kearifan [hikmah] adalah sesuatu yang selama ini dicari oleh setiap orang beriman
Selasa, April 12, 2011
TUGAS REKONSTRUKSI SPI PAI-E
Khusus Anda yang berada di Kelas PAI-E, lakukan rekonstruksi berdasarkan data sejarah Pendidikan Islam Era Abbasiyah tentang persoalan, "Gejala formalisme dalam dunia pendidikan di Indonesia"! [tuliskan dalam "komentar"!]
Pendidikan di era bani Abbasiyah memang tidak terlembaga secara formal seperti sekarang ini khususnya di Indonesia. pendidikan pada masa bani Abbasiyah dilaksanakan di masjid-masjid ataupun tempat lain yang bisa dijadikan tempat belajar. walaupun tidak terlembaga secara formal, namun pendidikan dimasa itu sudah terbilang baik, karena didalamnya juga di ajarkan materi pelajaran sains atau ilmu pengetahuan umum dan mempelajari juga dari pemikiran Yunani.tetapi juga tidak meninggalkan pelajaran agama yang bersumber dari Al quran.
terkait dengan formalitas atau formalisme pendidikan, saya kira di Indonesia memang pendidikan dilaksanakan secara formal dan berlebihan. bahkan bisa dikatakan kalau menuntut ilmu harus dengan pendidikan formal.padahal diluar pendidikan formal ada banyak ilmu dan penting juga untuk mengembangkan pendidikan. pendidikan tidak harus dilakukan di sekolah. pendidikan bisa dilakukan dimana saja dan untuk siapa saja, karena setiap manusia berhak memperoleh pendidikan. namun di Indonesia juga terdapat beberapa lembaga-lembaga kecil yang menyelenggarakan pendidikan nonformal, seperti sekolah untuk anak jalanan, sekolah di pedesaan,dan juga pesantren. memang pendidikan yang sebenarnya menurut saya bukan hanya sekedar formalitas dan tidak memntingkan formalitas, seperti yang diterapkan pada masa bani Abbasiyah.
Pada permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat hebatnya di seluruh negara islam. Sehingga lahir sekolah-sekolah yang tidak terhitung banyaknya, tersebar di kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan pemuda berlomba-lomba untuk menuntut ilmu pengetahuan, pergi kepusat-pusat pendidikan, meninggalkan kampung halamannya karena cinta akan ilmu pengetahuan. Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah merupakan pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan yang pada awalnya berlangsung di mesjid-mesjid. Perkembangan dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung, madrasah sebagai konsekuensi logis dari semakin ramainya pengajian di masjid yang fungsi utamanya adalah ibadah. Agar tidak mengganggu kegiatan ibadah, dibuatlah tempat khusus untuk belajar yang dikenal madrasah. Dengan ini kita lihat jelas bahwa adanya lembaga pendidikan yang maju sekarang adalah wujud dari perkembangan pendidikan dan kemajuan di bidang keilmuan. Di antara lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia adalah sekolah dan pesantren, dari waktu ke waktu, perkembangan sekolah dan pondok pesantren terus mengalami peningkatan. Perkembangan ini dirasakan cukup luar biasa dan menakjubkan. Tidak hanya pada kuantitas kelembagaannya saja, tetapi pada kapasitas-kapasitas yang lainnya. Dari sini, kelembagaan sekolah dan pesantren kini menjadi sebuah institusi yang memiliki berbagai kelengkapan fasilitas untuk membangun potensi peserta didik, tidak hanya pada segi akhlak, nilai, intelektual dan spiritualitasnya saja, tetapi juga dengan peralatan-peralatan modern seperti laboratorium bahasa, komputer ataupun tehnologi informasi modern. Terkait dengan formalitas atau formalisme pendidikan, saya setuju, karena dilihat dari kemajuan zaman yang semakin menimbulkan sisi negatif yang tidak terkendali bagi peserta didik, dan adanya pandangan remeh peserta didik terhadap pendidikan nonformal, maka pendidikan formal menjadi suatu yang urgen. Seperti yang kita lihat sekarang banyak anak-anak berseragam sekolah duduk santai di pinggir jalan, diwarnet, dan ditempat yang tidak seharusnya yaitu pada jam sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menuju suatu kebaikan diperlukan adanya paksaan dan pembiasaan. Dari biasa menjadi bisa. Justru saya mendukung dengan pendidikan “fullday school” anak berada dalam pengawasan setiap hari oleh guru dan orang tua. Saya yakin hal ini akan lebih baik untuk kedepannya.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi perhatian penting bagi kita, adanya PAUD akan membantu mempermudah dalam berkelanjutan pendidikan sekolah dasar, pemerintah melihat manfaat besar, yakni anak-anak yang mengikuti PAUD dengan baik akan lebih siap mengikuti pendidikan di sekolah dasar. Tetapi yang terjadi di lapangan adalah formalisasi pendidikan PAUD yang mengakibatkan terjadinya disorientasi para penyelenggara pendidikan dengan mengutamakan institusi dari pada aspek pengembangan anak. Lebih celakanya Pendirian PAUD malah dijadikan sebagai tempat usaha yang komersil dibanding pemberdayaan masyarakat. Jika kita lihat pendidikan islam era dinasti abbasiyah yang memiliki kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan merefleksikan terciptanya beberapa karya ilmiah seperti terlihat pada alam pemikiran Islam pada abad ke-8 M. yaitu gerakan penerjemahan buku peninggalan kebudayaan Yunani dan Persia. dengan keseriusan penerjemahan tersebut, diwujudkan dengan pendirian sekolah salah satunya adalah membangun sebuah lembaga khusus untuk tujuan itu, “The House of Wisdom / Bay al-Hikmah” Maka perlu kita kritisi pendidikan di Indonesia yang kurang memperhatikan perkembangan anak dan pendidikan di jadikan sebagai bisnis (dikomersialkan). jika kita kaitkan pada pendidikan era dinasti abbasiyah yang sangat memuliakan ilmu pengetahuan, didirikannya lembaga pendidikan sebagai tempat pengembangan potensi, berawal dari penerjemahan buku hingga didirikannya sekolah. maka yang perlu kita perbaiki disini didirikannya PAUD bukan sebagai ajang bisnis tetapi yang perlu kita perhatikan adalah perkembangan anak yang direalisasikan melalui konsep pengembangan anak menjadi fokus perhatian utama, yaitu dengan penyusunan konsep, program, dan penyiapan berbagai piranti pelaksanaan pendidikan yang mengembalikan anak pada dunianya.
nama: siti nur inayah nim: 08410264 Belajar tidak harus berada disekolah, namun belajar dapat kita lakukan dimana saja. Dirumah, masjid, perpustakaan, kebun, dan sebagainya. Lembaga pendidikan formal atau sekolah merupakan wadah atau tempat untuk berkumpul bersama-sama menimba ilmu pengetahuan. Sehingga, sekolah menjadi mayoritas tempat yang digunakan untuk belajar dan menuntut ilmu. Di era modern seperti ini, pendidikan tidak hanya kita dapat di sekolah, namun dengan belajar di rumah, memanggil seprang pendidik atau guru untuk mendampingi dalam belajar dirumah juga bisa kita lakukan. Ini sama persis dengan pendidikan yang berkembang pada era bani Abbasiyah. Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat: 1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa. 2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana. Terkait dengan formalitas pendidikan, sekolah bukanlah satu-satunya tempat untuk menuntut ilmu. Kita dapat mengunjungi seorang guru atau guru itu yang mengunjungi kita. Jika di Indonesia hal seperti ini lebih sering disebut dengan home schooling. Yaitu, seprang guru mendatangi seorang murid atau beberapa murid untuk membimbing dalam belajar. Sehingga, pembelajaran berlangsung di rumah murid itu sendiri. Dan home schooling ini dirasa lebih efektif dibandingkan dengan lembaga-lembaga sekolah yang didalam kelasnya terdiri dari puluhan murid. Sehingga, pembelajaran yang disampaikan akan lebih mudah dipahami.
Pada masa Bani Abbasiyyah telah berdiri beberapa perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Jadi, menurut saya pendidikan bukan hanya bisa diperoleh melalui lembaga yang bersifat formal saja, yaitu di sekolah-sekolah umum. Melainkan banyak tempat lain yang bisa dijadikan tempat untuk menuntut ilmu, seperti di perpustakaan. Waktu yang ada disekolah untuk menuntut ilmu hanyalah sebagian kecil dari waktu yang dimiliki oleh siswa. Sedangkan waktu yang luang adalah ketika siswa sudah selesai dari pembelajaran di kelas. Dengan mengunjungi perpustakaan, maka pengetahuan siswa akan lebih luas daripada hanya mengikuti proses pembelajaran di kelas. Jadi lembaga formal kurang bisa menjamin pengetahuan peserta didik tanpa adanya usaha peserta didik sendiri. Sekolah untuk formalitas. Tapi tempat yang banyak terdapat ilmu pengetahuan ada diluar sekolah, termasuk diantaranya di perpustakaan.
Pada pemerintahan Bani Abbasiyyah bisa di katakan masa keemasan Islam kartena pada masa itu terjadi kemajuan di segala bidang, salah satunya bidang pendidikan, bahkan salah satu dari khalifah Bani Abbasiyyahpun sangat mencintai ilmu pengetahuan yaitu khalifah Al Makmun. Pada saat itu bentuk pendidikannya tidak terlambaga secara formal karena antara ilmu umum dan agama saling berintegrasi walaupun pda obyeknya berbeda-beda, namun disi tidak ada dikotomi dalam pendidikan, dan proses pembelajarnnya pun di laksanakan di masjid-masjid. sedangkan mengenai formalisme yang ada di Indonesia, bahwasannya di Indonesia pemerintah lebih menekankan pada lembaga formalnya ketimbang lembaga non-formalanya, sehingga terjadi kecemburuan di dalam pendidikan, padahal pendidikan tidak hanya di dapat di dalam lembaga formal saja, di lembaga non-formalpun pendidikan bisa di peroleh, dan seharusnya pemerintah lebih memperhatikan hal itu agar tidak ada kecemburuan terhadap pendidikan.
Gejala formalisme dalam dunia pendidikan di Indonesia
Dinasti Saljuq merupakan salah satu dinasti pada zaman Abbasiyyah yang didirikan oleh Tughril Beg pada tahun 429 H/1037 M. Pengumuman pendirian dinasti ini dilakukan segera setelah kaum Saljuq mengalahkan kaum Ghaznah pada tahun yang sama. Setelah kedudukan Dinasti Saljuq menjadi kuat dan mantap, barulah diiktiraf oleh Khalifah Abbasiyah pada tahun 432 H. Dalam bidang pendidikan, institusi pendidikan yang dominan pada masa ini adalah madrasah. Penggagas berdirinya madrasah ialah seorang wazir terkenal Dinasti Saljuq yang bernama Nizam al Mulk (465-485 H). Pendirian madrasah pada saat itu tak terlepas dari kepentingan politik yang mengitarinya. Madrasah oleh Dinasti Saljuq dijadikan alat propaganda tandingan untuk menekan pengaruh aliran Syi’i dan menyebarluaskan aliran sunni di tengah-tengah masyarakat di seluruh wilayah kekuasaan Dinsti saljuq dengan cara memasukkan materi keagamaan versi Sunni ke dalam kurikulum madrasah Nizamiyyah. Sehingga cukup beralasan mengapa materi keagamaan cukup mendominasi dalam kurikulum pendidikan madrasah saat itu. Hal ini dibuktikan dari dokumen wakaf Madrasah Nizamiyyah. Ilmu-ilmu kealaman (Fisika, Kimia, Astronomi) dan kedokteran tidak dimasukkan dalam kurikulum pendidikan Madrasah Nizamiyyah karena motif utama pendirian Madrasah tersebut ialah politik dan ideologi. Ada kemungkinan, materi-materi di atas tidak dimasukkan ke dalam kurikulum di Madrasah Nizamiyyah karena memang tidak begitu diperlukan dalam kerangka kepentingan ideologi dan politik penguasa waktu itu. Menurut Mahmud Yunus, rencana pengajaran di Madrasah Nizamiyah pada saat itu tidak diketahui dengan jelas. Namun bisa dikatakan bahwa kurikulum Madrasah Nizamiyyah pada saat itu didominasi oleh ilmu-ilmu keagamaan atau ilmu-ilmu syari’ah. Dari sini, Indonesia mengikuti langkah yang diambil oleh dinasti seljuq untuk membangun sebuah sekolah sebagai tempat menuntut ilmu. yang mana dalam proses pendidikan ini memerlukan system dan kebijakan yang pastinya dibuat oleh penguasa untuk merespon realita yang terjadi di masyarakat. Dari kebijakannya, Undang-undangnya sampai pada kurikulum dan proses pembelajaran di kelas semua dilaksanakan secara terencana agar mencapai tujuan akhir pendidikan. Misalnya saja, penyususunan kurikulum, pemerintah memberikan wewenang kepada setiap daerah untuk membuat kurikulum yang didasarkan pada pengembangan potensi anak-didik yang disesuaikan dengan daerah masing-masing. Ini merupakan sebuah formalisasi pendidikan dalam lembaga yang dibangun secara formal untuk proses pendidikan di Indonesia, di samping terdapat pendidikan informal dan nonformal juga.
MGM National Harbor Casino Locations | DRMCD casino in 순천 출장안마 Hanover, MD, 청주 출장샵 owned by MGM Resorts International 통영 출장안마 and operated by Caesars Entertainment Corporation. 대전광역 출장샵 Hanover MD, 광주광역 출장마사지 Maryland, MD.
Muqowim lahir di Karanganyar pada tanggal 10 Maret 1973
Karya Ilmiah antara lain Keadilan di Mata John Rawls, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Mencari Format Baru Pendidikan Islam dalam Masyarakat Plural, Tradisi Keilmuan dalam Institusi Pendidikan Tinggi Islam Klasik, Kenabian dalam al-Qur'an, Kecenderungan Kajian Pendidikan Islam di Yogyakarta, "Shifting Paradigm Pendidikan Islam dalam Masyarakat Plural," dalam M. Amin Abdullah dkk., Tafsir Baru Studi Islam dalam Era Multikultural, Efektifitas Sistem Desentralisasi dan School-Based Management, Sistem Belajar Cepat dan Efektif, Model Pendidikan Sufi Menurut al-Ghazali, Mencari Format Lembaga Pendidikan Islam Alternatif, Otentisitas Pendidikan Islam, Dinamika Kajian Islam "Mazhab Sapen", Mencari Pola Pendidikan Agama dalam Perspektif Multikultural, Menggagas Pendidikan Islam Transformatif, Pendidikan Islam dalam Perspektif Critical Pedagogy, Modul Pengembangan Pesantren, Epistemologi Pendidikan Islam dalam Konteks Masyarakat Majemuk
11 komentar:
nama: fathurrohim
NIM: 08410255
Pendidikan di era bani Abbasiyah memang tidak terlembaga secara formal seperti sekarang ini khususnya di Indonesia. pendidikan pada masa bani Abbasiyah dilaksanakan di masjid-masjid ataupun tempat lain yang bisa dijadikan tempat belajar. walaupun tidak terlembaga secara formal, namun pendidikan dimasa itu sudah terbilang baik, karena didalamnya juga di ajarkan materi pelajaran sains atau ilmu pengetahuan umum dan mempelajari juga dari pemikiran Yunani.tetapi juga tidak meninggalkan pelajaran agama yang bersumber dari Al quran.
terkait dengan formalitas atau formalisme pendidikan, saya kira di Indonesia memang pendidikan dilaksanakan secara formal dan berlebihan. bahkan bisa dikatakan kalau menuntut ilmu harus dengan pendidikan formal.padahal diluar pendidikan formal ada banyak ilmu dan penting juga untuk mengembangkan pendidikan. pendidikan tidak harus dilakukan di sekolah. pendidikan bisa dilakukan dimana saja dan untuk siapa saja, karena setiap manusia berhak memperoleh pendidikan.
namun di Indonesia juga terdapat beberapa lembaga-lembaga kecil yang menyelenggarakan pendidikan nonformal, seperti sekolah untuk anak jalanan, sekolah di pedesaan,dan juga pesantren.
memang pendidikan yang sebenarnya menurut saya bukan hanya sekedar formalitas dan tidak memntingkan formalitas, seperti yang diterapkan pada masa bani Abbasiyah.
Pada permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat hebatnya di seluruh negara islam. Sehingga lahir sekolah-sekolah yang tidak terhitung banyaknya, tersebar di kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan pemuda berlomba-lomba untuk menuntut ilmu pengetahuan, pergi kepusat-pusat pendidikan, meninggalkan kampung halamannya karena cinta akan ilmu pengetahuan.
Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah merupakan pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan yang pada awalnya berlangsung di mesjid-mesjid. Perkembangan dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung, madrasah sebagai konsekuensi logis dari semakin ramainya pengajian di masjid yang fungsi utamanya adalah ibadah. Agar tidak mengganggu kegiatan ibadah, dibuatlah tempat khusus untuk belajar yang dikenal madrasah.
Dengan ini kita lihat jelas bahwa adanya lembaga pendidikan yang maju sekarang adalah wujud dari perkembangan pendidikan dan kemajuan di bidang keilmuan. Di antara lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia adalah sekolah dan pesantren, dari waktu ke waktu, perkembangan sekolah dan pondok pesantren terus mengalami peningkatan. Perkembangan ini dirasakan cukup luar biasa dan menakjubkan. Tidak hanya pada kuantitas kelembagaannya saja, tetapi pada kapasitas-kapasitas yang lainnya. Dari sini, kelembagaan sekolah dan pesantren kini menjadi sebuah institusi yang memiliki berbagai kelengkapan fasilitas untuk membangun potensi peserta didik, tidak hanya pada segi akhlak, nilai, intelektual dan spiritualitasnya saja, tetapi juga dengan peralatan-peralatan modern seperti laboratorium bahasa, komputer ataupun tehnologi informasi modern.
Terkait dengan formalitas atau formalisme pendidikan, saya setuju, karena dilihat dari kemajuan zaman yang semakin menimbulkan sisi negatif yang tidak terkendali bagi peserta didik, dan adanya pandangan remeh peserta didik terhadap pendidikan nonformal, maka pendidikan formal menjadi suatu yang urgen. Seperti yang kita lihat sekarang banyak anak-anak berseragam sekolah duduk santai di pinggir jalan, diwarnet, dan ditempat yang tidak seharusnya yaitu pada jam sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menuju suatu kebaikan diperlukan adanya paksaan dan pembiasaan. Dari biasa menjadi bisa. Justru saya mendukung dengan pendidikan “fullday school” anak berada dalam pengawasan setiap hari oleh guru dan orang tua. Saya yakin hal ini akan lebih baik untuk kedepannya.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi perhatian penting bagi kita, adanya PAUD akan membantu mempermudah dalam berkelanjutan pendidikan sekolah dasar, pemerintah melihat manfaat besar, yakni anak-anak yang mengikuti PAUD dengan baik akan lebih siap mengikuti pendidikan di sekolah dasar. Tetapi yang terjadi di lapangan adalah formalisasi pendidikan PAUD yang mengakibatkan terjadinya disorientasi para penyelenggara pendidikan dengan mengutamakan institusi dari pada aspek pengembangan anak. Lebih celakanya Pendirian PAUD malah dijadikan sebagai tempat usaha yang komersil dibanding pemberdayaan masyarakat.
Jika kita lihat pendidikan islam era dinasti abbasiyah yang memiliki kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan merefleksikan terciptanya beberapa karya ilmiah seperti terlihat pada alam pemikiran Islam pada abad ke-8 M. yaitu gerakan penerjemahan buku peninggalan kebudayaan Yunani dan Persia. dengan keseriusan penerjemahan tersebut, diwujudkan dengan pendirian sekolah salah satunya adalah membangun sebuah lembaga khusus untuk tujuan itu, “The House of Wisdom / Bay al-Hikmah”
Maka perlu kita kritisi pendidikan di Indonesia yang kurang memperhatikan perkembangan anak dan pendidikan di jadikan sebagai bisnis (dikomersialkan). jika kita kaitkan pada pendidikan era dinasti abbasiyah yang sangat memuliakan ilmu pengetahuan, didirikannya lembaga pendidikan sebagai tempat pengembangan potensi, berawal dari penerjemahan buku hingga didirikannya sekolah. maka yang perlu kita perbaiki disini didirikannya PAUD bukan sebagai ajang bisnis tetapi yang perlu kita perhatikan adalah perkembangan anak yang direalisasikan melalui konsep pengembangan anak menjadi fokus perhatian utama, yaitu dengan penyusunan konsep, program, dan penyiapan berbagai piranti pelaksanaan pendidikan yang mengembalikan anak pada dunianya.
nama: siti nur inayah
nim: 08410264
Belajar tidak harus berada disekolah, namun belajar dapat kita lakukan dimana saja. Dirumah, masjid, perpustakaan, kebun, dan sebagainya. Lembaga pendidikan formal atau sekolah merupakan wadah atau tempat untuk berkumpul bersama-sama menimba ilmu pengetahuan. Sehingga, sekolah menjadi mayoritas tempat yang digunakan untuk belajar dan menuntut ilmu. Di era modern seperti ini, pendidikan tidak hanya kita dapat di sekolah, namun dengan belajar di rumah, memanggil seprang pendidik atau guru untuk mendampingi dalam belajar dirumah juga bisa kita lakukan. Ini sama persis dengan pendidikan yang berkembang pada era bani Abbasiyah. Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.
Terkait dengan formalitas pendidikan, sekolah bukanlah satu-satunya tempat untuk menuntut ilmu. Kita dapat mengunjungi seorang guru atau guru itu yang mengunjungi kita. Jika di Indonesia hal seperti ini lebih sering disebut dengan home schooling. Yaitu, seprang guru mendatangi seorang murid atau beberapa murid untuk membimbing dalam belajar. Sehingga, pembelajaran berlangsung di rumah murid itu sendiri. Dan home schooling ini dirasa lebih efektif dibandingkan dengan lembaga-lembaga sekolah yang didalam kelasnya terdiri dari puluhan murid. Sehingga, pembelajaran yang disampaikan akan lebih mudah dipahami.
Nama: Abdul Adhim
NIM: 08410115
Pada masa Bani Abbasiyyah telah berdiri beberapa perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Jadi, menurut saya pendidikan bukan hanya bisa diperoleh melalui lembaga yang bersifat formal saja, yaitu di sekolah-sekolah umum. Melainkan banyak tempat lain yang bisa dijadikan tempat untuk menuntut ilmu, seperti di perpustakaan. Waktu yang ada disekolah untuk menuntut ilmu hanyalah sebagian kecil dari waktu yang dimiliki oleh siswa. Sedangkan waktu yang luang adalah ketika siswa sudah selesai dari pembelajaran di kelas. Dengan mengunjungi perpustakaan, maka pengetahuan siswa akan lebih luas daripada hanya mengikuti proses pembelajaran di kelas.
Jadi lembaga formal kurang bisa menjamin pengetahuan peserta didik tanpa adanya usaha peserta didik sendiri.
Sekolah untuk formalitas. Tapi tempat yang banyak terdapat ilmu pengetahuan ada diluar sekolah, termasuk diantaranya di perpustakaan.
Nama : Abdul Kirom
NIM : 09410084
Pada pemerintahan Bani Abbasiyyah bisa di katakan masa keemasan Islam kartena pada masa itu terjadi kemajuan di segala bidang, salah satunya bidang pendidikan, bahkan salah satu dari khalifah Bani Abbasiyyahpun sangat mencintai ilmu pengetahuan yaitu khalifah Al Makmun.
Pada saat itu bentuk pendidikannya tidak terlambaga secara formal karena antara ilmu umum dan agama saling berintegrasi walaupun pda obyeknya berbeda-beda, namun disi tidak ada dikotomi dalam pendidikan, dan proses pembelajarnnya pun di laksanakan di masjid-masjid.
sedangkan mengenai formalisme yang ada di Indonesia, bahwasannya di Indonesia pemerintah lebih menekankan pada lembaga formalnya ketimbang lembaga non-formalanya, sehingga terjadi kecemburuan di dalam pendidikan, padahal pendidikan tidak hanya di dapat di dalam lembaga formal saja, di lembaga non-formalpun pendidikan bisa di peroleh, dan seharusnya pemerintah lebih memperhatikan hal itu agar tidak ada kecemburuan terhadap pendidikan.
Nama : Rina Elfiyani
NIM : 08410185
Gejala formalisme dalam dunia pendidikan di Indonesia
Dinasti Saljuq merupakan salah satu dinasti pada zaman Abbasiyyah yang didirikan oleh Tughril Beg pada tahun 429 H/1037 M. Pengumuman pendirian dinasti ini dilakukan segera setelah kaum Saljuq mengalahkan kaum Ghaznah pada tahun yang sama. Setelah kedudukan Dinasti Saljuq menjadi kuat dan mantap, barulah diiktiraf oleh Khalifah Abbasiyah pada tahun 432 H.
Dalam bidang pendidikan, institusi pendidikan yang dominan pada masa ini adalah madrasah. Penggagas berdirinya madrasah ialah seorang wazir terkenal Dinasti Saljuq yang bernama Nizam al Mulk (465-485 H). Pendirian madrasah pada saat itu tak terlepas dari kepentingan politik yang mengitarinya. Madrasah oleh Dinasti Saljuq dijadikan alat propaganda tandingan untuk menekan pengaruh aliran Syi’i dan menyebarluaskan aliran sunni di tengah-tengah masyarakat di seluruh wilayah kekuasaan Dinsti saljuq dengan cara memasukkan materi keagamaan versi Sunni ke dalam kurikulum madrasah Nizamiyyah. Sehingga cukup beralasan mengapa materi keagamaan cukup mendominasi dalam kurikulum pendidikan madrasah saat itu. Hal ini dibuktikan dari dokumen wakaf Madrasah Nizamiyyah.
Ilmu-ilmu kealaman (Fisika, Kimia, Astronomi) dan kedokteran tidak dimasukkan dalam kurikulum pendidikan Madrasah Nizamiyyah karena motif utama pendirian Madrasah tersebut ialah politik dan ideologi. Ada kemungkinan, materi-materi di atas tidak dimasukkan ke dalam kurikulum di Madrasah Nizamiyyah karena memang tidak begitu diperlukan dalam kerangka kepentingan ideologi dan politik penguasa waktu itu.
Menurut Mahmud Yunus, rencana pengajaran di Madrasah Nizamiyah pada saat itu tidak diketahui dengan jelas. Namun bisa dikatakan bahwa kurikulum Madrasah Nizamiyyah pada saat itu didominasi oleh ilmu-ilmu keagamaan atau ilmu-ilmu syari’ah.
Dari sini, Indonesia mengikuti langkah yang diambil oleh dinasti seljuq untuk membangun sebuah sekolah sebagai tempat menuntut ilmu. yang mana dalam proses pendidikan ini memerlukan system dan kebijakan yang pastinya dibuat oleh penguasa untuk merespon realita yang terjadi di masyarakat. Dari kebijakannya, Undang-undangnya sampai pada kurikulum dan proses pembelajaran di kelas semua dilaksanakan secara terencana agar mencapai tujuan akhir pendidikan. Misalnya saja, penyususunan kurikulum, pemerintah memberikan wewenang kepada setiap daerah untuk membuat kurikulum yang didasarkan pada pengembangan potensi anak-didik yang disesuaikan dengan daerah masing-masing. Ini merupakan sebuah formalisasi pendidikan dalam lembaga yang dibangun secara formal untuk proses pendidikan di Indonesia, di samping terdapat pendidikan informal dan nonformal juga.
MGM National Harbor Casino Locations | DRMCD
casino in 순천 출장안마 Hanover, MD, 청주 출장샵 owned by MGM Resorts International 통영 출장안마 and operated by Caesars Entertainment Corporation. 대전광역 출장샵 Hanover MD, 광주광역 출장마사지 Maryland, MD.
Posting Komentar