Sabtu, Februari 21, 2009

TUGAS MATAKULIAH SMP

PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN AKTIF
Oleh: Muqowim, M.Ag.

A. Pendahuluan
Al-tariqah ahammu min al-maddah, strategi lebih penting dari materi. Demikianlah salah satu adagium yang tepat untuk menunjukkan relasi antara materi dan metode dalam pembelajaran. Bahwa sebaik apa pun sebuah materi (content) dibuat jika tidak disampaikan dengan cara yang tepat maka tidak akan bermakna sebagaimana yang diharapkan. Tentu ini tidak boleh dimaknai bahwa materi tidak penting. Bahwa ketika sebuah muatan sudah dibuat secara ideal harus segera diikuti oleh pilihan strategi penyampaian secara tepat. Hal ini senada dengan sabda Nabi, khatibu al-nas ‘ala qadri ‘uqulihim, ‘berbicaralah pada suatu kaum [audiens] sesuai dengan kadar kemampuannya. Artinya, ketika audiens yang dihadapi anak, tentu berbeda cara menyampaikan jika dibandingkan dengan orang remaja, dewasa atau orang tua.
Dalam konteks pembelajaran, untuk menciptakan suasana yang menyenangkan peserta didik sebagai auidens, seorang pendidik tentu pertama harus memahami keunikan dan kebutuhan mereka. Materi yang akan dibuat pun seharusnya didasarkan pada kebutuhan riil mereka. Setelah sejumlah materi tersusun dalam bentuk kurikulum, maka strategi penyampaian pun harus mempertimbangkan banyak hal agar tercipta pembeljaran yang menyenangkan. Bertolak dari hal tersebut, seorang pendidik perlu memahami berbagai hal yang terkait dengan penciptaan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan. Kegiatan pembelajaran memuat gagasan-gagasan pokok tentang pembelajaran yang dijadikan sebagai pegangan untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis untuk mengelola pembelajaran agar tidak berjalan secara mekanistik. Dengan demikian, setiap proses pembelajaran diharapkan mengacu dan mempertimbangkan gagasan-gagasan yang terdapat dalam kegiatan ini.
Secara umum, tulisan ini memuat prinsip-prinsip pokok dalam kegiatan pembelajaran, prinsip-prinsip dalam memotivasi belajar, pengalaman belajar lintas kurikulum, pengelolaan kegiatan belajar mengajar, strategi dan metode mengajar, penyediaan pengalaman belajar, sumber belajar, dan peran guru. Tulisan ini dibuat dengan mempertimbangkan paradigma baru pembelajaran yang lebih menghargai potensi kemanusiaan peserta didik. Tugas pendidik adalah membantu berkembangnya potensi yang dimiliki peserta didik semaksimal mungkin menuju aktualisasi diri. Selain itu, tulisan ini juga memberikan contoh-contoh penerapan dari prinsip-prinsip tersebut dalam mata pelajaran Fiqih di sekolah/madrasah. Karena contoh yang disampaikan masih bersifat global, maka diharapkan para guru mengembangkan sendiri secara lebih rinci dalam proses pembelajarannya di sekolah.

B. Pendekatan, Prinsip KP, dan Prinsip Motivasi Belajar
Dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran PAI ada enam pendekatan yang dapat digunakan. Pertama, pendekatan rasional, yaitu suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada aspek berpikir (penalaran). Pendekatan ini dapat berbentuk proses berpikir induktif yang dimulai dengan memperkenalkan fakta-fakta, konsep, informasi, atau contoh-contoh dan kemudian ditarik suatu generalisasi (kesimpulan) yang bersifat menyeluruh (umum) atau proses berpikir deduktif yang dimulai dari kesimpulan umum dan kemudian dijelaskan secara rinci melalui contoh-contoh dan bagian-bagiannya. Kedua, pendekatan emosional, yakni upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam menghayati perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa. Ketiga, pendekatan pengamalan, yakni memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempraktekkan dan merasakan hasil-hasil pengamalan ibadah dalam menghadapi tugas-tugas dan masalah dalam kehidupan. Keempat, pendekatan pembiasaan, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membiasakan sikap dan perilaku baik yang sesuai dengan ajaran Islam dan budaya bangsa dalam menghadapi persoalan kehidupan. Kelima, pendekatan fungsional, yaitu menyajikan materi pokok dari segi manfaatnya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas. Keenam, pendekatan keteladanan, yaitu menjadikan figur guru (pendidik), petugas sekolah lainnya, orang tua serta anggota masyarakat sebagai cermin bagi peserta didik.
Sementara itu, dalam KP ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru sebelum melakukan proses pembelajaran, yaitu:
1. Berpusat pada Siswa
Siswa dipandang sebagai makhluk Tuhan dengan fitrah yang dimiliki, sebagai makhluk individu dengan segala potensi yang dimiliki, dan sebagai makhluk sosial yang hidup dalam konteks realitas masyarakat yang majemuk. Karena itu, setiap siswa pada dasarnya berbeda, baik dalam hal minat (interest), kemampuan (ability), kesenangan (preference), pengalaman (experience), dan cara belajar (learning style). Siswa tertentu mungkin lebih mudah belajar dengan cara mendengar dan membaca, siswa lain dengan cara melihat, dan siswa yang lain lagi dengan cara melakukan langsung (learning by doing). Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu disesuaikan dengan karakteristik siswa. KP perlu menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar dan mendorong mereka untuk mengembangkan segenap bakat dan potensinya secara optimal.
Setiap orang pada dasarnya mempunyai cara belajar sendiri yang berbeda dengan orang lain. Karena itu, kegiatan pembelajaran perlu mempertimbangkan karakter belajar ini. Secara umum, cara belajar seseorang dapat dikategorikan ke dalam empat hal, yakni cara belajar somatik, auditif, visual, dan intelektual. Cara belajar somatik adalah pola pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek gerak tubuh atau belajar dengan melakukan. Anak akan cepat belajar jika sambil mempraktekkan. Cara belajar auditif adalah cara belajar yang lebih menekankan pada aspek pendengaran. Anak akan cepat belajar jika materi disampaikan dengan ceramah atau alat yang dapat didengar. Cara belajar visual adalah cara belajar yang lebih menekankan pada aspek penglihatan. Anak akan cepat menangkap materi pelajaran jika disampaikan dengan tulisan atau melalui gambar. Akhirnya, cara belajar intelektual adalah cara belajar yang lebih menekankan pada aspek penalaran atau logika. Anak akan cepat menangkap materi jika pembelajaran dirancang dengan menekankan pada aspek mencari solusi pemecahan.
Di sisi lain setiap peserta didik pada dasarnya mempunyai banyak kecerdasan yang dapat dioptimalkan melalui kegiatan pembelajaran. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan linguistik, logis-matematis, spasial, musikal, kinestetis-jasmani, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Kecerdasan linguistik (cerdas kata) adalah kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan (misalnya pendongeng, orator, atau politisi) maupun tertulis (misalnya sastrawan, penulis drama, editor, dan wartawan). Kecerdasan matematis-logis (cerdas angka) adalah kemampuan menggunakan angka dengan baik (misalnya ahli matematika, akuntan, ahli statistik) dan melakukan penalaran yang benar (misalnya sebagai ilmuwan, pemrogram komputer, dan ahli logika). Proses yang digunakan dalam kecerdasan ini antara lain membuat kategorisasi, klasifikasi, pengambilan keputusan, generalisasi, penghitungan, dan pengujian hipotesis. Kecerdasan spasial (cerdas ruang) adalah kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat (misalnya sebagai pramuka, pemandu, dan pemburu) dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut (misalnya dekorator, desainer interior, arsitek, dan seniman). Kecerdasan kinestetis-jasmani (cerdas fisik) adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan (misalnya sebagai aktor, pemain pantomim, atlet, atau penari) dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu (misalnya pengrajin, pemahat, ahli mekanik, atau dokter bedah). Kecerdasan musikal (cerdas irama) adalah kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal dengan cara mempersepsi (misalnya sebagai penikmat musik), membedakan (misalnya kritikus musik), menggubah (misalnya komposer), dan mengekspresikan (misalnya penyanyi). Kecerdasan interpersonal (cerdas sosial) merupakan kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak isyarat, kemampuan membedakan berbagai macam tanda impersonal, dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu. Kecerdasan intrapersonal (cerdas diri) adalah kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri secara akurat (kekuatan dan keterbatasan diri), kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen, dan keinginan. Sedangkan kecerdasan naturalis (cerdas alam) adalah keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies, baik flora maupun fauna, di lingkungan sekitar. Dengan delapan jenis kecerdasan tersebut, proses pembelajaran hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan setiap potensi kecerdasan yang dimiliki siswa tersebut berkembang dengan baik.
Dalam kegiatan pembelajaran Fiqh cara belajar (learning style) dan kecerdasan majemuk (multiple intelligence) tersebut dapat dikembangkan. Misalnya, dalam materi taharah, anak diminta untuk mempraktekkan cara berwudlu (model belajar somatik dan cerdas fisik), menjelaskan cara berwudlu di depan kelas (cerdas kata), menunjukkan jumlah gerakan dalam berwudlu (cara belajar intelektual dan cerdas angka), menggambar urut-urutan gerakan wudlu (cara belajar visual dan cerdas ruang), mendiskusikan rukun wudlu (cerdas sosial), menuliskan pengalaman atau perasaan pribadi ketika sedang berwudlu (cerdas diri), dan menunjukkan jenis alat yang digunakan dalam taharah (cerdas alam).
Contoh lain dalam bidang fiqih adalah siswa diberi tugas untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang ada di sekitarnya, misalnya maraknya perzinaan, minum-minuman keras, pencurian/perampokan, dan sebagainya. Berbagai persoalan tersebut dikemas sedemikian rupa agar dapat mengasah berbagai kecerdasan di atas, misalnya dengan mendiskusikan, membuat ilustrasi, membuat grafik, menghitung jumlah peristiwa (membuat statistik), membuat lirik lagu yang bertujuan untuk mengindari berbuatan terlarang tersebut, atau strategi lain yang relevan. Hanya saja, dalam prakteknya, tidak semua materi pelajaran harus memenuhi tuntutan untuk mengembangkan semua jenis kecerdasan dan cara belajar di atas.
2. Belajar dengan Melakukan
Melakukan aktifitas adalah bentuk penyataan diri anak. Pada hakikatnya anak belajar sambil melakukan aktifitas. Karena itu, siswa perlu diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan nyata yang melibatkan dirinya, terutama untuk mencari dan menemukan sendiri. Dengan demikian, apa yang diperoleh peserta didik tidak akan mudah dilupakan. Pengetahuan tersebut akan tertanam dalam hati sanubari dan pikiran peserta didik karena ia belajar secara aktif. Peserta didik akan memperoleh harga diri dan kegembiraan kalau diberi kesempatan menyalurkan kemampuan dan melihat hasil kerjanya.
Belajar dengan melakukan perlu ditekankan karena setiap orang hanya belajar 10% dari yang dibaca, 20% dari yang didengar, 30% dari yang dilihat, 50% dari yang dilihat dan didengar, 70% dari yang dikatakan, dan 90% dari yang dikatakan dan dilakukan. Dengan temuan ini, maka dengan metode ceramah, peserta didik hanya mampu menangkap 20% dari yang didengar. Sebaliknya, dengan metode praktek, peserta didik akan menangkap 90% dari yang diajarkan oleh guru. Dengan demikian, setiap materi pelajaran diharapkan selalu dikaitkan dengan pengalaman langsung peserta didik.
Dalam pembelajaran Fiqh, mengajarkan materi sholat dengan praktek lebih efektif dan berkesan bagi peserta didik ketimbang dengan mengharuskan mereka untuk menghafal kaifiyah sholat. Selain itu, dalam hal penyelenggaraan jenazah, mulai dari memandikan sampai mengubur, anak akan lebih memahami dan menghayati ketika mereka diajak untuk mempraktekkan daripada menghafal cara memandikan, mengkafani, menyolatkan, dan menguburkan.
3. Mengembangkan Kemampuan Sosial
Kegiatan pembelajaran tidak hanya mengoptimalkan kemampuan individual peserta didik secara internal, melainkan juga mengasah kemampuan mereka untuk membangun hubungan dengan pihak lain. Karena itu, kegiatan belajar harus dikondisikan yang membuat peserta didik melakukan interaksi dengan orang lain seperti antar peserta didik, antara peserta didik dengan guru, dan peserta didik dengan masyarakat. Dengan pemahaman ini, guru dapat menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang membuat peserta didik terlibat dengan orang lain, misalnya diskusi, pro-kontra, sosiodrama, dan sebagainya. Sebagai contoh, dalam pembelajaran fiqih mereka dapat diberi tugas untuk melakukan observasi dan membuat laporan tentang pelaksanaan ibadah zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal, di masyarakat. Hasil pengamatan dan laporan itu kemudian dipresentasikan di kelas untuk dibahas bersama.
Dengan kegiatan pembelajaran secara berkelompok tersebut, antar peserta didik akan mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga muncul semangat saling mengisi dan menghargai satu sama lain. Dengan demikian, KP merupakan media yang efektif dalam mengoptimalkan rasa sosial anak, misalnya menghargai perbedaan pendapat, mensikapinya, dan bekerja sama.
4. Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi, dan Fitrah Bertuhan
Rasulullah saw bersabda bahwa setiap orang lahir dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang menjadikan ia berubah menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran hendaknya diarahkan pada pengasahan rasa dalam beragama sesuai dengan tingkatan usia peserta didik. Bagi peserta didik tingkat SD tentu berbeda dengan tingkat SMP atau SMA. Pengembangan aspek ini akan lebih efektif jika langsung dipraktekkan, tidak sekedar secara kognitif saja.
5. Mengembangkan Keterampilan Pemecahan Masalah
Tolok ukur kepandaian peserta didik banyak ditentukan oleh kemampuannya untuk memecahkan masalah. Karena itu, dalam proses belajar mengajar perlu diciptakan situasi menantang kepada pemecahan masalah agar peserta didik peka terhadap masalah. Kepekaan terhadap masalah dapat ditumbuhkan jika mereka dihadapkan pada situasi yang memerlukan pemecahannya. Guru hendaknya mendorong peserta didik untuk melihat masalah, merumuskannya, dan berupaya memecahkannya sesuai dengan kemampuan mereka. Jika prinsip ini diterapkan dalam kegiatan pembelajaran nyata di kelas, maka pintu ke arah pembelajaran aktif siswa mulai terbuka. Untuk itu, sikap terbuka dan cepat tanggap terhadap gejala sosial, budaya, dan lingkungan perlu dipupuk ke arah yang positif.
Dalam pembelajaran Fiqih, peserta didik dapat diterjunkan langsung di masyarakat untuk melakukan pengamatan tentang pelaksanaan ibadah sholat, zakat, atau haji. Dalam hal kemiskinan, misalnya, anak diminta mengidentifikasi sebab-sebab yang menjadikan orang miskin. Mereka dapat ditugaskan secara individual ataupun kelompok. Hasil pengamatan dan identifikasi tersebut ditulis sebagai laporan.
6. Mengembangkan Kreatifitas Peserta Didik
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa setiap anak lahir dalam keadaan berbeda (individual difference) dan masing-masing mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Karena itu, KP diciptakan sedemikian rupa sehingga membuat setiap siswa optimal potensinya. Karena itu, dalam KP harus dikondisikan agar peserta didik mempunyai kesempatan dan kebebasan dalam mengembangkan diri sesuai dengan kecenderungan masing-masing. Guru hendaknya berupaya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya sebanyak mungkin. Sebagai contoh, dalam hal pelaksanaan ibadah haji, peserta didik diminta membuat urut-urutan pelaksanaan ibadah haji mulai dari keberangkatan dari tanah air Indonesia sampai pulang dari tanah suci dengan menggunakan gambar.
7. Mengembangkan Kemampuan Menggunakan Ilmu dan Teknologi
Agar peserta didik tidak gagap terhadap perkembangan ilmu dan teknologi guru hendaknya mengaitkan materi yang disampaikan dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Hal ini dapat diciptakan dengan pemberian tugas yang mengharuskan mereka berhubungan langsung dengan teknologi, misalnya membuat laporan tentang materi tertentu dari televisi, radio, atau internet. Dalam pembelajaran Fiqih, peserta didik dapat diminta mencari data tentang perbankan syari’ah di internet atau membuat ringkasan tentang kuliah subuh di televisi yang ada kaitannya dengan puasa, dan sebagainya.
8. Menumbuhkan Kesadaran sebagai Warga Negara yang Baik
Sebagai warga negara Indonesia, KP perlu diciptakan yang dapat mengasah jiwa nasionalisme, tanpa harus menuju semangat kauvinisme. Untuk itu, guru harus membuat banyak contoh yang terkait dengan budaya atau konteks Indonesia. Sebagai contoh, peserta didik diminta membaca tentang Undang-undang Perkawinan mengenai kewajiban suami dan istri dan membuat laporan, serta mendiskusikannya dengan teman lain di kelas. Selain itu, peserta didik juga bisa diajak untuk berdiskusi tentang cara menumbuhkan semangat nasionalisme di kalangan masyarakat.
9. Belajar Sepanjang Hayat
Dalam Islam, menuntut ilmu diwajibkan bagi setiap orang mulai dari tiang ayunan hingga liang lahad. Manusia pembelajar dalam Islam tidak dibatasi oleh usia kronologis tertentu atau sebatas pada jenjang pendidikan formal, misalnya Strata Satu (S1), Strata Dua (S2), atau Strata Tiga (S3), namun juga secara informal. Dimanapun berada, setiap orang Islam harus dalam semangat mencari ilmu, kepada siapa pun. Untuk itu, guru hendaknya mendorong siswa untuk terus mencari ilmu dimanapun berada, tidak hanya di bangku madrasah (pendidikan formal) saja tapi juga di masyarakat (pendidikan non-formal) dan keluarga (pendidikan informal).
10. Perpaduan Kompetisi, Kerja Sama, dan Solidaritas
Peserta didik perlu berkompetisi, bekerja sama, dan mengembangkan solidaritasnya. KP perlu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan semangat berkompetisi sehat, bekerjasama dan solidaritas. Untuk menciptakan suasana kompetisi, kerja sama, dan solidaritas, kegiatan pembelajaran dapat dirancang dengan strategi diskusi, kunjungan ke tempat-tempat anak jalanan, yatim piatu, atau pembuatan laporan secara berkelompok.
Selain prinsip-prinsip KP, guru juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip dalam motivasi. Keberhasilan sebuah kegiatan sangat tergantung pada faktor motivasi. Motivasi merupakan daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu aktifitas. Motivasi menjadi faktor yang sangat berarti dalam pencapaian prestasi belajar. Setidaknya ada dua jenis motivasi yang perlu diperhatikan oleh guru, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri anak (intrinsik) dan motivasi yang diakibatkan oleh rangsangan dari luar diri anak (ekstrinsik). Motivasi intrinsik dapat ditumbuhkan dengan mendorong rasa ingin tahu, mencoba, serta sikap mandiri dan ingin maju. Sementara itu motivasi ekstrinsik antara lain dapat dikembangkan dengan memberikan ganjaran atau hukuman. Adapun prinsip-prinsip dalam motivasi adalah:
1. Kebermaknaan
Peserta didik akan tertarik belajar jika materi yang dipelajari berguna atau penting bagi dirinya. Hal ini dikaitkan dengan kecenderungan yang ada dalam dirinya, seperti bakat, minat, dan pengetahuan yang dimiliki. Untuk itu, KP perlu melihat kecenderungan ini agar materi yang dipelajari berguna bagi mereka. Sebagai contoh, guru dapat memberikan argumentasi tentang perlunya mereka menjauhi minum-minuman keras dengan membuat contoh akibat orang yang melakukan perbuatan tersebut.
2. Pengetahuan dan Keterampilan Prasyarat
Peserta didik akan lebih terdorong untuk belajar jika materi pelajaran yang akan diterima terkait dengan sejumlah pengetahuan yang telah dimiliki. Paling tidak, peserta didik akan memahami dan menafsirkan materi tersebut berdasarkan kemampuan atau pengetahuan yang ada. Sebagai contoh, peserta didik akan tertarik mempelajari tentang zakat profesi, jika mereka sudah belajar terlebih dahulu tentang makna zakat dalam Islam dan zakat fitrah.
3. Model
Peserta didik akan lebih menguasai pengetahuan atau keterampilan baru jika ia diberi contoh untuk dilihat dan ditiru. Peserta didik akan lebih mempercayai bukti daripada ucapan atau perkataan. Untuk itu, guru hendaknya berupaya memberikan banyak ilustrasi atau contoh riil tentang materi yang disampikan. Siswa akan lebih memahami praktek orang yang berkhutbah Jum’at ketimbang sekedar menghafal tentang cara bagaimana berkhutbah Jum’at.
4. Komunikasi Terbuka
Proses pembelajaran akan berjalan dengan baik jika ada komunikasi yang terbuka antara guru dengan peserta didik. Agar KP berjalan dengan baik, guru perlu melihat kondisi peserta didik, baik dalam hal pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki. Kegiatan pembelajaran perlu dikondisikan sedemikian rupa yang membuat peserta didik belajar dengan nyaman, tanpa tekanan, atau tidak monoton. Untuk itu, strategi belajar yang diterapkan guru tidak boleh hanya satu yang membuat mereka bosan.
5. Keaslian dan Tugas yang Menantang
Peserta didik akan terdorong untuk belajar jika ia diberi materi baru dan berbeda. Kebaruan materi akan mendorongnya untuk belajar. Selain itu, peserta didik perlu diberi tugas baru yang menantang untuk dipecahkan. Hanya saja, tugas tersebut jangan terlalu rendah, sehingga menimbulkan kebosanan, atau terlalu tinggi sehingga membuatnya ragu atau cemas untuk dapat memecahkannya. Dalam pelajaran fiqih, siswa dapat diminta membuat laporan tentang prosesi pernikahan menurut adat Jawa, Sunda, Madura, atau Minang dan mempresentasikannya di kelas.
6. Latihan yang Tepat dan Aktif
KP akan berjalan dengan baik jika materi yang disampikan kepada peserta didik sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga membuat peserta didik terlibat secara fisik dan psikis. Karena itu, guru perlu lebih banyak melibatkan mereka untuk memberikan kesempatan mengungkapkan pendapatnya tentang permasalahan-permasalahan tertentu. Sebagai contoh, dalam bidang ekonomi, peserta didik diminta secara berkelompok untuk mencatat kegiatan yang diselenggarakan oleh BAZIS atau Baitul Mal.
7. Penilaian Tugas
Peserta didik akan memperoleh pencapaian belajar yang efektif jika tugas dibagi dalam rentang waktu yang tidak terlalu panjang/lama dengan frekuensi pengulangan yang tinggi. Pemberian tugas terlalu sering akan membuat peserta didik lelah. Sebaliknya, pemberian tugas yang terlalu lama akan membuat mereka tidak merasa dinilai hasil belajarnya. Yang perlu diingat bahwa bentuk penilaian tidak harus dilakukan di kelas dengan mengerjakan tugas secara tertulis, namun penilaian juga dapat dilakukan dengan melihat aktifitas di luar kelas, sehingga peserta didik tidak akan melakukan perbuatan yang menjadikannya dinilai jelek oleh guru karena aktifitasnya di luar kelas.
8. Kondisi dan Konsekuensi yang Menyenangkan
Peserta didik akan terdorong untuk terus belajar jika KP diselenggarakan secara nyaman dan menyenangkan, sehingga siswa terlibat secara fisik dan psikis. Untuk itu, guru perlu menciptakan kondisi KP yang sesuai dengan minat dan kecenderungan peserta didik. Guru perlu memberikan penghargaan bagi peserta didik yang berprestasi. Penghargaan dapat bersifat material, seperti hadiah buku dan pensil, tapi juga non-material misalnya nilai atau applaus.
9. Keragaman Pendekatan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa cara belajar peserta didik cukup beragam, sehingga cara mengelola KP pun harus mempertimbangkan keragaman ini. Karena itu, guru dituntut mengkondisikan KP sesuai dengan keragaman tersebut, sehingga strategi pembelajaran yang ditawarkan pun harus beragam agar dapat menampung cara belajar peserta didik, misalnya ceramah, diskusi, sosiodrama, atau praktek lapangan.
10. Mengembangkan Beragam Kemampuan
KP akan berjalan dengan baik, jika ia dikondisikan untuk mengoptimalkan potensi peserta didik secara keseluruhan. Sebagaimana diuraikan di bagian awal bahwa kecerdasan tidak hanya tunggal, namun majemuk, seperti kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetis-jasmani, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan natural. Untuk itu, dalam proses pembelajarannya guru perlu mempertimbangkan ragam kecerdasan tersebut.
11. Melibatkan Sebanyak Mungkin Indera
Peserta didik akan menguasai hasil belajar dengan optimal jika dalam belajarnya dimungkinkan menggunakan sebanyak mungkin indera untuk berinteraksi dengan isi pembelajaran. Selain menggunakan metode pembelajaran yang mengasah aspek pendengaran, guru hendaknya juga menggunakan strategi belajar yang mempertajam peserta didik dari aspek pendengaran atau praktek langsung secara fisik agar materi belajar lebih berkesan dalam diri mereka.
12. Keseimbangan Pengaturan Pengalaman Belajar
Peserta didik akan menguasai materi pelajaran jika pengalaman belajar diatur sedemikian rupa sehingga ia mempunyai kesempatan untuk membuat suatu refleksi penghayatan, mengungkapkan dan mengevaluasi apa yang dipelajari. Pengalaman belajar juga hendaknya menyediakan proporsi yang seimbang antara pemberian informasi dan penyajian terapannya. Dalam pembelajaran fiqih, materi taharah, sholat, puasa, zakat, atau haji akan lebih mudah diterima jika disampaikan melalui praktek langsung daripada menghafal secara kognitif.
Memikirkan ulang apa yang sedang dipikirkan atau apa yang sedang dikerjakan merupakan kegiatan penting dalam memantapkan pemahaman. Proses pikir ulang ini akan berjalan dengan baik jika dikondisikan dengan strategi pembelajaran tertentu, misalnya diskusi. Dalam mata pelajaran fiqih, peserta didik diminta mengamati dan membuat laporan tentang prosesi pernikahan, mulai dari meminang sampai pelaksanaan walimatul urs-nya. Dalam hal perekonomian, misalnya, siswa dapat diminta mengamati tempat-tempat usaha seperti CV atau Firma yang ada di sekitar madrasah untuk dikaitkan dengan materi bentuk-bentuk perekonomian dalam Islam.