Minggu, Oktober 26, 2008

PENGANTAR KAJIAN ISLAM

ISLAM SEBAGAI OBYEK KAJIAN

Pengertian
•Islam normatif adalah agama islam yang tercermin dari sumber ajaran utamanya, yaitu al-Qur’an dan al-Hadis (al-islam yuktabu fi al-nusus al-qur’an wa al-sunnah qabla tafhim wa tatbiq fil-waqi’)
•Islam historis adalah agama islam yang sudah dipahami dan dilaksanakan oleh umat Islam dalam konteks menyejarah sejak agama ini diturunkan Allah kepada Muhammad berdasarkan dua sumber utamanya, al-Qur’an dan al-Hadis
Karakter Islam Normatif
•Tertuang dalam al-Qur’an dan al-Sunnah
•Belum ditafsirkan oleh umat Islam
•Belum bersentuhan dengan realitas-kontekstual-empirik
•Bersifat ideal
•Misalnya: al-islam rahmatan lil-’alamin, al-islam ya’lu wa-la yu’la ‘alaih, kuntum khayr ummah, al-nazafah min al-iman
•Yang paling tahu hanyalah Allah semata
•Diperjelas oleh Muhammad saw (wa-ma yantiqu ‘an al-hawa in-huwa illa wahyuy-yuha)
•Bersifat tunggal

Karakter Islam Historis
•Islam yang dipahami dan ditampilkan oleh umat Islam berdasarkan rujukan al-Qur’an dan al-Sunnah
•Dapat diklasifikasikan menjadi Islam sebagai gejala sosial, gejala budaya, dan gejala kealaman
•Terikat oleh pemahaman umat Islam (ingat: al-islam syay’un wal-muslimun syay’un al-akhar). Abduh: al-islam mahjub bil-muslimin
•Karena itu tergantung konteks sosial, budaya, dan kualitas manusia
•Bersifat majemuk-heterogen

Gejala Budaya
•Bersifat unik, partikular, berbeda antara satu gejala dengan gejala lain
•Bersumber dari hasil cipta, rasa, dan karsa manusia meskipun untuk memahami ajaran Islam
•Misalnya: tradisi sekaten, tari seudati [sama-sama memahami ajaran syahadat], bentuk masjid, tradisi syawalan, dan seterusnya.

Gejala Sosial
•Bersifat empirik
•Berkaitan dengan aksi dan reaksi (interaksi) antara satu orang/komunitas dengan orang/komunitas lain
•Interaksi dapat bersifat positif [saling menguntungkan] seperti kerjasama, kontrak, peran, pengaruh; dan negatif [merugikan] misalnya konflik, dendam, pembalasan
•Contoh: interaksi antar umat Islam di desa, kota, awam, elit agama; pendukung partai, organisasi masa, komunitas budaya, dan sebagainya
Gejala Kealaman
•Bersifat ajeg, sama antara satu tempat dengan tempat lain, satu masa dengan masa berikutnya. Misalnya, air mengalir ke tempat yang lebih rendah
•Dapat diteliti untuk menemukan teori ilmiah (sains)

Obyek Kajian
•Teks (Scripture/buku)
•Pemeluk Agama
•Organisasi
•Ritual
•Alat Ibadah

RUMPUN BURHANI

Rumpun Burhani dalam Studi Islam

Pengertian
lBurhan jamaknya barahin
lArtinya bukti, argumen

Sumber
lrealitas (al-waqi') baik dari alam, sosial, dan humanities.
lKarena itu, lebih sering disebut sebagai al-'ilm al-husuli. Yaitu, ilmu yang dikonsep, disusun dan disistematisasikan lewat premis-premis logika atau al-mantiq, bukannya lewat otoritas teks atau intuisi.
lPremis ini disusun lewat kerjasama antara proses abstraksi dan pengamatan inderawi yang sahih atau dengan menggunakan alat-alat yang dapat membantu dan menambah kekuatan indera seperti alat-alat laboratorium, proses penelitian lapangan dan penelitian literer mendalam. Peran akal dalam nalar epistemologi sangat besar sebab ia diarahkan untuk mencari sebab akibat

Peran Akal
luntuk mencari sebab musabab yang terjadi pada peristiwa alam, sosial, kemanusiaan dan keagamaan,
lMaka, akal pikiran tidak memerlukan teks-teks keagamaan.
lUntuk memahami realitas sosial keagamaan akan lebih tepat jika menggunakan pendekatan semacam antropologi, sosiologi, kebudayan, dan sejarah.
lFungsi akal lebih pada analisa dan menguji secara terus-menerus kesimpulan-kesimpulan sementara dan teori yang dirumuskan lewat premis-premis logika keilmuan.
lFungsi akal yang lebih bersifat heuristik ini dengan sendirinya akan membentuk budaya kerja penelitian, baik yang bersifat eksplanatif, eksploratif atau verifikatif

Pendekatan
lPendekatan nalar ini adalah filosofis dan saintifik.
lNalar ini lebih menekankan pada pemberian argumen dalam mencermati berbagai fenomena empirik sekaligus memberikan alternatif pemecahan.
lFenomena sosial dan alam tidak sekedar diterima sebagai hukum sunnatullah yang tiada makna, namun ia menuntut kreatifitas manusia untuk merenungkan tentang tujuan ia diciptakan dan apa manfaat yang dapat diambil oleh manusia.
lKarena itu, diperlukan pemikir yang berteologi qadariyah dengan pandangannya yang bebas, kreatif dan bertanggung jawab, bukan teologi jabariyah yang berpandangan bahwa manusia ibarat wayang yang cenderung kurang aktif memikirkan fenomena alam

Jenis Argumen
lJenis argumen dalam nalar burhani adalah demonstratif, baik secara eksploratif, verifikatif, dan eksplanatif.
lDalam nalar ini, lebih banyak dituntut untuk menunjukkan bukti dan penjelasan tentang suatu pemahaman atau fenomena.
lNalar ini dipenuhi dengan argumen yang bersifat pembuktian, deskripsi dan elaborasi tentang sesuatu.

Prinsip Dasar
lidrak al-sabab (nizam al-sababiyah al-thabit), prinsip kausalitas;
lal-hatmiyah (kepastian, certainty);
lal-mutabaqah bayn al-'aql wa al-nizam al-tabi'ah.
lPrinsip-prinsip tersebut berpandangan bahwa apa yang terjadi dalam realitas empirik dan fenomena alam pada dasarnya berlaku hukum sebab akibat.
lUntuk itu, untuk memahaminya diperlukan upaya untuk mencari akar penyebab dengan mengkaji penyebab dan akibat sekaligus, sebab akibat yang sama belum tentu penyebabnya sama. Sebaliknya, sebab yang sama belum tentu menyebabkan akibat yang sama

Disiplin Ilmu
lfalsafah,
lilmu-ilmu alam seperti fisika, matematika, biologi, dan kedokteran,
lilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi, dan sejarah.

Implikasi Berpikir
lsistematis,
lobyektif,
lkritis,
lproaktif,
llogis

RUMPUN BAYANI

Rumpun Bayani dalam Studi Islam

Pengantar
•Klasifikasi keilmuan dalam Islam menurut al-Ghazali dalam al-Risalah al-Laduniyyah-nya: fard ’ain dan fard kifayah
•al-Khawarizmi dalam Mafatih al-'Ulum-nya: maqalah satu, al-fiqh, al-kalam, al-nahw, al-kitabah, al-syi’r wa’l-’arudl, al-akhbar; dan maqalah dua, al-falsafah, al-mantiq, al-tibb, al-aritmatiqi, al-handasah, ’ilm al-nujum, al-musiqi, al-hail, al-kimiya
•Ibn Nadim dalam al-Fihrist berisi indeks ilmu yang ada pada abad keemasan.
•Konferensi Internasional tentang pendidikan Islam di Pakistan, Makkah dan Jakarta menyepakati mengelompokkan ilmu dalam Islam menjadi dua kategori, yaitu ilmu yang diwahyukan (revealed knowledge) dan ilmu yang diperoleh atau dikembangkan oleh nalar manusia (acquired knowledge).
•Muhammad Abed al-Jabiri, pemikir muslim kontemporer asal Maroko membuat klasifikasi ilmu dalam Islam secara epistemologis, yaitu epistemologi bayani, 'irfani, dan burhani. Pemikiran al-Jabiri tersebut dituangkan dalam karyanya Takwin al-'Aql al-'Arabi.

Pengertian Bayani
•Bayani (explanatory), secara etimologis, mempunyai pengertian penjelasan, pernyataan, ketetapan. Sedangkan secara terminologis, Bayani berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma`, dan ijtihad

Disiplin Ilmu
•filologi,
•ilmu hukum (fikih),
•ulum al-Qur'an (interpretasi, hermeneutika, dan eksegesis),
•teologi dialektis (kalam) dan
•teori sastra nonfilosofis.

Sumber dan Pendekatan
•sumber epistemologi bayani adalah nas atau teks.
•Dengan kata lain, corak berpikir ini lebih mengandalkan pada otoritas teks, tidak hanya teks wahyu namun juga hasil pemikiran keagamaan yang ditulis oleh para ulama terdahulu.
•Pendekatan yang digunakan dalam nalar bayani ini adalah lughawiyah

Prinsip Bayani
•infisal (diskontinu) atau atomistik,
•tajwiz (tidak ada hukum kausalitas), dan
•muqarabah (keserupaan atau kedekatan dengan teks).

Kerangka & Proses Berpikir
•Kerangka berpikir cenderung deduktif, yaitu berpangkal dari teks.
•Dalam keilmuan fikih menggunakan qiyas al-'illah sementara dalam disiplin kalam menggunakan qiyas al-dalalah.
•Selain itu, corak berpikir bayani cenderung mengeluarkan makna yang bertolak dari lafadz, baik yang bersifat 'am, khas, mushtarak, haqiqah, majaz, muhkam, mufassar, zahir, khafi, mushkil, mujmal, dan mutashabih.
•Metode pengembangan corak berpikir ini adalah dengan cara ijtihadiyah dan qiyas. Yang termasuk proses berpikir ijtihadiyah adalah istinbatiyah, istintajiyah, dan istidlaliyah, sementara yang dimaksud qiyas adalah qiyas al-ghayb 'ala al-ghayb

Fungsi Akal
•Akal berfungsi sebagai pengekang atau pengatur hawa nafsu.
•Akal cenderung menjalankan fungsi justifikatif, repetitif, dan taqlidy.
•Otoritas ada pada teks, sehingga hasil pemikiran apa pun tidak boleh bertentangan dengan teks. Karena itu, dalam penalaran ini jenis argumen yang dibuat lebih bersifat dialektik (jadaliyah) dan al-'uqul al-mutanasifah, sehingga cenderung defensif, apologetik, polemik, dan dogmatik.
•Hal ini antara lain dipengaruhi pola berpikir logika Stoia, bukan logika Aristoteles.
•Yang dijadikan sebagai tolok ukur kebenaran ilmu model bayani adalah adanya keserupaan atau kedekatan antara teks atau nas dengan realitas.

Kelemahan
•Kelemahan nalar epistemologi bayani, yaitu ketika berhadapan dengan teks-teks keagamaan yang dimiliki oleh komunitas, kultur, bangsa atau masyarakat yang beragama lain, biasanya, corak berpikir ini cenderung bersifat dogmatik, defensif, apologetis, dan polemis dengan semboyan kurang lebih "right or wrong is my country."
•Hal ini terjadi karena fungsi akal hanya untuk mengukuhkan dan membenarkan otoritas teks. Padahal, dalam realitasnya, seringkali terjadi ada jurang antara yang terdapat dalam teks dengan pelaksanaannya, sebab akan sangat bergantung pada kualitas pemikiran, pengalaman dan lingkungan sosial tempat teks tersebut dipahami dan ditafsirkan.