Selasa, September 02, 2008

MADRASAH RAMADHAN

Bagi pemerhati dan praktisi pendidikan, puasa ramadhan identik dengan sekolah atau madrasah, meskipun tidak sama persis. Setidaknya hal ini menurut pandangan Said Hawwa bahwa puasa ramadhan sebagai madrasah. Dalam konteks persekolahan ada input [peserta didik], pendidik, kurikulum, strategi pembelajaran, evaluasi, lingkungan, dan sumber belajar. Peserta didik sebagai input mempunyai kualitas yang beragam, ada yang kemampuannya unggul dan pas-pasan. Begitu juga dengan input puasa ramadhan. Menurut al-Ghazali, input puasa diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu kualitas awam, kualitas khawas, dan khawas al-khawas. Kualitas awam antara lain dicirikan dengan cara berpuasa yang hanya menahan tidak makan dan minum serta berhubungan seks [bagi yang bersuami/istri] dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Kualitas khawas ditandai dengan kemampuan menahan tidak sekedar makan, minum dan berhubungan seks, tapi juga menahan panca indera dari melakukan kegiatan negatif/menyimpang. Sementara itu, kualitas khawas al-khawas melebihi dua kualitas input sebelumnya, bahwa orang dengan tingkatan khawas al-khawas mampu menjaga hati [qalb] dari kecenderungan ke arah maksiat seperti berprasangka negatif terhadap orang lain meski masih dalam hati.
Selama belajar di madrasah ramadhan boleh jadi kaulitas ketiga input tersebut berubah, bisa meningkat tapi bisa juga menurun tergantung tiap input dalam menjalani proses pembelajaran. Tentu yang baik adalah ketika dapat meningkatkan kualitas diri kita dari tingkatan awam ke khawas dan dari khawas ke khas al-khawas sebagai tingkatan tertinggi. Inilah sebenar-benar taqwa yang menjadi tujuan dari madrasah ramadhan. Man 'arafa qalbahu faqad 'arafa nafsahu, man 'arafa nafsahu faqad 'arafa rabbahu.

AGAMAWAN ORGANIK

Rabi'ah Adawiyah kurang lebih mengatakan, "Ya Allah, kalau aku beribadah karena berharap akan surgamu, maka jauhkan saja aku dari surgamu. JIka aku beribadah karena takut akan nerakamu, maka masukkan saja aku ke nerakamu. Sebab, aku beribadah hanya untuk Engkau ya Allah, bukan berharap surga atau takut neraka"
Pernyataan Rabi'ah tersebut patut menjadi renungan bersama, sudahkah kita beribadah karena untuk Allah semata? Jangan-jangan kita beribadah karena ada "hukum dagang". Bukan berarti ini tidak perlu, tapi iyyaka na'budu [hanya kepada-Mulah aku menyembah] patut kita renungkan kembali, bahwa kita beribadah hanya untuk Allah semata, bukan yang lain.
Agamawan organik adalah beragama karena untuk menyembah Allah semata di mana saja dan kapan saja. Bukan beribadah karena orang, karena ada Ramadhan atau karena pahala. Memang manusiawi bahwa manusia berbuat karena iming-iming. Namun, sebenarnya, motivasi beribadah karena iming-iming berada pada tingkatan awal [awam]. Ketika kita beribadah karena iming-iming maka termasuk kategori agamawan mekanik. Mudah-mudahan puasa tahun ini dapat menjadikan kita sebagai agamawan organik.

Selamat Berpuasa 1429H

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA RAMADHAN 1429H. SEMOGA DENGAN BERPUASA KITA DAPAT MENJADI AGAMAWAN ORGANIK, BUKAN AGAMAWAN MEKANIK. AMIN