. Yakni Kholid Ibn Walid. Penyerangan ini dilakukan karena pada saat Abu bakar sedang menghadapi golongan – golongan pembngkang Persia dan syam banyak memberi dukungan dan bantuan kepada mereka , disamping itu Persia dan syam selalu mengancam terhadap Islam.
Kholid Ibn Walid sebelum menyerang terlebih dahulu mengirim surat kepada Hormoz (Kaisar Persia) untuk memeluk agama Islam, Namu Kaisar Hormoz membalasnya dengan mengirimkan pasukan, maka pertempuranpun tak terelakkan. Dalam pertempuran ini panglima kholid ibn walid berhasil menaklukkan psukan Persia dan raja Hormoz sendiri terbunuh. Dengan demikian Persia menjadi wilayah Islam.
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan ayat – ayat al Qur’an . Usaha ini awalnya muncul dari usul umar Ibn Khattab, beliau melihat banyaknya penghafal alqur’an yang gugur dalam pernag yamamah.,Mulanya Abu Bakar Menolak, Kemudian khalifah Abu bakar memerintah sahabat Zaid Ibn Tsabit untuk mengumpulkan Al Qur’an, karena beliau paling bagus Hafalannya.

Pola Pendidikan Abu Bakar
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan Kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat rasul terdekat.
Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya.
KHALIFAH UMAR IBN KHATTAB

1. Biografi Umar Ibn Khattab.
Umar ibn Al-Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khatthab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin 'adi bin KA'ab bin Lu'ay. [4]Ayahnya bernama Nufail Al Quraisy dan Ibunya bernama Hantamah Binti Hasim. Beliau berasal dari bani Adiy. Dimasa Jahiliyah Umar adalah seorang saudagar yang berpengaruh mulia dan berkedudukan tinggi.
Masuknya Umar ke barisan Umat islam telah membawa perubahan baru bagi masyarakat Islam.umat Islam berani menjalankan Sholat dirumahnya masing – masing. Tidak takut menghadapi kaum Quraisy.
Umar Ibn Khattab diangkat menjadi Khalifah setelah wafatnya khalifah abu baker ,Yaitu tahun 634 M- 644/13 H-23 H Peranan Umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling menonjol karena perluasan wilayah, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain. Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang diakui kebenaranya oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan kalau tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa Umar, Islam belum tentu akan tersebar seperti sekarang ini.

2. Perjuangan Khalifah Umar Ibn Khattab.
a. Memperbaiki Struktur dan lembaga Negara.
Beliau seorang yang adil dan jujur .pada masa pemerintahannya.negara menjadi Aman. Beliau mengangkat dewan hakim, badan permusyawaratan para sahabat. Badan keuangan Untuk daerah-daerah, karena wilayah kekuasaan islam semangkin luas,beliau mengangkat Gubernur

b. Lembaga kepentingan msyarakat
Yaitu diadakannya jawatan pos yang akan menyampaikan berita dari kota madina ke daerah – daerrah lainnya, begitu juga sebaliknya Perbaikan jalan – jalan umum juga mendapat perhatian , memberi santunan anak yatim , orang tua dan wanita menyusui, khalifah umar juga menetapkan tanggal 1 muharram sebagai tahun baru Hijriyah. Dan menetapkan bulan sabit sebagai lambing Negara.

c. Menaklukkan beberapa Negara kedalam Islam
d. Menakklukkan Damaskus.
Dibawah pimpinan khalid Ibn Walid, pasukan Islam bergerak ke damaskus. Saat pasukan islam masuk ke damaskus prajurit Islam dalam keadaan mabuk – mabukan sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan. Sementara panglima Abu Ubaidah bersama pasukannya juga sukses menaklukkan daerah sekitar syam. Dan di daerah tersebut Khalifah umar memerintahkan Khalid iIbn Walid dan Abu ubaidah agar memberi kebebasan beragama kepada penduduknya.
e. Membebaskan Baitul Maqdih
Saat itu baitul maqdis dikuasai oleh kerajaan romawi, maka khalifah umar ibn Khattab mengirim bala tentaranya dibawah pimpinan Amr Ibn Ash. Pasukan Romawi yang dipimpin Artabun tidak mampu menghadapi pasukan Islam, setelah pasukan romawi dikepung selama 4 bulan mereka menyerah.
f. Menaklukkan Persi
Khalifah Umar mengirim pasukannya ke Persia dibawah pimpinn Khalid Ibn Walid yang dibantu oleh Mutsanna Ibn Haritsah, akan tetapi Khalid ibn walid diperintahkan untuk membantu pasukan Abu ubaidah di roma dan Mutsanna tetap di Persia. Dengan begitu kekauatan kaum muslimin di Persia berkurangh dan tidak dapat menaklukkan Persia. Setelah romawi tunduk pada Islam Khalifah Umar mengirimkan kembali pasukan Islam ke Persia berjumlah 8000 orang dibawah pimpinan Sa’ad Ibn Abi Waqosh, dan bertemu dengan pasukan Persia dengan kekauatan 30000 pasukan, namun kaum muslimin memperoleh kemenangan yang gemilang.
g. Menaklukkan Mesir
Mesir saat itu dikuasai oleh tentara Romawi, maka khalifah umar mengirim pasuknnya ke mesir dibawh pimpinn Amr ibn Ash. Dibeberapa daerah kaum muslimin mendapat kemenangan, namuan di Ummu Dunain, kaum muslimin tidak dapat menundukkan kekuatan tentara Romawi, maka Amr Ibn Ash memint bantuan kepada khalifah umar Ibn Khattab. Kemudian khalifah umar mengirim pasukannya yang berjumlah 4000 orang dimana terdapat Zubai, Ubadah Ibn Shamit, dan Al Miqdad Ibn Aswad., dan kaum muslimin harus berjuang menghadapi lawan yang berjumlah 20000 orang maka amr ibn ash mengatur siasat perang. Khalifah Umar Ibn Khattb wafat tanggal 1 Muharram 23 H ( 644 ) beliau wafat akibat tikaman, saat menjalankan sholat subuh. Oleh Fairuz atau Abu Lulu karena Dendam tak beralasan. Beliau menjadi khalifah selama 10 tahun. Dan dimakamkan di madinah disamping makam Rasulullah dan Abu Bakar As – Siddiq
Pola Pendidikan Umar bin Khattab
Berkaitan dengan masalah pendidikan, khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-qur’an dan ajaran Islam lainnya. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid melingkarinya.
Pelaksanaan pendidikan di masa Khalifah Umar bin Kattab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan disamping telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu,serta diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal.
Umar Bin Khotob menjadikan Madinah sebagai pusat pendidikan. Para shahabat yang faqihfiddin dan ahli hadits dilarang meninggalkan Madinah, kecuali atas izin Umar sebagai Khalifah pada saat itu dan dengan waktu yang terbatas. Maka jika ingin memperdalam Islam, semua orang harus datang ke Madinah. Selain menerapkan pendidikan di mesjid, Umar pun menerapkan pendidikan di pasar-pasar. Setiap daerah yang dibebaskan Islam, Umar memerintahkan Panglima perangnya mendirikan mesjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan, dan Umar pun menyediakan guru yang digaji oleh Baitulmaal untuk tiap daerah yang dibebaskan untuk mengajarkan isi Al qur’an dan ajaran Islam lainnya, dan juga bahasa Arab.
Pada zaman Umar ini pula dikenalkan metode halaqoh dalam pengajaran tingkat lanjut. Adalah Abdurahman bin Ma’qal dan Imran bin al Hashim yang diutus ke Basyrah dan Hasan bin Abi Jabalah yang diutus ke Mesir, dan Abdurrahman bin Ghanam ke Syiria, menggunakan metode guru duduk dihalaman mesjid sedangkan muridnya melingkarinya (halaqoh).Menurut Nakoesteen sistem pendidikan islam dalam bentuk halaqoh ini sangat unik, guru biasanya duduk di dekat dinding atau pilar mesjid, sementara siswanya duduk membentuk lingkaran dengan lutut antar siswa saling menempel. Murid yang level pengetahuannya lebih tinggi duduk dekat guru, sedangkan yang level pengetahuannya lebih rendah akan duduk lebih jauh dari gurunya. Sehingga perlu belajar keras agar dapat mengubah konfigurasi halaqohnya, sebab posisi dalam halaqoh menjadi sangat signifikan. Tidak ada batas resmi jumlah siswa dalam halaqoh, tetapi biasanya terdiri sekitar 20 orang. Metode yang dipakai di halaqoh tersebut adalah imla, dan penjelasan. Menjelang akhir halaqoh dilakukan dengan cara tanya jawab, atau guru memeriksa catatan muridnya, mengoreksinya, dan menambahkan seperlunya.
KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN
1. Biografi Utsman bin Affan
Utsman bin Affan memiliki nama lengkap Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abd Al-Manaf dari Quraisy. [5] Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam).
Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka’bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.

2. Perjuangan Utsman bin Affan
Setelah wafatnya Umar bin Khatab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilik khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdurrahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H.
Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada hari Jumat tanggal 17 Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah

3. Pola Pendidikan Utsman bin Affan
Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah.

KHALIFAH ALI BIN ABI THALLIB
1. Biografi Ali Bin Abi Thallib
Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam (assabiqunal awwalun), sepupu Rasullullah Saw., dan juga khalifah terakhir dalam kekhalifahan Kulafaur Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah, Ali adalah khalifah pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah. Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib. Namun Rasullullah Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah
Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10 tahun. Namun ia mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasullullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang tersebut. Saat Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat tidurnya sehingga orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya. Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra.Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani dalam medan perang. Bersama Dzulfikar, pedangnya, Ali banyak berjasa membawa kemenangan di berbagai medan perang seperti Perang Badar, Perang Khandaq, dan Perang Khaibar.

2. Perjuangan Ali bin Abi Thalib
Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau. Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya khalifah pertama yang dibaiat secara luas. Namun kegentingan politik membuat Ali harus memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya.Perang saudara pertama dalam Islam, Perang Siffin pecah diikuti dengan merebaknya fitnah seputar kematian Utsman bin Affan membuat posisi Ali sebagai khalifah menjadi sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain. Selanjutnya kursi kekhalifahan dipegang secara turun temurun oleh keluarga Bani Umayyah dengan khalifah pertama Muawiyah. Dengan demikian berakhirlah kekhalifahan Khulafaur Rasyidin.

Pola Pendidikan Ali bin Abi Thalib
Pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya itu ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat Islam.
Adapun pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin antara lain:
1. Makkah
2. Madinah
3. Basrah
4. Kuffah
5. Damsyik (Syam)
6. Mesir.

KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM MASA KHULAFAUR RASYIDIN
(632-661M./ 12-41H)
Sistem pendidikan islam pada masa khulafa al-Rasyidin dilakukan secara mandiri,tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa Khalifah Umar bin al;khattab yang turut campur dalam menambahkan materi kurikulum pada lembaga kuttab.
Materi pendidikan islam yang diajarkan pada masa khalifah Al-Rasyidin sebelum masa Umar bin Khattab, untuk pendidikan dasar:
a. Membaca dan menulis
b. Membaca dan menghafal Al-Qur’an
c. Pokok-pokok agama islam, seperti cara wudlu, shalat, shaum dan sebagainya
Ketika Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah, ia menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak diajari:
a. Berenang
b. Mengendarai unta
c. Memanah
d. Membaca dan menghapal syair-syair yang mudah dan peribahasa.
Sedangkan materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a. Al-qur’an dan tafsirnya
b. Hadits dan pengumpulannya
c. Fiqh (tasyri’)


PUSAT-PUSAT PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

Mekkah. Guru pertama di Mekkah adalah Muaz bin Jabbal yang mengajarkan Al-Qur'an dan Fiqh
Madinah. Sahabat yang terkenal antara lain: Abu Bakar, Utsman din Affan, Ali bin Abi Thalib dan sahabat-sahabat lainnya.
Basrah. Sahabat yang termasyhur antara lain: Abu Musa al-Asy'ary, dia adalah seorang ahli Fiqh dan Al-Qur'an
Kuffah. Sahabat-sahabat yang termasyhur disini ialah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas'ud. Abdullah bin Mas'ud mengajarkan Al-Qur'an, ia adalah ahli tafsir, hadits dan Fiqh
Damasyik (Syam). Setelah Syam (Syria) menjadi bagian negara Islam dan pendduknya banyak beragama Islam. Maka khalifah Umar mengirim tiga orang guru ke negara itu. Yang dikirim adalah Mu'az bin Jabal, Ubaidah dan Abu Darda di Damasyik, Mu'az bin Jabal di Palestina sedangkan Ubaidah di Hims.
Mesir. Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amru bin Ash, ia adalah seorang ahli hadits.[6]










Daftar Pustaka
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008
Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007
Sitti Maryam, Sejarah Peradaban Islam; dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: 2009, cet. 9

[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 67
[2] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm 68
[3] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 69
[4] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 77
[5] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 87
[6] Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007, hlm. 51

Senin, Oktober 26, 2009

PEMBAGIAN TUGAS SKI DAN PEMBELAJARANNYA

Ketentuan:
1. Tiap mahasiswa harus berkoordinasi agar tidak terjadi overlapping pembagian KD
2. Pembuatan RPP didasarkan pada Permendiknas 41 tahun 2007 tentang Standar Proses dan dikaitkan dengan RPP yang ada di madrasah [sebagaimana hasil survey]

Kelas PAI-G untuk SKI MI
Nomor Presensi 1-4 Kelas III
Nomor Presensi 5-8 Kelas IV
Nomor Presensi 9-12 Kelas V
Nomor Presensi 13-17 Kelas VI

Kelas PAI-H untuk SKI MI
Nomor Presensi 1 Kelas III
Nomor Presensi 2-3 Kelas IV
Nomor Presensi 4-5 Kelas V
Nomor Presensi 6-7 Kelas VI

SK DAN KD SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
JENJANG MADRASAH IBTIDAIYAH


Kelas III, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI
1. Mengenal sejarah masyarakat Arab pra- Islam
KOMPETENSI DASAR

1.1 Menceritakan kondisi alam, sosial, dan perekonomian masyarakat Arab pra-Islam
1.2 Menjelaskan keadaan adat-istiadat dan kepercayaan masyarakat Arab pra-Islam
1.3 Menjelaskan masa remaja atau masa muda Nabi Muhammad SAW
1.4 Mengambil ibrah dari sejarah masyarakat Arab pra-Islam

Kelas III, Semester 2
STANDAR KOMPETENSI
2. Mengenal sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW

KOMPETENSI DASAR
2.1 Menceritakan kejadian luar biasa yang mengiringi lahirnya Nabi Muhammad SAW
2.2 Menceritakan sejarah kelahiran dan silsilah Nabi Muhammad SAW
2.3 Mengambil ibrah dari kenabian dan kerasulan Muhammad SAW

STANDAR KOMPETENSI
3. Mengenal peristiwa kerasulan Muhammad SAW

KOMPETENSI DASAR
3.1. Mendeskripsikan peristiwa kerasulan Muhammad SAW
3.2 Mengambil ibrah peristiwa kerasulan Muhammad SAW

Kelas IV, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI
1. Mengenal dakwah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya

KOMPETENSI DASAR
1.1 Menjelaskan dakwah Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya
1.2 Menunjukkan contoh ketabahan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya dalam berdakwah
1.3 Meneladani ketabahan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam berdakwah

STANDAR KOMPETENSI
2. Mengenal kepribadian Nabi Muhammad SAW

KOMPETENSI DASAR
2.1 Mengidentifikasi ciri-ciri kepribadian Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam
2.2 Menunjukkan contoh perilaku yang meneladani kepribadian Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam
2.3 Meneladani kepribadian Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam

Kelas IV, Semester 2
STANDAR KOMPETENSI
3. Memahami hijrah Nabi Muhammad SAW ke Thaif dan Habsyah

KOMPETENSI DASAR
3.1 Mengidentifikasi sebab-sebab Nabi Muhammad SAW hijrah ke Thaif dan Habsyah
3.2 Menceritakan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Thaif dan Habsyah
3.3 Meneladani kesabaran Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa hijrah ke Thaif dan Habsyah

STANDAR KOMPETENSI
4. Memahami peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW

KOMPETENSI DASAR
4.1 Mendeskripsikan peristiwa Isra’-Mi’raj Nabi Muhammad SAW
4.1 Mengambil hikmah dari peristiwa Isra’-Mi’raj Nabi Muhammad SAW
Kelas V, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI
1. Mengenal peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib

KOMPETENSI DASAR
1.1 Mengidentifikasi sebab-sebab hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib
1.2 Menceritakan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib
1.3 Mengambil hikmah dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib

STANDAR KOMPETENSI
2. Memahami keperwiraan Nabi Muhammad SAW

KOMPETENSI DASAR
2.1 Mendeskripsikan upaya yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam membina masyarakat Madinah (sosial, ekonomi, agama, dan pertahanan)
2.1 Meneladani keperwiraan Nabi Muhammad SAW dalam membina masyarakat Madinah

Kelas V, Semester 2
STANDAR KOMPETENSI
3. Mengenal peristiwa Fathu Makkah

KOMPETENSI DASAR
3.1 Mengidentifikasi sebab-sebab terjadinya Fathu Makkah
3.2 Menceritakan kronologi peristiwa Fathu Makkah
3.3 Mengambil ibrah dari peristiwa Fathu Makkah

STANDAR KOMPETENSI
4. Mengidentifikasi peristiwa akhir hayat Rasulullah SAW

KOMPETENSI DASAR
4.1 Menceritakan peristiwa-peristiwa di akhir hayat Rasulullah SAW
4.2 Mengambil hikmah dari peristiwa akhir hayat Rasulullah SAW

Kelas VI, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI
1. Mengenal sejarah khalifah Abu Bakar as-Shiddiq

KOMPETENSI DASAR
1.1 Menjelaskan arti dan tugas khulafaurrasyidin
1.2 Menceritakan silsilah, kepribadian Abu Bakar as-Shiddiq dan perjuangannya dalam dakwah Islam
1.3 Menunjukkan contoh-contoh nilai-nilai positif dari khalifah Abu Bakar as-Shiddiq
1.4 Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan Abu Bakar As Siddiq

STANDAR KOMPETENSI
2. Mengenal sejarah khalifah Umar bin Khattab

KOMPETENSI DASAR
2.1 Menceritakan silsilah, kepribadian Umar bin Khattab dan perjuangannya dalam dakwah Islam
2.2 Menunjukkan contoh-contoh nilai-nilai positif dari khalifah Umar bin Khattab.
2.3 Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan Umar bin Khattab

STANDAR KOMPETENSI
3. Mengenal sejarah khalifah Utsman bin Affan

KOMPETENSI DASAR
3.1 Menceritakan silsilah, kepribadian Utsman bin Affan dan perjuangannya dalam dakwah Islam
3.2 Menunjukkan contoh-contoh nilai-nilai positif dari khalifah Utsman bin Affan
3.3 Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan Utsman bin Affan

Kelas VI, Semester 2
STANDAR KOMPETENSI
4. Mengenal sejarah khalifah Ali bin Abi Thalib

KOMPETENSI DASAR
4.1 Menceritakan silsilah, kepribadian, dan perjuangan khalifah Ali bin Abi Thalib
4.2 Menunjukkan contoh-contoh nilai-nilai positif dari kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
4.3 Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan Ali bin Abi Thalib

STANDAR KOMPETENSI
5. Mengenal sejarah perjuangan tokoh agama Islam di daerah masing-masing.

KOMPETENSI DASAR
5.1 Mengidentifikasi tokoh-tokoh agama Islam di daerah masing-masing
5.2 Menceritakan sejarah perjuangan tokoh agama Islam di daerah masing-masing
5.3 Meneladani perjuangan tokoh agama Islam di daerah masing-masing
Kelas PAI-G untuk SKI MTs
Nomor Presensi 18-23 Kelas VII
Nomor Presensi 24-29 Kelas VIII
Nomor Presensi 30-34 Kelas IX

Kelas PAI-H untuk SKI MTs
Nomor Presensi 8-9 Kelas VII
Nomor Presensi 10-11 Kelas VIII
Nomor Presensi 12-14 Kelas IX

SK DAN KD SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
JENJANG MADRASAH TSANAWIYAH


a. Kelas VII, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI
1. Memahami sejarah kebudayaan Islam

KOMPETENSI DASAR
1.1 Menjelaskan pengertian kebudayaan Islam
1.2 Menjelaskan tujuan dan manfaat mempelajari sejarah kebudayaan Islam
1.3 Mengidentifikasi bentuk/wujud kebudayaan Islam

STANDAR KOMPETENSI
2. Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Makkah

KOMPETENSI DASAR
2.1 Mendeskripsikan misi Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa kedamaian, kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat
2.2 Mengambil ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa kedamaian, kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat untuk masa kini dan yang akan datang
2.3 Meneladani perjuangan Nabi Muhammad dan para sahabat dalam menghadapi masyarakat Makkah

STANDAR KOMPETENSI
3. Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Madinah

KOMPETENSI DASAR
3.1 Mendeskripsikan sejarah Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan
3.2 Mengambil ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan untuk masa kini dan yang akan datang
3.3 Meneladani semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di Madinah
b. Kelas VII, Semester 2
STANDAR KOMPETENSI
1. Memahami sejarah perkembangan Islam pada masa Khulafaurrasyidin

KOMPETENSI DASAR
1.1 Menceritakan berbagai prestasi yang dicapai oleh Khulafaurrasyidin
1.2 Mengambil ibrah dari prestasi-prestasi yang dicapai oleh Khulafaurrasyidin untuk masa kini dan yang akan datang
1.3 Meneladani gaya kepemimpinan
Khulafaurrasyidin

STANDAR KOMPETENSI
2. Memahami perkembangan Islam pada masa Bani Umaiyah

KOMPETENSI DASAR
2.1 Menceritakan sejarah berdirinya daulah Amawiyah
2.2 Mendeskripsikan perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Umaiyah
2.3 Mengidentifikasi tokoh ilmuwan muslim dan perannya dalam kemajuan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Umaiyah
2.4 Mengambil ibrah dari perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Umaiyah untuk masa kini dan yang akan datang
2.5 Meneladani kesederhanaan dan kesalihan Umar bin abdul Aziz

c. Kelas VIII, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI
1. Memahami perkembangan Islam pada masa Bani Abbasiyah

KOMPETENSI DASAR
1.1 Menceritakan sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah
1.2 Mendeskripsikan perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah
1.3 Mengidentifikasi tokoh ilmuwan muslim dan perannya dalam kemajuan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah
1.4 Mengambil ibrah dari perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah untuk masa kini dan yang akan datang
1.5 Meneladani ketekunan dan kegigihan Bani Abbasiyah

d. Kelas VIII, Semester 2
STANDAR KOMPETENSI
2. Memahami perkembangan Islam pada masa Dinasti Al Ayyubiyah

KOMPETENSI DASAR
2.1 Menceritakan sejarah berdirinya Dinasti al-Ayyubiyah
2.2 Mendeskripsikan perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti al-Ayyubiyah
2.3 Mengidentifikasi tokoh ilmuwan muslim dan perannya dalam kemajuan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti Al Ayyubiyah
2.4 Mengambil ibrah dari perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti al-Ayyubiyah untuk masa kini dan yang akan datang
2.5 Meneladani sikap keperwiraan Shalahuddin al-Ayyubi

e. Kelas IX, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI
1. Memahami perkembangan Islam di Indonesia

KOMPETENSI DASAR
1.1 Menceritakan sejarah masuknya Islam di Nusantara melalui perdagangan, sosial, dan pengajaran
1.2 Menceritakan sejarah beberapa kerajaan Islam di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi
1.3 Mengidentifikasi para tokoh dan perannya dalam perkembangan Islam di Indonesia
1.4 Meneladani semangat para tokoh yang berperan dalam perkembangan Islam di Indonesia

f. Kelas IX, Semester 2
STANDAR KOMPETENSI
1. Memahami sejarah tradisi Islam Nusantara

KOMPETENSI DASAR
1.1 Menceritakan seni budaya lokal sebagai bagian dari tradisi Islam
1.1 Memberikan apresiasi terhadap tradisi dan upacara adat kesukuan Nusantara

Kelas PAI-G untuk SKI MA
Nomor Presensi 35-43 Kelas XII Semester 1
Nomor Presensi 44-51 Kelas XII Semester 2

Kelas PAI-H untuk SKI MA
Nomor Presensi 12-16 Kelas XII Semester 1
Nomor Presensi 17-21 Kelas XII Semester 2

SK DAN KD SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
JENJANG MADRASAH ALIYAH


a. Kelas XII, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI
1. Memahami keteladanan dakwah Rasulullah dalam membina umat

KOMPETENSI DASAR
1.1 Menceritakan sejarah dakwah Rasulullah SAW pada periode Makkah dan Madinah
1.2 Mendeskripsikan substansi dan strategi dakwah Rasullullah SAW pada periode Makkah dan Madinah
1.3 Mengidentifikasi hasil-hasil perjuangan Rasullullah SAW dalam dakwah Islam pada periode Makkah dan Madinah
1.4 Mengambil ibrah dari perjuangan Rasullullah SAW dalam dakwah Islam pada periode Makkah dan Madinah untuk kepentingan masa kini dan yang akan datang.

STANDAR KOMPETENSI
2. Memahami masalah kepemimpinan umat Islam pasca Nabi wafat

KOMPETENSI DASAR
2.1 Menceritakan proses dan model pemilihan kepemimpinan pada masa Khulafaaurraasyidiin
2.2 Mendeskripsikan strategi kepemimpinan Khulafaaurraasyidiin
2.3 Mengambil ibrah dari kepemimpinan Khulafaaurraasyidiin untuk kepentingan masa kini dan yang akan datang

STANDAR KOMPETENSI
3. Memahami perkembangan Islam periode klasik (zaman keemasan) pada tahun 650 M – 1250 M

KOMPETENSI DASAR
3.1 Menjelaskan perkembangan Islam pada periode klasik
3.2 Mengidentifikasi peristiwa-peristiwa penting dan tokoh-tokoh yang berprestasi dalam perkembangan Islam pada periode klasik
3.3 Mengambil ibrah dari perkembangan Islam pada periode klasik untuk kepentingan masa kini dan yang akan datang
3.4 Meneladani tokoh-tokoh yang berprestasi dalam perkembangan Islam pada periode klasik

STANDAR KOMPETENSI
4. Memahami perkembangan Islam pada periode pertengahan/zaman kemunduran (1250 M – 1800 M)

KOMPETENSI DASAR
4.1 Menjelaskan perkembangan Islam pada abad pertengahan
4.2 Menceritakan sebab-sebab kemunduran Islam pada abad pertengahan
4.3 Mengambil ibrah dari peristiwa perkembangan Islam pada periode pertengahan untuk kepentingan masa kini dan yang akan datang

b. Kelas XII, Semester 2
STANDAR KOMPETENSI
1. Memahami perkembangan Islam pada masa modern /zaman kebangkitan (1800-sekarang)

KOMPETENSI DASAR
1.1. Menjelaskan perkembangan Islam pada masa modern
1.2. Mengidentifikasi peristiwa-peristiwa penting dan tokoh-tokoh yang berprestasi dalam perkembangan Islam pada masa modern
1.3. Mengambil ibrah dari peristiwa perkembangan Islam pada masa modern
1.4. Meneladani tokoh-tokoh yang berprestasi dalam perkembangan Islam pada masa modern

STANDAR KOMPETENSI
2. Memahami perkembangan Islam di Indonesia

KOMPETENSI DASAR
2.1. Menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia
2.2. Mengidentifikasi peristiwa-peristiwa penting dan tokoh-tokoh yang berprestasi dalam perkembangan Islam di Indonesia
2.3. Mengambil ibrah dari peristiwa perkembangan Islam di Indonesia
2.4. Meneladani tokoh-tokoh yang berprestasi dalam perkembangan Islam di Indonesia

STANDAR KOMPETENSI
3. Memahami perkembangan Islam di dunia

KOMPETENSI DASAR
3.1. Menjelaskan perkembangan Islam di dunia
3.2. Mengidentifikasi peristiwa-peristiwa penting dan tokoh-tokoh yang berprestasi dalam perkembangan Islam di dunia
3.3. Mengambil ibrah dari peristiwa perkembangan Islam di dunia
3.4. Meneladani tokoh-tokoh yang berprestasi dalam perkembangan Islam di dunia

Selasa, Oktober 20, 2009

BAHAN PSI: SUMBER AJARAN ISLAM KE-2

AS-SUNNAH [AL-HADITS]

Dasar Pengertian
Secara etimologis hadits bisa berarti :
1. Baru, seperti kalimat : “Allah Qadim mustahil Hadits“.
2. Dekat, seperti : “Haditsul ‘ahli bil Islam“.
3. Khabar, seperti : “Falya’tu bi haditsin mitslihi“.
Dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti : Segala Perbuatan, Perkataan, dan Keizinan
Nabi Muhammad saw. (Af’al, Aqwal dan Taqrir). Pengertian hadits sebagaimana
tersebut diatas adalah identik dengan Sunnah, yang secara etimologis berarti jalan atau tradisi, sebagaimana dalam Al-Qur’an : “Sunnata man qad arsalna“ ( al-Isra :77 ). Juga dapat berarti : Undang-undang atau peraturan yang tetap berlaku; Cara yang diadakan; Jalan yang telah dijalani;.
Ada yang berpendapat antara Sunnah dengan Hadits tersebut adalah berbeda-beda. Akan tetapi dalam kebiasaan hukum Islam antara Hadits dan Sunnah tersebut hanyalah berbeda dalam segi penggunaannya saja, tidak dalam tujuannya.

As-Sunnah Sebagai Sumber Nilai
Sunnah adalah sumber Hukum Islam ( Pedoman Hidup Kaum Muslimin ) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-Qur’an sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah sebagai sumber Islam juga.
Ayat-ayat Al-Qur’an cukup banyak untuk dijadikan alasan yang pasti tentang hal ini, seperti : Setiap mu’min harus taat kepada Allah dan Rasul-nya ( al-Anfal :20, Muhammad :33, an-Nisa :59, Ali-Imran :32, al-Mujadalah : 13, an-Nur : 54,al-Maidah : 92 ). Kepatuhan kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah ( an-Nisa :80, Ali-Imran :31 ). Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa ( an-Anfal :13, Al-Mujadalah :5, an-Nisa :115 ).
Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. ( an-Nisa’:65 ). Kemudian perhatikan ayat-ayat : an-Nur : 52; al-Hasyr : 4; al-Mujadalah : 20; an-Nisa’: 64 dan 69; al-Ahzab: 36 dan 71; al-Hujurat :1; al-Hasyr : 7 dan sebagainya.
Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal : cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasullullah.
Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak, muhtamal dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada
pertimbangan rasio sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subjektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Hubungan AS-Sunnah dan Al-Qur'an
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi as-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :
a. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu kama ro-aitumuni ushalli“. (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush- shalah“, (Kerjakan shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum“ (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah
tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja“ (Dan sempurnakanlah hajimu).
b. Bayan Taqrir, yaitu as-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi : “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi“ (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.
c. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati“, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah : 34 yang berbunyi sebagai berikut : “Dan orangorang
yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih“. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.

Perbedaan Antara Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai Sumber Hukum
Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah / al-Hadits sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil.
Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain ialah :
a. Al-Qur’an nilai kebenarannya adalah qath’I (absolut), sedangkan al-Hadits adalah zhanni (kecuali hadits mutawatir).
b. Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup. Tetapi tidak semua hadits mesti kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab disamping ada sunnah yang tasyri’ ada juga sunnah yang ghairu tasyri ‘. Disamping ada hadits yang shahih adapula hadits yang dha'if dan seterusnya.
c. Al-Qur’an sudah pasti otentik lafazh dan maknanya sedangkan hadits tidak.
d. Apabila Al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak harus demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan oleh hadits.

Sejarah Singkat Perkembangan Al-Hadits
Para ulama membagi perkembangan hadits itu kepada 7 periode yaitu :
a. Masa wah yu dan pembentukan hukum (pada Zaman Rasul : 13 SH – 11 SH).
b. Masa pembatasan riwayat ( masa khulafaur-rasyidin : 12-40 H ).
c. Masa pencarian hadits ( pada masa generasi tabi’in dan sahabat-sahabat muda : 41 H – akhir abad 1 H ).
d. Masa pembukuan hadits ( permulaan abad II H ).
e. Masa penyaringan dan seleksi ketat ( awal abad III H ) sampai selesai.
f. Masa penyusunan kitab-kitab koleksi ( awal abad IV H sampai jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H ).
g. Masa pembuatan kitab syarah hadits, kitab-kitab tahrij dan penyusunan kitab-kitab koleksi yang lebih umum ( 656 H dan seterusnya ).
Pada zaman Rasulullah al-Hadits belum pernah dituliskan sebab :
a. Nabi sendiri pernah melarangnya, kecuali bagi sahabat-sahabat tertentu yang diizinkan beliau seba gai catatan pribadi.
b. Rasulullah berada ditengah-tengah ummat Islam sehingga dirasa tidak sangat perlu untuk dituliskan pada waktu itu.
c. Kemampuan tulis baca di kalangan sahabat sangat terbatas.
d. Ummat Islam sedang dikonsentrasikan kepada Al-Qur’an.
e. Kesibukan -kesibukan ummat Islam yang luar biasa dalam menghadapi perjuangan da’wah yang sangat penting.
Pada zaman-zaman berikutnya pun ternyata al-Hadits belum sempat dibukukan karena sebab-sebab tertentu. Baru pada zaman ‘Umar bin Abdul Aziz, khalifah ke-8 dari dinasti Bani Umayyah ( 99-101 H ) timbul inisiatif secara resmi untuk menulis dan membukukan hadits itu. Sebelumnya hadits-hadits itu hanya disampaikan melalui hafalan-hafalan para sahabat yang kebetulan hidup lama setelah Nabi wafat dan pada sa’at generasi tabi’in mencari hadits -hadits itu.
Diantara sahabat-sahabat itu ialah :
Abu Hurairah, meriwayatkan hadits sekitar 5374 buah. Abdullah bin ‘ Umar bin Khattab, meriwayatkan sekitar 2630 buah. Anas bin Malik, meriwayatkan sebanyak 2286 buah. Abdullah bin ‘Abbas, meriwayatkan sebanyak 1160 buah. ‘Aisyah Ummul Mu’minin, meriwayatkan sebanyak 2210 buah. Jabir bin ‘Abdillah meriwayatkan sebanyak 1540 buah. Abu Sa’id al-Hudri meriwayatkan 1170 buah.
Kenapa kemudian Hadits Dikodifikasi ?
Kodifikasi Hadits itu justru dilatar belakangi oleh adanya usaha-usaha untuk membuat dan menyebarluaskan hadits-hadits palsu dikalangan ummat Islam, baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri karena maksud-maksud tertentu, maupun oleh orang-orang luar yang sengaja untuk menghancurkan Islam dari dalam. Dan sampai saat ini ternyata masih banyak hadits-hadits palsu itu bertebaran dalam beberapa literatur kaum Muslimin. Di samping itu tidak sedikit pula kesalahan-kesalahan yang berkembang dikalangan masyarakat Islam, berupa anggapan terhadap pepatah-pepatah dalam bahasa Arab yang dinilai mereka sebagai hadits.
Walaupun ditinjau dari segi isi materinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam, tetapi kita tetap tidak boleh mengatakan bahwa sesuatu ucapan itu sebagai ucapan Rasulullah kalau memang bukan sabda Rasul. Sebab Sabda Rasulullah :
“Barangsiapa berdusta atas namaku maka siap-siap saja tempatnya dineraka“.
Alhamdulillah, berkat jasa-jasa dari ulama-ulama yang saleh, hadits-hadits itu kemudian sempat dibukukan dalam berbagai macam buku, serta diadakan seleksi-seleksi ketat oleh mereka sampai melahirkan satu disiplin ilmu tersendiri yang disebut Ilmu Musthalah Hadits. Walaupun usaha mereka belum dapat membendung seluruh usaha-usaha
penyebaran hadits-hadits palsu dan lemah, namun mereka telah melahirkan normanorma dan pedoman-pedoman khusus untuk mengadakan seleksi sebaik-baiknya yang dituangkan dalam ilmu musthalah hadits tersebut. Sehingga dengan pedoman itu ummat Islam sekarang pun dapat mengadakan seleksi-seleksi. Nama-nama Ishak bin Rahawih, Imam Bukhari, Imam Muslim, ar-Rama at-Turmudzi, al-Madini, Ibnu Shalah dan banyak lagi ulama-ulama saleh lainnya adalah
rentetan nama-nama yang besar jasanya dalam usaha penyelamatan hadits-hadits dari kepalsuan-kepalsuan sehingga lahirlah ilmu tersebut.
Untuk memberikan gambaran perkembangan hadits dapat kita perhatikan perkembangan kelahiran kitab-kitab hadits dan ilmu-ilmu hadits.

Perkembangan Kitab-kitab Hadits
A. Cara penyusunan kitab-kitab hadits.
Dalam penyusunan kitab-kitab hadits para ulama menempuh cara-cara antara lain :
1. Penyusunan berdasarkan bab-bab fiqhiyah, mengumpulkan hadits-hadits yang berhubungan dengan shalat umpamanya dalam babush-shalah,hadits-hadits yang berhubungan dengan masalah wudhu dalam babul-wudhu dan sebagainya. Cara ini terbagi dua macam :
a. Dengan mengkhususkan hadits-hadits yang shahih saja, seperti yang ditempuh oleh Imam Bukhari dan Muslim.
b. Dengan tidak mengkhususkan hadits -hadits yang shahih ( asal tidak munkar ), seperti yang ditempuh oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, dan sebagainya.
2. Penyusunan berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Cara ini terbagi dua macam :
a. Dengan menyusun nama-nama sahabat berdasarkan abjad.
b. Dengan menyusun nama-nama sahabat berdasarkan nama qabilah. Mereka dahulukan Banu Hasyim, kemudian qabilah yang terdekat dengan Rasulullah.
c. Dengan menyusun nama-nama sahabat berdasarkan kronologik masuknya Islam. Mereka didahulukan sahabat-sahabat yang termasuk assabiqunal awwalun kemudian ahlul Badr, kemudian ahlul Hudaibiyah, kemudian yang turut hijrah dan seterusnya.
d. Dengan menyusun sebagaimana ketiga dan dibagi-bagi berdasarkan awamir, nawahi, ikhbar, ibadat, dan af’alun nabi. Seperti yang ditempuh oleh Ibnu Hibban dalam shahehnya.
3. Penyusunan berdasarkan abjad-abjad huruf dari awal matan hadits, seperti yang ditempuh oleh Abu Mansur Abdailani dalam Musnadul Firdausi dan oleh as-Suyuti dalam Jamiush-Shagir.

B. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke I H.
1. Ash-Shahifah oleh Imam Ali bin Abi Thalib.
2. Ash-Shadiqah oleh Imam Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
3. Daftar oleh Imam Muhammad bin Muslim ( 50 – 124 H ).
4. Kutub oleh Imam Abu Bakar bin Hazmin.
Keempat-empatnya tidak sampai ke tangan kita, jadi hanya berdasarkan keterangan sejarah saja yang dapat dipertanggung-jawabkan.

C. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke-2 H.
1. Al-Musnad oleh Imam Abu Hanifah an-Nu’man (wafat 150 H).
2. Al-Muwaththa oleh Imam Malik Anas (93 – 179 H).
3. Al-Musnad oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi’I (150 – 204 H).
4. Mukhtaliful Hadits oleh Muh, bin Idris asy-Syafi’I (150 – 204 H).
5. Al-Musnad oleh Imam Ali Ridha al-Katsin (148 – 203 H).
6. Al-Jami’ oleh Abdulrazaq al-Hamam ash Shan’ani (wafat 311 H).
7. Mushannaf oleh Imam Syu’bah bin Jajaj (80 – 180 H).
8. Mushannaf oleh Imam Laits bin Sa’ud (94 – 175 H).
9. Mushannaf oleh Imam Sufyan bin ‘Uyaina (107 – 190 H).
10. as-Sunnah oleh Imam Abdurrahman bin ‘Amr al-Auza’i (wafat 157 H).
Seluruh kitab-kitab hadits yang ada pada abad ini tidak sampai kepada kita kecuali 5 buah saja yaitu nomor 1 sampai dengan 5.

D. Kitab-kitab Hadits pada abad ke-3 H.
1. Ash-Shahih oleh Imam Muh bin Ismail al-Bukhari (194 – 256 H).
2. Ash-Shahih oleh Imam Muslim al-Hajjaj (204 – 261 H).
3. As-Sunan oleh Imam Abu Isa at-Tirmidzi (209 – 279 H ).
4. As-Sunan oleh Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’at (202 – 275 H).
5. As-Sunan oleh Imam Ahmad b.Sya’ab an-Nasai (215 – 303 H).
6. As-Sunan oleh Imam Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman ad Damiri (181 – 255 H).
7. As-Sunan oleh Imam Muhammad bin Yazid bin Majah Ibnu Majah (209 - 273 H).
8. Al-Musnad oleh Imam Ahmad bin Hambal (164 – 241 H).
9. Al-Muntaqa al-Ahkam oleh Imam Abd Hamid bin Jarud (wafat 307 H).
10. Al-Mushannaf oleh Imam Ibn. Abi Syaibah (wafat 235 H).
11. Al-Kitab oleh Muhammad Sa’id bin Manshur (wafat 227 H).
12. Al-Mushannaf oleh Imam Muhammad Sa’id bin Manshur (wafat 227 H).
13. Tandzibul Afsar oleh Imam Muhammad bin Jarir at-Thobari (wafat 310 H).
14. Al-Musnadul Kabir oleh Imam Baqi bin Makhlad al-Qurthubi (wafat 276 H).
15. Al-Musnad oleh Imam Ishak bin Rawahaih (wafat 237 H).
Dan masih banyak sekali kitab-kitab musnad yang ditulis oleh para ulama abad ini.

E. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke-4 H.
1. Al-Mu’jam Kabir, ash-Shagir dan al-Ausath oleh Imam Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani (wafat 360 H).
2. As-Sunan oleh Imam Darulkutni (wafat 385 H).
3. Ash-Shahih oleh Imam Abu Hatim Muhammad bin Habban (wafat 354 H).
4. Ash-Shahih oleh Imam Abu ‘Awanah Ya’qub bin Ishaq (wafat 316 H).
5. Ash-Shahih oleh Imam Ibnu Huzaimah Muhammad bin Ishaq (wafat 311 H).
6. Al-Muntaqa oleh Imam Ibnu Saqni Sa’id bin’Usman al-Baghdadi (wafat 353 H).
7. Al-Muntaqa oleh Imam Qasim bin Asbagh (wafat 340 H).
8. Al-Mushannaf oleh Imam Thahawi (wafat 321 H).
9. Al-Musnad oleh Imam Ibnu Jami Muhammad bin Ahmad ( wafat 402 H ).
10.Al-Musnad oleh Imam Muhammad bin Ishaq ( wafat 313 H ).

F. Tingkatan Kitab Hadits.
Menurut penyelidikan para ulama ahli hadits secara garis besar tingkatan kitab-kitab hadits tersebut bisa dibagi sebagai berikut :
1. Kitab Hadits ash-Shahih yaitu kitab-kitab hadits yang telah diusahakan para penulisnya untuk hanya menghimpun hadits-hadits yang shahih saja.
2. Kitab-kitab Sunan yaitu kitab-kitab hadits yang tidak sampai kepada derajat munkar. Walaupun mereka memasukkan juga hadits -hadits yang dha’if (yang tidak sampai kepada munkar). Dan sebagian mereka menjelaskan kedha’ifannya.
3. Kitab-kitab Musnad yaitu kitab-kitab hadits yang jumlahnya sangat banyak sekali. Para penghimpunnya memasukkan hadits -hadits tersebut tanpa penyaringan yang seksama dan teliti. Oleh karena itu didalamnya bercampur-baur diantara hadits-hadits yang shahih, yang dha’if dan yang lebih rendah lagi. Adapun kitab-kitab lain adalah disejajarkan dengan al-Musnad ini. Diantara kitab-kitab hadits yang ada, maka Shahih Bukhari-lah kitab hadits yang terbaik dan menjadi sumber kedua
setelah al-Qur’an, dan kemudian menyusul Shahih Muslim. Ada para ulama hadits yang meneliti kitab Muslim lebih baik daripada Bukhari, tetapi ternyata kurang dapat dipertanggungjawabkan, walaupun dalam cara penyusunan hadits-hadits, kitab Muslim lebih baik daripada Bukhari, sedang syarat-syarat hadits yang digunakan Bukhari ternyata tetap lebih ketat dan lebih teliti daripada apa yang ditempuh Muslim. Seperti tentang syarat yang diharuskan Bukhari berupa keharusan kenal baik antara seorang penerima dan penyampai hadits, dimana bagi
Muslim hanya cukup dengan muttashil ( bersambung ) saja.

G. Kitab-kitab Shahih Selain Bukhari Muslim.
Ada beberapa ulama yang telah berusaha menghimpun hadits-hadits shahih sebagaimana yang ditempuh oleh Bukhari dan Muslim, akan tetapi menurut penyelidikan ahli-ahli hadits, ternyata kitab-kitab mereka tidak sampai kepada tingkat kualitas kitab-kitab Bukhari dan Muslim.
Para ulama yang menyusun Kitab Shahih tersebut ialah :
1. Ibnu Huzaimah dalam kitab ash-Shahih.
2. Abu ‘Awanah dalam kitab ash-Shahih.
3. Ibnu Hibban dalam kitab at-Taqsim Walarba.
4. Al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak.
5. Ibnu Jarud dalam kitab al-Muntaqa.
6. Ibnu Abdil Wahid al-Maqdisi dalam kitabnya al-Mukhtarah.
Menurut sebagian besar para ulama hadits, diantara kitab-kitab hadits ada 7 ( tujuh )
kitab hadits yang dinilai terbaik yaitu :
1. Ash-Shahih Bukhari.
2. Ash-Shahih Muslim.
3. Ash-Sunan Abu-Dawud.
4. As-Sunan Nas ai.
5. As-Sunan Tirmidzi.
6. As-Sunan Ibnu Majah.
7. Al-Musnad Imam Ahmad.

Perkembangan Ilmu Hadits
Ilmu Hadits yang kemudian populer dengan ilmu mushthalah hadits adalah salah satu cabang disiplin ilmu yang semula disusun oleh Abu Muhammad ar-Rama al-Hurmuzi (wafat 260), walaupun norma-norma umumnya telah timbul sejak adanya usaha pengumpulan dan penyeleksian hadits oleh masing-masing penulis hadits.
Secara garis besarnya ilmu hadits ini terbagi kepada dua macam yaitu : ilmu hadits riwayatan dan ilmu hadits dirayatan. Ilmu hadits dirayatan membahas hadits dari segi diterima atau tidaknya, sedang ilmu hadits riwayatan membahas materi hadits itu sendiri. Dalam perkembangan berikutnya telah lahir berbagai cabang ilmu hadits, seperti:
a. Ilmu rijalul hadits, yaitu ilmu yang membahas tokoh-tokoh yang berperan dalam periwayatan hadits.
b. Ilmu jarh wat-ta’dil, yaitu ilmu yang membahas tentang jujur dan tidaknya pembawa -pembawa hadits.
c. Ilmu tashif wat-tahrif, yaitu ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang berubah titik atau bentuknya.
d. Ilmu ‘ilalil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang penyakit-penyakit yang tidak nampak dalam suatu hadits, yang dapat menjatuhkan kwalitas hadits tersebut.
e. Ilmu gharibil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat-kalimat yang sukar dalam hadits.
f. Ilmu asbabi wurudil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang sebab timbulnya suatu hadits.
g. Ilmu talfiqil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan hadits yang nampaknya bertentangan.
i. Dan lain-lain.

Seleksi Hadits
Dengan menggunakan berbagai macam ilmu hadits itu, maka timbullah berbagai macam nama hadits, yang disepakati oleh para ulama, yang sekaligus dapat menunjukkan jenis, sifat, bentuk, dan kualitas dari suatu hadits. Yang paling penting untuk diketahui adalah pembagian hadits itu atas dasar kualitasnya yaitu :
a. Maqbul (dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits shahih dan hadits hasan.
b. Mardud (tidak dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits dha’if / lemah dan hadits maudhu’ / palsu.

Usaha seleksi itu diarahkan kepada tiga unsur hadits, yaitu :
a. Matan (materi hadits).
Suatu materi hadits dapat dinilai baik apabila materi hadits itu tidak bertentangan dengan al-Qur’an atau hadits lain yang lebih kuat, tidak bertentangan dengan realita, tidak bertentangan dengan fakta sejarah, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. Untuk sekedar contoh dapat kita perhatikan hadits-hadits yang dinilai baik,tapi bertentangan isi materinya dengan al-Qur’an :
1. Hadits yang mengatakan bahwa “Seorang mayat akan disiksa oleh Tuhan karena ratapan ahli warisnya“, adalah bertentangan dengan firman Allah : “Wala taziru waziratun wizra ukhra“ yang artinya “Dan seseorang tidak akan memikul dosa orang lain“ (al-An’am : 164).
2. Hadits yang mengatakan : “Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan punya hutang puasa, maka hendaklah dipuasakan oleh walinya“, adalah bertentangan dengan firman Allah : “Wa allaisa lil insani illa ma-sa’a“, yang artinya : “Dan seseorang tidak akan mendapatkan pahala apa-apa kecuali dari apa yang dia kerjakan sendiri“. (an-Najm : 39).
Ada satu norma yang disepakati oleh mayoritas ulama, yaitu : “ Apabila Qur’an dan hadits bertentangan, maka ambillah Qur’an “.

b. Sanad ( persambungan antara pembawa dan penerima hadits ).
Suatu persambungan hadits dapat dinilai segala baik, apabila antara pembawa dan penerima hadits benar-benar bertemu bahkan dalam batas-batas tertentu berguru.
Tidak boleh ada orang lain yang berperanan dalam membawakan hadits tapi tidak nampak dalam susunan pembawa hadits itu.
Apabila ada satu kaitan yang diragukan antara pembawa dan penerima hadits, maka hadits itu tidak dapat dimasukkan dalam kriteria hadits yang maqbul.
c. Rawi ( orang-orang yang membawakan hadits ) :
Seseorang yang dapat diterima haditsnya ialah yang memenuhi syarat-syarat :
1. ‘Adil, yaitu orang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan membiasakan dosa.
2. Hafizh, yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan kriteria-kriteria seleksi tersebut, maka jumhur ( mayoritas ) ulama berpendirian bahwa kitab ash-Shahih Bukhari dan kitab ash-Shahih Imam Muslim dapat dijamin keshahihannya ditinjau dari segi sanad dan rawi. Sedang dari segi matan kita dapat memberikan seleksinya dengan pedoman-pedoman diatas.
Beberapa langkah praktis dalam usaha seleksi hadits, apakah sesuatu hadits itu maqbul atau tidak adalah :
1. Perhatikan materinya sesuai dengan norma diatas.
2. Perhatikan kitab pengambilannya (rowahu = diriwayatkan atau ahrajahu = dikeluarkan ). Apabila matannya baik diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, maka dapat dinilai hadits itu shahih atau paling rendah hasan.
Dengan demikian dapat dikatakan shahih apabila ujung hadits itu oleh para ulama diberi kata-kata :
a. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh jama’ah.
b. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh Imam 7.
c. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh Imam 6.
d. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh dua syaikh ( Bukhari dan Muslim ).
e. Disepakati oleh Bukhari dan Muslim ( Muttafaqun ‘ alaihi ).
f. Diriwayatkan oleh Bukhari saja atau oleh Muslim saja.
g. Diriwayatkan oleh …..dan disyahkan oleh Bukhari atau Muslim.
h. Diriwayatkan oleh …..dengan syarat Bukhari atau Muslim.
3. Apabila sesuatu hadits sudah baik materinya tetapi tidak termasuk dalam persyaratan pun 2 diatas maka hendaknya diperhatikan komentar-komentar ulama terhadap hadits itu seperti :
Komentar baik : Hadits quwat, hadits shahih,hadits jayyid, hadits baik, hadits pilihan dan sebagainya.
Komentar jelek : Hadits putus, hadits lemah, hadits ada illatnya, mauquf, maqthu, mudallas, munkar, munqathi, muallak, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini kita akan menemukan sesuatu hadits yang mendapatkan penilaian berbeda/bertentangan antara seorang ulama dan lainnya. Maka langkah kita adalah: dahulukan yang mencela sebelum yang memuji (“Al-jarhu Muqaddamun ‘alat ta’dil“). Hal ini apabila dinilai oleh sama-sama ahli hadits. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa tidak semua komentar ulama tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Artinya sesuatu hadits yang dikatakan oleh para ulama shahih, kadang-kadang setelah diteliti kembali ternyata tidak demikian. Contohnya dalam hadits kita akan menemukan kata-kata dan dishahihkan oleh Imam Hakim, oleh Ibnu Huzaimah dan lain-lain, tetapi ternyata hadits tersebut tidak shahih ( belum tentu shahih ).
4. Apabila langkah-langkah diatas tidak mungkin ditempuh atau belum memberikan kepastian tentang keshahihan sesuatu hadits, maka hendaknya digunakan normanorma umum seleksi, seperti yang diterangkan diatas, yaitu menyelidiki langsung tentang sejarah para rawi dan lain-lain, dan untuk ini telah disusun oleh para ulama terdahulu sejumlah buku-buku yang membahas tentang sejarah dan keadaan
para pembawa hadits, seperti yang pernah dilakukan oleh al-Bukhari dalam bukunya ad-Dhu’afa (kumpulan orang -orang yang lemah haditsnya).

Masalah Hadits-hadits Palsu (Maudhu')
Perpecahan dibidang politik dikalangan ummat Islam yang memuncak dengan peristiwa terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan, Khalifah ke-3 dari khulafa’ur rasyidin, dan bentrok senjata antara kelompok pendukung Ali bin Abi Thalib dan pendukung Mu’awiyah bin Abu Sufyan, telah mempunyai pengaruh yang cukup besar kearah timbulnya usahausaha
sebagian ummat Islam membuat hadits-hadits palsu guna kepentingan politik.
Golongan Syi’ah sebagai pendukung setia kepemimpinan ‘Ali dan keturunannya yang kemudian tersingkirkan dari kekuasaan politik waktu itu, telah terlibat dalam penyajian hadits-hadits palsu untuk membela pendirian politiknya.
Golongan ini termasuk golongan yang paling utama dalam usaha membuat hadits-hadits palsu yang kemudian disusul oleh banyak kelompok ummat Islam yang tidak sadar akan bahaya usaha-usaha yang demikian. Golongan Rafidhah ( salah satu sekte Syiah ) dinilai oleh sejarah sebagai golongan yang paling banyak membuat hadits-hadits palsu itu.
Diantara hadits-hadits palsu yang membahayakan bagi kemurnian ajaran Islam, pertama-tama yalah yang dibuat oleh orang -orang jahat yang sengaja untuk mengotorkan ajaran Islam dan menyesatkan ummatnya.
Kemudian yang kedua yang dibuat oleh ummat Islam sendiri yang maksudnya baik seperti untuk mendorong orang Islam beribadah lebih rajin dan lain sebagainya, tetapi lupa akan dasar yang lebih pokok dan lebih prinsipil dalam agama. Dengan demikian motif-motif pembuatan hadits palsu itu dapat kita simpulkan antara lain sebagai berikut :
a. Karena politik dan kepemimpinan;
b. Karena fanatisme golongan dan bahasa;
c. Karena kejahatan untuk sengaja mengotori ajaran Islam;
d. Karena dorongan untuk berbuat baik tetapi bodoh tentang agama;
e. Karena keanehan-keanehan sejarah dan lain-lain;
f. Karena soal-soal fiqh dan pendapat dalam bidang ilmu kalam;
g. Dan lain-lain.

Keadaan demikian telah mendorong para ulama saleh untuk tampil ke depan berusaha mengadakan seleksi dan koreksi serta menyusun norma-norma dalam memilih hadits-hadits yang baik dan norma-norma dalam memilih hadits-hadits yang palsu. Mereka sempat mengumpulkan sejumlah nama-nama orang yang baik dan sejumlah nama-nama
orang yang biasa membuat hadits palsu. Mereka menyusun kitab-kitab khusus yang membahas hadits-hadits yang baik. Untuk mengetahui bahwa sesuatu hadits itu adalah hadits palsu, kita dapat mengenal beberapa ciri-cirinya antara lain :
a. Pengakuan pembuatnya.
b. Perawinya sudah terkenal sebagai pembuat hadits-hadits maudhu’
c. Isi atau materinya bertentangan dengan akal pikiran yang sehat .
d. Isinya bertentangan dengan ketentuan agama, ‘aqidah Islam.
e. Isinya bertentangan dengan ketentuan agama yang sudah qath’i
f. Isinya mengandung obral pahala dengan amal yang sangat sederhana.
g. Isinya mengandung kultus-kultus individu.
h. Isinya bertentangan dengan fakta sejarah.

Contoh-contoh Hadits-hadits Palsu (Maudhu') berdasarkan Motifnya
a. Motif Politik dan Kepemimpinan.
“Apabila kamu melihat Mu’awiyah diatas mimbarku, maka bunuhlah“. “Orang yang berkepercayaan hanyalah tiga. Aku, Jibril dan Mu’awwiyah“.
b. Motif Zindik ( untuk mengotorkan agama Islam ).
“Melihat muka yang cantik adalah ‘ ibadah“. “Rasulullah ditanya : Dari apakah Tuhan kita itu ? Jawabnya : Tuhan itu dari air yang mengalir, bukan dari tanah dan bukan dari langit. Tuhan menciptakan kuda kemudian dijalankannya sampai berkeringat. Maka Allah menciptakan dirinya dari keringat tersebut“.
c. Motif ta’assub dan fanatisme.
“Sesungguhnya Allah apabila marah , maka menurunkan wahyu dalam bahasa Arab. Dan apabila tidak marah menurunkannya dalam bahasa Parsi“. “Dikalangan ummatku akan ada seorang yang bernama Abu Hanifah an-Nu’man. Ia adalah pelita ummatku“. “Di kalangan ummatku akan ada seorang yang diberi nama Muhammad bin Idris. Ia adalah yang menyesatkan ummatku lebih daripada iblis“.
d. Motif faham-faham fiqh.
“Barangsiapa mengangkat dua tangannya di dalam shalat maka tidak sah shalatnya “. “Berkumur dan mengisap air bagi junub tiga kali tiga kali adalah wajib“. “Jibril mengimamiku di depan Ka’bah dan mengeraskan bacaan bismillah“.
e. Motif senang kepada kebaikan tapi bodoh tentang agama.
“Barangsiapa menafkahkan setali untuk mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil akhir“. Seperti hadits-hadits tentang fadhilah surat-surat Qur’an, obral pahala dan sebagainya.
f. Motif penjilatan kepada pemimpin.
Ghiyas bin Ibrahim an-Nakha’i al-Kufi pernah masuk ke rumah Mahdi (salah seorang penguasa) yang senang sekali kepada burung merpati. Salah seorang berkata kepadanya, coba terangkan kepada amir ul mukminin tentang sesuatu hadits, maka berkatalah Ghiyas ; “Tidak ada taruhan melainkan pada anak panah, atau unta atau
kuda, atau burung“.