Minggu, April 19, 2009

TUGAS MATAKULIAH BIOETIKA [II]

PENERAPAN PARADIGMA INEGRASI DALAM BIOLOGI

Bagaimana penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga!

32 komentar:

Hania Syarifa mengatakan...

penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga!

Abad ke-21 Masehi, diwarnai dengan kecemerlangan pembangunan aspek fisik yang luar biasa maju. Teknologi setingkat nano, teknologi pada aspek-aspek hidup (bio), juga teknologi informasi dan komunikasi mengalami akselerasi yang mencengangkan. Perkembangan sains, yang menjadi pondasi dan mesin bagi perkembangan teknologi, berkembang dalam hitungan detik. Dalam kondisi demikian, teknologi yang direkayasa sebagai alat pemuas kebutuhan manusia dan bersifat praktis, mestinya mampu memberikan kenyamanan, kemudahan dan ketentraman bagi manusia. Namun faktanya, ketentraman dan kesejahteraan umat manusia tidak linier dengan kemajuan teknologi ini.
Penemuan Einstein, yang dinobatkan sebagai penemuan hebat abad ini, kini lebih banyak mendorong terjadinya genocide di berbagai belahan bumi dan memancing pertikaian seputar kelestarian lingkungan dan kepemilikan senjata penghancur massal ini. Hasil rekayasa genetika (GMO) di bidang biologi, sudah sedemikian ‘gila’-nya berlangsung dan menimbulkan ekses negatif luar biasa bagi umat manusia. Teknologi kloning, baru terbukti menimbulkan beragam penyakit menular dan bawaan pada hewan termasuk kambing Dolly. GMO pada bidang tanaman, yang dikenal sebagai transgenik, mendorong kerusakan di bidang lingkungan yang permanen dan gangguan kesehatan yang dashyat.
Krisis-krisis tersebut merupakan suatu keniscayaan dalam peradaban Barat. Akan tetapi hal-hal tersebut seolah tertutupi oleh kamuflase kemajuan peradaban Barat. Peradaban Barat memang masih menjadi idola dan benchmark bagi bangsa dan komunitas Timur untuk mencapai level yang serupa.
Peradaban Barat menjadi lebih berbeda dan lebih kuat dibandingkan dengan peradaban-peradaban lain disebabkan oleh adanya seri perubahan revolusioner seperti Revolusi Keilmuan, Revolusi Perancis, Revolusi Industri, profesionalisme ilmu, interaksi rapat antara ilmu dan teknologi dan revolusi-revolusi abad ke-20 dalam ilmu yang saling berkeninambungan, yang pada akhirnya tidak hanya mempengaruhi Barat itu sendiri, tetapi juga seluruh dunia.
Keberhasilan Barat membentuk peradaban yang kuat tersebut, menurut Profesor Cemil Akdogan karena integrasi sains dan teknologi yang dilakukan Barat. Memang, teknologi yang meliputi pengetahuan praktis telah dimulai manusia pertama dan sains telah banyak dibahas oleh filosof Yunani pertama sekitar 600 SM (lihat Tabel Time Line Sejarah Sains dan Teknologi-peny.).Namun, sains sebelum Revolusi Ilmiah dan teknologi sebelum Revolusi Industri, merupakan subyek yang timbul tenggelam. Dengan Revolusi Ilmiah dan Revolusi Industri, sains dan teknologi menjadi tiang utama peradaban Barat.
Jika melihat perkembangan sejarah sains dan teknologi (versi Barat) dengan lebih jernih, maka interaksi sains dan teknologi-lah yang mengantarkan Barat menjadi peradaban yang kuat dan maju.

Time Line Sejarah Sains dan Teknologi
Waktu Peristiwa
2 juta tahun SM Manusia mulai menggunakan alat-alat primitif
4000 tahun SM Penggunaan perunggu untuk alat-alat (bajak untuk pertanian)
3500 tahun SM Penemuan roda, bajak (Mesopotamia) dan layar (Mesir)
3000 tahun SM Mulainya pengolahan besi untuk dimanfaatkan
1000 tahun SM Mulai Zaman Besi, besi menggeser perunggu untuk alat dan senjata
512 tahun SM Produksi alat-alat dari besi dengan tungku pembakaran (Cina)
430 tahun SM Demokritus mengatakan semua benda tersusun atas atom-atom
622 M Awal Penanggalan Hijriyah
1521 M Reformasi gereja Kristen
1543 M Teori Heliosentris (Copernicus)
1609 M Galileo membuat teleskop dan mendukung teori Copernicus
1610 M Revolusi Sains Eropa: Kepler (1571-1610), Bacon (1561-1626), Galileo (1564-1642), Descartes (1596-1650)
1628 M Sirkulasi darah dalam tubuh dijelaskan William Henry
1687 M Hukum-hukum Gerak dijelaskan oleh Isaac Newton dalam Principia
1839 M Schwann dan Virchow mengemukakan Teori Sel
1760 M Renaisans Eropa: Voltaire (1694-1778), Diderot (1713-1784), Hume (1711-1776), ”Social Contract” Rousseau (1762)
1760 M Revolusi Industri di Inggris
1859 M “The Origin of Species” Darwin
1897 M Elektron dibuktikan oleh Thompson
1900 M Psikoanalisis Freud
1905 M Teori Relativitas Einstein
1915 M Teori Gravitasi Einstein menjelaskan susunan tata surya
1924 M Khilafah Islam diruntuhkan Barat
1929 M Hubble mengemukakan teori mengembangnya alam semesta, diikuti oleh Teori Ledakan Besar (Big Bang) dan Kehancuran Besar (Big Crunch)
1953 M Teori DNA ( Watson dan Crick)
1971 M Transplantasi gen sebagai lompatan besar Bioteknologi
1978 M Kelahiran bayi tabung pertama
1990 M Proyek genom manusia dimulai
1997 M Hasil Kloning genetik pertama, kambing Dolly lahir

Dari tabel diatas, nampak bahwa selang antara tahun 1610 dan 1760, atau sekitar 150 tahun merupakan awal dari munculnya peradaban Barat. Semua hal itu tidak lepas dari peristiwa yang melibatkan sosiopolitik dan agama. Revolusi Sains Eropa dipicu oleh Reformasi Gereja Kristen yang memunculkan keberanian rakyat untuk membebaskan diri dari pengaruh Paus dan gereja Katolik. Copernicus dengan berani melemparkan Teori Heliosentris yang menggoncangkan Teori Geosentrisnya Ptolomeus yang juga telah menjadi doktrin gereja. Awal mula gerakan sekulerisme yang memisahkan gereja (agama) dengan sains (kehidupan) ini semakin diperkuat oleh pembuktian bahwa matahari adalah pusat tata surya oleh teleskop Galileo, dan juga teori Keppler.
Francis Bacon yang menjadi ikon bagi Revolusi Ilmiah-lah yang kemudian meletakkan dasar bagi falsafah ilmiah bagi sains modern. Bacon dalam tulisan-tulisannya menekankan bahwa penerimaan pengetahuan asli tentang alam adalah sama seperti halnya mendapatkan kekuatan. Hasilnya, kekuatan kita gunakan untuk berbuat baik, untuk mengupayakan manusia menuju kondisi yang lebih baik. Kemajuan di bidang sains sangat penting untuk menciptakan manusia yang cerdas dan memajukan masyarakat. Menurutnya, hal ini bisa diupayakan melalui ”penelitian sistematis dengan pijakan dasar-dasar empiris ” (disebut sebagai Metode Eksperimen Observasional), juga dengan menjauhkan ”dunia mitos” yang tidak pasti, dunia prasangka, mitos filosof serta ketentuan-ketentuan moral.
Prinsip sains Bacon yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan itu dicapai dengan menjauhkan spekulasi filosofis dan berupaya menggapai hasilnya berdasarkan observasi dan eksperimen semata ini didukung oleh para saintis. Charles Darwin menyatakan dalam The Origin of Species bahwa seluruh rangkaian penelitian ilmiahnya dengan bangga didasarkan pada prinsip-prinsip Bacon. Ilmuwan lain, Rene Descartes menyatakan Teori Dualistik Cartes yang membagi realitas ke dalam dua dunia yang sama sekali berbeda, yaitu dunia fakta obyektif, materi, realitas fisik, dengan pengalaman pribadi dan nilai. Atau dengan kata lain, penerapan sains mengahruskan pemisahan yang tajam antara fakta dan nilai, realitas obyektif dan perasaan serta keinginan subyektif adalah satu akibat yang wajar.
Dari dua pendapat tersebut, Metode Eksperimen Observasional Bacon dan Teori Dualistik Cartes, dapat dilihat bahwa Eropa (baca: Barat) memisahkan Sains sebagai ide-ide yang abstrak, dengan Nilai yang bisa berupa agama, norma ataupun moral. Inti dari prinsip ini adalah dikotomi ilmu dan kehidupan atau lebih dikenal sebagai sekulerisme. Kembangan dari falsafah sains menurut Bacon dan Descartes tersebut, diteruskan oleh Karl Popper yang mengemukakan Metode Ilmiah yang mengedepankan Prinsip Empirisisme dan Thomas Kuhn yang mengemukakan Struktur Revolusi Sains. Menurut mereka, sains adalah segala-galanya, bahkan jika teori rasionalitas (termasuk agama) bertabrakan dengan sains, maka sains yang didapat dari logika deduksi atas pengamatan dan penelitian bisa menyalahkan agama dan mengubahnya. Bukti ini adalah perlawanan Copernicus, Galileo dan Giordano Bruno atas doktrin gereja yang mendukung teori Geosentris. Kalaupun, seperti halnya Bruno yang tewas di tiang gantungan pada tahun 1600, adalah perjuangan saintifik untuk merubah doktrin dan dominasi agama (baca: gereja). Jadi, inti dari sains modern yang dikembangkan dan diterapkan hingga kini adalah sekulerisasi sains.
Kembali pada time line sejarah sains, 150 tahun setelah Revolusi Sains atau Revolusi Ilmiah, muncullah Renaisans. Renaisans adalah muara dari revolusi sains yang mengkristalkan perjuangan masyarakat Eropa untuk membebaskan diri tidak saj adalam pemikiran saintifik, namun juga dalam beragama, berseni, berbudaya, hingga bersosial, berekonomi dan berpolitik. Renaisans ini menimbulkan pergolakan politik di Perancis dengan tumbangnya kaum borjuis dan meluas ke seantero Eropa. Inggris menyambutnya dengan Revolusi Industri untuk merubah masyarakat feodal yang berbasis agraris menjadi masyarakat industri yang mengelaborasi kepentingan kaum buruh dan rakyat kebanyakan. Revolusi Industri inilah yang menjadi titik quantum berkembangan teknologi modern yang memproduksi benda-benda yang dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Revolusi Industri inilah yang mengantarkan Inggris menjalankan politik imperialisme untuk mendukung kebutuhan industrinya. Maka pada tahun 1870 dapat dikatakan sebagai periode awal kelahiran imperialisme. Imperialisme dimaksudkan untuk menjelaskan penyebaran kapitalisme Inggris, dan kemudian diikuti negara-negara Eropa lainnya ke seluruh dunia pada abad ke-19. Kemunculan imperialisme dipicu oleh revolusi industri di Inggris dan lima penyebab lainnya, yaitu: (1) konsentrasi produksi dan kapital yang tinggi, sehingga menimbulkan monopoli, (2) penggabungan kapital bank dan kapital industri, sehingga melahirkan oligarki finansial, (3) ekspor kapital, (4) monopoli internasional oleh kapitalis, dan (5) pembagian wilayah-wilayah dunia oleh kekuatan-kekuatan kapitalisme.
Dari pemaparan diatas maka jelaslah bahwa sejarah sains dan teknologi Barat yang menjadi simbol kemajuan peradaban Barat hingga kini berlandaskan pada dua landasan utama, yaitu: SEKULERISME dan KAPITALISME. Maka tidaklah mengherankan jika buah dari perkembangan sains dan teknologi Barat ini adalah berkembangnya Sainstek yang bebas nilai, cenderung merusak dan menghancurkan tatanan hidup manusia. Maka tak heran kritik dan bantahan terhadap sains Barat dan peradaban yang diciptakannya datang dari para pemikir dan saintis kontemporer. Paul Feyebard misalnya berpendapat bahwa sains tidak lebih dari sekedar ideologi dan pandangan hidup Kristen, atau lebih tepatnya sains Barat dilahirkan dari perut Kapitalisme Barat yang rakus dan bebas nilai.
Oleh sebab itu, untuk melepaskan diri dari berbagai krisis yang melanda dunia saat ini, tidak lain dengan melepaskan diri dari kungkungan Ideologi Kapitalisme dan menggantinya dengan ideologi dan pandangan hidup yang benar. Sebuah wordview atau weltanschauung yang benar akan mengantarkan pada epistemologi sains yang benar dan akan melahirkan aksiologi yang tepat. Epistemologi sains yang benar tidak boleh bebas nilai, namun justru harus sarat dengan nilai-nilai dan aksiologi sains yang tepat harus diletakkan pada struktur yang mampu menerapkannya. Pilihan yang tepat tidak lain adalah Ideologi Islam sebagai epistemologi sains dan Institusi Pemerintahan Islam sebagai wahana aksiologi sains. Tidak ada yang lain. Dan ini yang baru diujicobakan di fakultas sains dan teknologi UIN Sunan Kalijga. Semoga menjadi perenungan bersama dan setidaknya bisa diterapkan oleh semua mahasiswa fakultas Sains danteknologi. Walaupun sekarang ini baru beberapa dosen yang mampu menerapkannya. Dan ini hendaknya dapat dijadikan sebagai evaluasi bersama untuk mengembangan UIN terutama di prodi Pendidikan Biologi untuk benar-benar dapat menerapkan integrasi biologi dan agama. Wallahu a’lam. Trimakasih...............(by. haniatussarifah)

Hania Syarifa mengatakan...

penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga!

Abad ke-21 Masehi, diwarnai dengan kecemerlangan pembangunan aspek fisik yang luar biasa maju. Teknologi setingkat nano, teknologi pada aspek-aspek hidup (bio), juga teknologi informasi dan komunikasi mengalami akselerasi yang mencengangkan. Perkembangan sains, yang menjadi pondasi dan mesin bagi perkembangan teknologi, berkembang dalam hitungan detik. Dalam kondisi demikian, teknologi yang direkayasa sebagai alat pemuas kebutuhan manusia dan bersifat praktis, mestinya mampu memberikan kenyamanan, kemudahan dan ketentraman bagi manusia. Namun faktanya, ketentraman dan kesejahteraan umat manusia tidak linier dengan kemajuan teknologi ini.
Penemuan Einstein, yang dinobatkan sebagai penemuan hebat abad ini, kini lebih banyak mendorong terjadinya genocide di berbagai belahan bumi dan memancing pertikaian seputar kelestarian lingkungan dan kepemilikan senjata penghancur massal ini. Hasil rekayasa genetika (GMO) di bidang biologi, sudah sedemikian ‘gila’-nya berlangsung dan menimbulkan ekses negatif luar biasa bagi umat manusia. Teknologi kloning, baru terbukti menimbulkan beragam penyakit menular dan bawaan pada hewan termasuk kambing Dolly. GMO pada bidang tanaman, yang dikenal sebagai transgenik, mendorong kerusakan di bidang lingkungan yang permanen dan gangguan kesehatan yang dashyat.
Krisis-krisis tersebut merupakan suatu keniscayaan dalam peradaban Barat. Akan tetapi hal-hal tersebut seolah tertutupi oleh kamuflase kemajuan peradaban Barat. Peradaban Barat memang masih menjadi idola dan benchmark bagi bangsa dan komunitas Timur untuk mencapai level yang serupa.
Peradaban Barat menjadi lebih berbeda dan lebih kuat dibandingkan dengan peradaban-peradaban lain disebabkan oleh adanya seri perubahan revolusioner seperti Revolusi Keilmuan, Revolusi Perancis, Revolusi Industri, profesionalisme ilmu, interaksi rapat antara ilmu dan teknologi dan revolusi-revolusi abad ke-20 dalam ilmu yang saling berkeninambungan, yang pada akhirnya tidak hanya mempengaruhi Barat itu sendiri, tetapi juga seluruh dunia.
Keberhasilan Barat membentuk peradaban yang kuat tersebut, menurut Profesor Cemil Akdogan karena integrasi sains dan teknologi yang dilakukan Barat. Memang, teknologi yang meliputi pengetahuan praktis telah dimulai manusia pertama dan sains telah banyak dibahas oleh filosof Yunani pertama sekitar 600 SM (lihat Tabel Time Line Sejarah Sains dan Teknologi-peny.).Namun, sains sebelum Revolusi Ilmiah dan teknologi sebelum Revolusi Industri, merupakan subyek yang timbul tenggelam. Dengan Revolusi Ilmiah dan Revolusi Industri, sains dan teknologi menjadi tiang utama peradaban Barat.
Jika melihat perkembangan sejarah sains dan teknologi (versi Barat) dengan lebih jernih, maka interaksi sains dan teknologi-lah yang mengantarkan Barat menjadi peradaban yang kuat dan maju.

Time Line Sejarah Sains dan Teknologi
Waktu Peristiwa
2 juta tahun SM Manusia mulai menggunakan alat-alat primitif
4000 tahun SM Penggunaan perunggu untuk alat-alat (bajak untuk pertanian)
3500 tahun SM Penemuan roda, bajak (Mesopotamia) dan layar (Mesir)
3000 tahun SM Mulainya pengolahan besi untuk dimanfaatkan
1000 tahun SM Mulai Zaman Besi, besi menggeser perunggu untuk alat dan senjata
512 tahun SM Produksi alat-alat dari besi dengan tungku pembakaran (Cina)
430 tahun SM Demokritus mengatakan semua benda tersusun atas atom-atom
622 M Awal Penanggalan Hijriyah
1521 M Reformasi gereja Kristen
1543 M Teori Heliosentris (Copernicus)
1609 M Galileo membuat teleskop dan mendukung teori Copernicus
1610 M Revolusi Sains Eropa: Kepler (1571-1610), Bacon (1561-1626), Galileo (1564-1642), Descartes (1596-1650)
1628 M Sirkulasi darah dalam tubuh dijelaskan William Henry
1687 M Hukum-hukum Gerak dijelaskan oleh Isaac Newton dalam Principia
1839 M Schwann dan Virchow mengemukakan Teori Sel
1760 M Renaisans Eropa: Voltaire (1694-1778), Diderot (1713-1784), Hume (1711-1776), ”Social Contract” Rousseau (1762)
1760 M Revolusi Industri di Inggris
1859 M “The Origin of Species” Darwin
1897 M Elektron dibuktikan oleh Thompson
1900 M Psikoanalisis Freud
1905 M Teori Relativitas Einstein
1915 M Teori Gravitasi Einstein menjelaskan susunan tata surya
1924 M Khilafah Islam diruntuhkan Barat
1929 M Hubble mengemukakan teori mengembangnya alam semesta, diikuti oleh Teori Ledakan Besar (Big Bang) dan Kehancuran Besar (Big Crunch)
1953 M Teori DNA ( Watson dan Crick)
1971 M Transplantasi gen sebagai lompatan besar Bioteknologi
1978 M Kelahiran bayi tabung pertama
1990 M Proyek genom manusia dimulai
1997 M Hasil Kloning genetik pertama, kambing Dolly lahir

Dari tabel diatas, nampak bahwa selang antara tahun 1610 dan 1760, atau sekitar 150 tahun merupakan awal dari munculnya peradaban Barat. Semua hal itu tidak lepas dari peristiwa yang melibatkan sosiopolitik dan agama. Revolusi Sains Eropa dipicu oleh Reformasi Gereja Kristen yang memunculkan keberanian rakyat untuk membebaskan diri dari pengaruh Paus dan gereja Katolik. Copernicus dengan berani melemparkan Teori Heliosentris yang menggoncangkan Teori Geosentrisnya Ptolomeus yang juga telah menjadi doktrin gereja. Awal mula gerakan sekulerisme yang memisahkan gereja (agama) dengan sains (kehidupan) ini semakin diperkuat oleh pembuktian bahwa matahari adalah pusat tata surya oleh teleskop Galileo, dan juga teori Keppler.
Francis Bacon yang menjadi ikon bagi Revolusi Ilmiah-lah yang kemudian meletakkan dasar bagi falsafah ilmiah bagi sains modern. Bacon dalam tulisan-tulisannya menekankan bahwa penerimaan pengetahuan asli tentang alam adalah sama seperti halnya mendapatkan kekuatan. Hasilnya, kekuatan kita gunakan untuk berbuat baik, untuk mengupayakan manusia menuju kondisi yang lebih baik. Kemajuan di bidang sains sangat penting untuk menciptakan manusia yang cerdas dan memajukan masyarakat. Menurutnya, hal ini bisa diupayakan melalui ”penelitian sistematis dengan pijakan dasar-dasar empiris ” (disebut sebagai Metode Eksperimen Observasional), juga dengan menjauhkan ”dunia mitos” yang tidak pasti, dunia prasangka, mitos filosof serta ketentuan-ketentuan moral.
Prinsip sains Bacon yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan itu dicapai dengan menjauhkan spekulasi filosofis dan berupaya menggapai hasilnya berdasarkan observasi dan eksperimen semata ini didukung oleh para saintis. Charles Darwin menyatakan dalam The Origin of Species bahwa seluruh rangkaian penelitian ilmiahnya dengan bangga didasarkan pada prinsip-prinsip Bacon. Ilmuwan lain, Rene Descartes menyatakan Teori Dualistik Cartes yang membagi realitas ke dalam dua dunia yang sama sekali berbeda, yaitu dunia fakta obyektif, materi, realitas fisik, dengan pengalaman pribadi dan nilai. Atau dengan kata lain, penerapan sains mengahruskan pemisahan yang tajam antara fakta dan nilai, realitas obyektif dan perasaan serta keinginan subyektif adalah satu akibat yang wajar.
Dari dua pendapat tersebut, Metode Eksperimen Observasional Bacon dan Teori Dualistik Cartes, dapat dilihat bahwa Eropa (baca: Barat) memisahkan Sains sebagai ide-ide yang abstrak, dengan Nilai yang bisa berupa agama, norma ataupun moral. Inti dari prinsip ini adalah dikotomi ilmu dan kehidupan atau lebih dikenal sebagai sekulerisme. Kembangan dari falsafah sains menurut Bacon dan Descartes tersebut, diteruskan oleh Karl Popper yang mengemukakan Metode Ilmiah yang mengedepankan Prinsip Empirisisme dan Thomas Kuhn yang mengemukakan Struktur Revolusi Sains. Menurut mereka, sains adalah segala-galanya, bahkan jika teori rasionalitas (termasuk agama) bertabrakan dengan sains, maka sains yang didapat dari logika deduksi atas pengamatan dan penelitian bisa menyalahkan agama dan mengubahnya. Bukti ini adalah perlawanan Copernicus, Galileo dan Giordano Bruno atas doktrin gereja yang mendukung teori Geosentris. Kalaupun, seperti halnya Bruno yang tewas di tiang gantungan pada tahun 1600, adalah perjuangan saintifik untuk merubah doktrin dan dominasi agama (baca: gereja). Jadi, inti dari sains modern yang dikembangkan dan diterapkan hingga kini adalah sekulerisasi sains.
Kembali pada time line sejarah sains, 150 tahun setelah Revolusi Sains atau Revolusi Ilmiah, muncullah Renaisans. Renaisans adalah muara dari revolusi sains yang mengkristalkan perjuangan masyarakat Eropa untuk membebaskan diri tidak saj adalam pemikiran saintifik, namun juga dalam beragama, berseni, berbudaya, hingga bersosial, berekonomi dan berpolitik. Renaisans ini menimbulkan pergolakan politik di Perancis dengan tumbangnya kaum borjuis dan meluas ke seantero Eropa. Inggris menyambutnya dengan Revolusi Industri untuk merubah masyarakat feodal yang berbasis agraris menjadi masyarakat industri yang mengelaborasi kepentingan kaum buruh dan rakyat kebanyakan. Revolusi Industri inilah yang menjadi titik quantum berkembangan teknologi modern yang memproduksi benda-benda yang dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Revolusi Industri inilah yang mengantarkan Inggris menjalankan politik imperialisme untuk mendukung kebutuhan industrinya. Maka pada tahun 1870 dapat dikatakan sebagai periode awal kelahiran imperialisme. Imperialisme dimaksudkan untuk menjelaskan penyebaran kapitalisme Inggris, dan kemudian diikuti negara-negara Eropa lainnya ke seluruh dunia pada abad ke-19. Kemunculan imperialisme dipicu oleh revolusi industri di Inggris dan lima penyebab lainnya, yaitu: (1) konsentrasi produksi dan kapital yang tinggi, sehingga menimbulkan monopoli, (2) penggabungan kapital bank dan kapital industri, sehingga melahirkan oligarki finansial, (3) ekspor kapital, (4) monopoli internasional oleh kapitalis, dan (5) pembagian wilayah-wilayah dunia oleh kekuatan-kekuatan kapitalisme.
Dari pemaparan diatas maka jelaslah bahwa sejarah sains dan teknologi Barat yang menjadi simbol kemajuan peradaban Barat hingga kini berlandaskan pada dua landasan utama, yaitu: SEKULERISME dan KAPITALISME. Maka tidaklah mengherankan jika buah dari perkembangan sains dan teknologi Barat ini adalah berkembangnya Sainstek yang bebas nilai, cenderung merusak dan menghancurkan tatanan hidup manusia. Maka tak heran kritik dan bantahan terhadap sains Barat dan peradaban yang diciptakannya datang dari para pemikir dan saintis kontemporer. Paul Feyebard misalnya berpendapat bahwa sains tidak lebih dari sekedar ideologi dan pandangan hidup Kristen, atau lebih tepatnya sains Barat dilahirkan dari perut Kapitalisme Barat yang rakus dan bebas nilai.
Oleh sebab itu, untuk melepaskan diri dari berbagai krisis yang melanda dunia saat ini, tidak lain dengan melepaskan diri dari kungkungan Ideologi Kapitalisme dan menggantinya dengan ideologi dan pandangan hidup yang benar. Sebuah wordview atau weltanschauung yang benar akan mengantarkan pada epistemologi sains yang benar dan akan melahirkan aksiologi yang tepat. Epistemologi sains yang benar tidak boleh bebas nilai, namun justru harus sarat dengan nilai-nilai dan aksiologi sains yang tepat harus diletakkan pada struktur yang mampu menerapkannya. Pilihan yang tepat tidak lain adalah Ideologi Islam sebagai epistemologi sains dan Institusi Pemerintahan Islam sebagai wahana aksiologi sains. Tidak ada yang lain. Dan ini yang baru diujicobakan di fakultas sains dan teknologi UIN Sunan Kalijga. Semoga menjadi perenungan bersama dan setidaknya bisa diterapkan oleh semua mahasiswa fakultas Sains danteknologi. Walaupun sekarang ini baru beberapa dosen yang mampu menerapkannya. Dan ini hendaknya dapat dijadikan sebagai evaluasi bersama untuk mengembangan UIN terutama di prodi Pendidikan Biologi untuk benar-benar dapat menerapkan integrasi biologi dan agama. Wallahu a’lam. Trimakasih...............(by. haniatussarifah)

Hania Syarifa mengatakan...

penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga!

Abad ke-21 Masehi, diwarnai dengan kecemerlangan pembangunan aspek fisik yang luar biasa maju. Teknologi setingkat nano, teknologi pada aspek-aspek hidup (bio), juga teknologi informasi dan komunikasi mengalami akselerasi yang mencengangkan. Perkembangan sains, yang menjadi pondasi dan mesin bagi perkembangan teknologi, berkembang dalam hitungan detik. Dalam kondisi demikian, teknologi yang direkayasa sebagai alat pemuas kebutuhan manusia dan bersifat praktis, mestinya mampu memberikan kenyamanan, kemudahan dan ketentraman bagi manusia. Namun faktanya, ketentraman dan kesejahteraan umat manusia tidak linier dengan kemajuan teknologi ini.
Penemuan Einstein, yang dinobatkan sebagai penemuan hebat abad ini, kini lebih banyak mendorong terjadinya genocide di berbagai belahan bumi dan memancing pertikaian seputar kelestarian lingkungan dan kepemilikan senjata penghancur massal ini. Hasil rekayasa genetika (GMO) di bidang biologi, sudah sedemikian ‘gila’-nya berlangsung dan menimbulkan ekses negatif luar biasa bagi umat manusia. Teknologi kloning, baru terbukti menimbulkan beragam penyakit menular dan bawaan pada hewan termasuk kambing Dolly. GMO pada bidang tanaman, yang dikenal sebagai transgenik, mendorong kerusakan di bidang lingkungan yang permanen dan gangguan kesehatan yang dashyat.
Krisis-krisis tersebut merupakan suatu keniscayaan dalam peradaban Barat. Akan tetapi hal-hal tersebut seolah tertutupi oleh kamuflase kemajuan peradaban Barat. Peradaban Barat memang masih menjadi idola dan benchmark bagi bangsa dan komunitas Timur untuk mencapai level yang serupa.
Peradaban Barat menjadi lebih berbeda dan lebih kuat dibandingkan dengan peradaban-peradaban lain disebabkan oleh adanya seri perubahan revolusioner seperti Revolusi Keilmuan, Revolusi Perancis, Revolusi Industri, profesionalisme ilmu, interaksi rapat antara ilmu dan teknologi dan revolusi-revolusi abad ke-20 dalam ilmu yang saling berkeninambungan, yang pada akhirnya tidak hanya mempengaruhi Barat itu sendiri, tetapi juga seluruh dunia.
Keberhasilan Barat membentuk peradaban yang kuat tersebut, menurut Profesor Cemil Akdogan karena integrasi sains dan teknologi yang dilakukan Barat. Memang, teknologi yang meliputi pengetahuan praktis telah dimulai manusia pertama dan sains telah banyak dibahas oleh filosof Yunani pertama sekitar 600 SM (lihat Tabel Time Line Sejarah Sains dan Teknologi-peny.).Namun, sains sebelum Revolusi Ilmiah dan teknologi sebelum Revolusi Industri, merupakan subyek yang timbul tenggelam. Dengan Revolusi Ilmiah dan Revolusi Industri, sains dan teknologi menjadi tiang utama peradaban Barat.
Jika melihat perkembangan sejarah sains dan teknologi (versi Barat) dengan lebih jernih, maka interaksi sains dan teknologi-lah yang mengantarkan Barat menjadi peradaban yang kuat dan maju.

Time Line Sejarah Sains dan Teknologi
Waktu Peristiwa
2 juta tahun SM Manusia mulai menggunakan alat-alat primitif
4000 tahun SM Penggunaan perunggu untuk alat-alat (bajak untuk pertanian)
3500 tahun SM Penemuan roda, bajak (Mesopotamia) dan layar (Mesir)
3000 tahun SM Mulainya pengolahan besi untuk dimanfaatkan
1000 tahun SM Mulai Zaman Besi, besi menggeser perunggu untuk alat dan senjata
512 tahun SM Produksi alat-alat dari besi dengan tungku pembakaran (Cina)
430 tahun SM Demokritus mengatakan semua benda tersusun atas atom-atom
622 M Awal Penanggalan Hijriyah
1521 M Reformasi gereja Kristen
1543 M Teori Heliosentris (Copernicus)
1609 M Galileo membuat teleskop dan mendukung teori Copernicus
1610 M Revolusi Sains Eropa: Kepler (1571-1610), Bacon (1561-1626), Galileo (1564-1642), Descartes (1596-1650)
1628 M Sirkulasi darah dalam tubuh dijelaskan William Henry
1687 M Hukum-hukum Gerak dijelaskan oleh Isaac Newton dalam Principia
1839 M Schwann dan Virchow mengemukakan Teori Sel
1760 M Renaisans Eropa: Voltaire (1694-1778), Diderot (1713-1784), Hume (1711-1776), ”Social Contract” Rousseau (1762)
1760 M Revolusi Industri di Inggris
1859 M “The Origin of Species” Darwin
1897 M Elektron dibuktikan oleh Thompson
1900 M Psikoanalisis Freud
1905 M Teori Relativitas Einstein
1915 M Teori Gravitasi Einstein menjelaskan susunan tata surya
1924 M Khilafah Islam diruntuhkan Barat
1929 M Hubble mengemukakan teori mengembangnya alam semesta, diikuti oleh Teori Ledakan Besar (Big Bang) dan Kehancuran Besar (Big Crunch)
1953 M Teori DNA ( Watson dan Crick)
1971 M Transplantasi gen sebagai lompatan besar Bioteknologi
1978 M Kelahiran bayi tabung pertama
1990 M Proyek genom manusia dimulai
1997 M Hasil Kloning genetik pertama, kambing Dolly lahir

Dari tabel diatas, nampak bahwa selang antara tahun 1610 dan 1760, atau sekitar 150 tahun merupakan awal dari munculnya peradaban Barat. Semua hal itu tidak lepas dari peristiwa yang melibatkan sosiopolitik dan agama. Revolusi Sains Eropa dipicu oleh Reformasi Gereja Kristen yang memunculkan keberanian rakyat untuk membebaskan diri dari pengaruh Paus dan gereja Katolik. Copernicus dengan berani melemparkan Teori Heliosentris yang menggoncangkan Teori Geosentrisnya Ptolomeus yang juga telah menjadi doktrin gereja. Awal mula gerakan sekulerisme yang memisahkan gereja (agama) dengan sains (kehidupan) ini semakin diperkuat oleh pembuktian bahwa matahari adalah pusat tata surya oleh teleskop Galileo, dan juga teori Keppler.
Francis Bacon yang menjadi ikon bagi Revolusi Ilmiah-lah yang kemudian meletakkan dasar bagi falsafah ilmiah bagi sains modern. Bacon dalam tulisan-tulisannya menekankan bahwa penerimaan pengetahuan asli tentang alam adalah sama seperti halnya mendapatkan kekuatan. Hasilnya, kekuatan kita gunakan untuk berbuat baik, untuk mengupayakan manusia menuju kondisi yang lebih baik. Kemajuan di bidang sains sangat penting untuk menciptakan manusia yang cerdas dan memajukan masyarakat. Menurutnya, hal ini bisa diupayakan melalui ”penelitian sistematis dengan pijakan dasar-dasar empiris ” (disebut sebagai Metode Eksperimen Observasional), juga dengan menjauhkan ”dunia mitos” yang tidak pasti, dunia prasangka, mitos filosof serta ketentuan-ketentuan moral.
Prinsip sains Bacon yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan itu dicapai dengan menjauhkan spekulasi filosofis dan berupaya menggapai hasilnya berdasarkan observasi dan eksperimen semata ini didukung oleh para saintis. Charles Darwin menyatakan dalam The Origin of Species bahwa seluruh rangkaian penelitian ilmiahnya dengan bangga didasarkan pada prinsip-prinsip Bacon. Ilmuwan lain, Rene Descartes menyatakan Teori Dualistik Cartes yang membagi realitas ke dalam dua dunia yang sama sekali berbeda, yaitu dunia fakta obyektif, materi, realitas fisik, dengan pengalaman pribadi dan nilai. Atau dengan kata lain, penerapan sains mengahruskan pemisahan yang tajam antara fakta dan nilai, realitas obyektif dan perasaan serta keinginan subyektif adalah satu akibat yang wajar.
Dari dua pendapat tersebut, Metode Eksperimen Observasional Bacon dan Teori Dualistik Cartes, dapat dilihat bahwa Eropa (baca: Barat) memisahkan Sains sebagai ide-ide yang abstrak, dengan Nilai yang bisa berupa agama, norma ataupun moral. Inti dari prinsip ini adalah dikotomi ilmu dan kehidupan atau lebih dikenal sebagai sekulerisme. Kembangan dari falsafah sains menurut Bacon dan Descartes tersebut, diteruskan oleh Karl Popper yang mengemukakan Metode Ilmiah yang mengedepankan Prinsip Empirisisme dan Thomas Kuhn yang mengemukakan Struktur Revolusi Sains. Menurut mereka, sains adalah segala-galanya, bahkan jika teori rasionalitas (termasuk agama) bertabrakan dengan sains, maka sains yang didapat dari logika deduksi atas pengamatan dan penelitian bisa menyalahkan agama dan mengubahnya. Bukti ini adalah perlawanan Copernicus, Galileo dan Giordano Bruno atas doktrin gereja yang mendukung teori Geosentris. Kalaupun, seperti halnya Bruno yang tewas di tiang gantungan pada tahun 1600, adalah perjuangan saintifik untuk merubah doktrin dan dominasi agama (baca: gereja). Jadi, inti dari sains modern yang dikembangkan dan diterapkan hingga kini adalah sekulerisasi sains.
Kembali pada time line sejarah sains, 150 tahun setelah Revolusi Sains atau Revolusi Ilmiah, muncullah Renaisans. Renaisans adalah muara dari revolusi sains yang mengkristalkan perjuangan masyarakat Eropa untuk membebaskan diri tidak saj adalam pemikiran saintifik, namun juga dalam beragama, berseni, berbudaya, hingga bersosial, berekonomi dan berpolitik. Renaisans ini menimbulkan pergolakan politik di Perancis dengan tumbangnya kaum borjuis dan meluas ke seantero Eropa. Inggris menyambutnya dengan Revolusi Industri untuk merubah masyarakat feodal yang berbasis agraris menjadi masyarakat industri yang mengelaborasi kepentingan kaum buruh dan rakyat kebanyakan. Revolusi Industri inilah yang menjadi titik quantum berkembangan teknologi modern yang memproduksi benda-benda yang dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Revolusi Industri inilah yang mengantarkan Inggris menjalankan politik imperialisme untuk mendukung kebutuhan industrinya. Maka pada tahun 1870 dapat dikatakan sebagai periode awal kelahiran imperialisme. Imperialisme dimaksudkan untuk menjelaskan penyebaran kapitalisme Inggris, dan kemudian diikuti negara-negara Eropa lainnya ke seluruh dunia pada abad ke-19. Kemunculan imperialisme dipicu oleh revolusi industri di Inggris dan lima penyebab lainnya, yaitu: (1) konsentrasi produksi dan kapital yang tinggi, sehingga menimbulkan monopoli, (2) penggabungan kapital bank dan kapital industri, sehingga melahirkan oligarki finansial, (3) ekspor kapital, (4) monopoli internasional oleh kapitalis, dan (5) pembagian wilayah-wilayah dunia oleh kekuatan-kekuatan kapitalisme.
Dari pemaparan diatas maka jelaslah bahwa sejarah sains dan teknologi Barat yang menjadi simbol kemajuan peradaban Barat hingga kini berlandaskan pada dua landasan utama, yaitu: SEKULERISME dan KAPITALISME. Maka tidaklah mengherankan jika buah dari perkembangan sains dan teknologi Barat ini adalah berkembangnya Sainstek yang bebas nilai, cenderung merusak dan menghancurkan tatanan hidup manusia. Maka tak heran kritik dan bantahan terhadap sains Barat dan peradaban yang diciptakannya datang dari para pemikir dan saintis kontemporer. Paul Feyebard misalnya berpendapat bahwa sains tidak lebih dari sekedar ideologi dan pandangan hidup Kristen, atau lebih tepatnya sains Barat dilahirkan dari perut Kapitalisme Barat yang rakus dan bebas nilai.
Oleh sebab itu, untuk melepaskan diri dari berbagai krisis yang melanda dunia saat ini, tidak lain dengan melepaskan diri dari kungkungan Ideologi Kapitalisme dan menggantinya dengan ideologi dan pandangan hidup yang benar. Sebuah wordview atau weltanschauung yang benar akan mengantarkan pada epistemologi sains yang benar dan akan melahirkan aksiologi yang tepat. Epistemologi sains yang benar tidak boleh bebas nilai, namun justru harus sarat dengan nilai-nilai dan aksiologi sains yang tepat harus diletakkan pada struktur yang mampu menerapkannya. Pilihan yang tepat tidak lain adalah Ideologi Islam sebagai epistemologi sains dan Institusi Pemerintahan Islam sebagai wahana aksiologi sains. Tidak ada yang lain. Dan ini yang baru diujicobakan di fakultas sains dan teknologi UIN Sunan Kalijga. Semoga menjadi perenungan bersama dan setidaknya bisa diterapkan oleh semua mahasiswa fakultas Sains danteknologi. Walaupun sekarang ini baru beberapa dosen yang mampu menerapkannya. Dan ini hendaknya dapat dijadikan sebagai evaluasi bersama untuk mengembangan UIN terutama di prodi Pendidikan Biologi untuk benar-benar dapat menerapkan integrasi biologi dan agama. Wallahu a’lam. Trimakasih...............

haniatussariafah

IHAN'S Blog mengatakan...

penerapan model integrasi sains dan teknologi di bidang biologi di UIN sumam kalijaga pada level ontologi(relisme, empiris), epistimologi (konsep), dan aksiologi (moral).

sebuah contoh yang bisa diangkat adalah pemggunaan matode pemuliaan tanaman dalam menghasilkan bibit unggul untuk pertanian. faktanya tumbuhan memiliki keanekaragaman plasme nutfah dan keanekaragaman gen yang dapat dikombinasikan menjadi tanaman yang memiliki sifat yang baik. misalnya: pengembangan varietas mangga dari mangga yang kecut dengan akar kuat dan mangga yang maanis dengan akar lemah. dengan metode sederhana misalnya stek (menyambung) dapat dilakukan. dewasa ini dilakukan rekayasa genetika untuk mengkombinasikan gen dari kedua tumbuha tersebut dan kultur jaringan untuk perbanyakan. maka penelitian semacam itu harus dilakukan untuk berbagai tumbuhan jenis lain. konsep-konsep genetika dan bitekologi serta kultur jaringan dapat dipakai untuk mengembangkan penelitian ini. di samping itu, alqur'an telah memmerintahkan untuk memanfaatkan segala macam ciptaan Allah berupa memerintahkan manusia untuk memanfaatkan hewan dan tumbuhan asal jangan melakukan kerusakan bagi mereka dan merusak alam. pada level moral telah ditemukan penyimpangan dengan rekayasa genetika yaitu mengkombinasikan antara gen hewan dan tumbuhan. hasil penelitian menunjukkan kerusakan dan alergi serta resiko kanker bagi pengkonsumsi tanaman hasil rekayasa genetik jenis ini. jelas nerupakan penyimpangan etika yang terjadi. padahal masih ada metode yang aman untuk merekayasa dan memperbanyak tumbuhan. dengan adanya metode tersebut sebagai pertanda rahnman dan rahim Allah memberi kesempatan untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan mempertahankan hidup manusia. maka pengembangan penelitian tresebut hendaknya harus selalu mempeertimbangkan etika untuk memperhatikan keselamatan manusia dan keseimbangan alam agar tidak terjadi kerusakan di muka bumi. wallahua'lam...

poenya tyuZ mengatakan...

Banyak sekali penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi, dan aksiologi, diantaranya yaitu penggunaan teknologi untuk merekayasa genetika dalam menciptakan suatu individu yang lebih sempurna. sebagai contoh adalah merekayasa janinyang divonis terkena penyakit tertentu jika lahir, sehingga dengan bantuan teknologi manusia dapat merekayasa gen bayi tersebut agar ketika bayi lahir dapat hidup normal. Namun terkadang permasalahan ini berbenturan dengan nilai agama tertentu, misalnya agama islam. mungkin bagi orang islam hal tersebut adalah berdosa untuk dilakukan, karena dapat dikatakan mengingkari takdir. Namun, jika dilihat dari pandangan sosial, hal tersebut diperbolehkan. Contoh lain dari penerapan integrasi sains dan agama dalam biologi adalah pelaksanaan bayi tabung. Menurut ulama agama islam, bayi tabung diperbolehkan selama sel telur dan sperma berasal dari pasangan yang bersangkutan.
Contoh diatas adalah sebagian contoh dari penerapan model integrasi sains dan agama dalam lingkup umum, dalam lingkup Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga nampaknya belum terlalu di terapkan. Mungkin hanya dalam sebatas teori-teori/materi dalam perkuliahan yang di integrasikan dengan al-Qur'an.
Kita berdo'a saja untuk kedepannya, Fakultas SAins dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga mampu menerapkan teknologi demi kemajuan bersama, sebab dilihat dari fasilitas yang ada sudah cukup memadai, yaitu Laboratorium yang disertai dengan peralatan yang canggih. Amin...

ima mengatakan...

Sejak saat pertumbuhannya, ilmu sudah terkait dengan masalah moral. Ketika Copernicus (1473—1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa "bumi yang berputar mengelilingi matahari" dan bukan sebaliknya seperti yang dinyatakan dalam ajaran agama maka timbullah interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan di pihak lain terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai) yang terdapat dalam ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan (nilai moral), seperti agama. ilmu mungkin bisa diibaratkan pedang bermata dua, bisa digunakan untuk kesejahteraan satu sisi bisa untuk membunuh.
Ilmu dalam teorinya harus memenuhi tiga hal, yaitu:
Ontologi. lmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Ontologi menjawab apa yang dikaji oleh pengetahuan itu.
Epistemologi. mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain / menjawab bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut
Aksiologi. aksiologi menjawab untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan.
Penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga adalah dilakukan dengan cara mengintegrasi interkoneksi antara ajaran-ajaran sains dan agama. Oleh karena itu pelajaran yang ada bukan hanya tentang sains semata tetapi tentang agama juga, agar keduanya dapat berjalan dengan seimbang.. Jadi, antara agama dan sains itu saling ada keterkaitan. karena UIN ingin menciptakan seorang saintis yang islami. Tetapi dalam masalah ini UIN masih mengalami kelemahan, karena realnya, untuk buku buku acuan yang banyak dipergunakan dalam biologi adalah buku2 karangan orang-orang barat, bukannya buku2 karangan pemuka islam zaman terdahulu.padahal buku karangan oarang islam tidak kalah baiknya dengan karangan orang barat,contohnya saja buku karangan ibnu shina yang mana semua masalah tentang biologi ada disitu. Sehingga kalau dilihat disini, UIN belum bisa sepenuhnya mengaplikasikannya.

Nurlaili mengatakan...

Penerapan model integerasi sains dan agama dalam biologi pada level Ontologi (menyangkut masalah mengapa suatu hal perlu di pelajari atau diteliti), Epistemologi (menyangkut metode suatu ilmu yang dipelajari) dan Aksiologi (menyangkut bagaimana suatu ilmu diterapkan) di UIN sunan kali jaga menurut saya untuk level ontologi saat ini sudah diterapkan melalui teori beberapa mata kuliah pelajaran seperti rekayasa genetika, biologi sel dan molekuler disertai dengan praktikumnya seperti dalam praktikum biologi sel dan molekuler yang bertujuan untuk mengetahui DNA dan Kloroplas pada tumbuhan. Dari teori dan praktikum tersebut kita dapat mengerti mengapa kita harus mempelajari suatu ilmu alam dan menelitinya. Namun penerapan ilmu sains belum sepenuhnya diterapkan di uin sunan kali jaga hal ini disebabkan karena adanya beberapa teori sains dan praktikumnya yang belum dapat di terima oleh agama, karena UIN sunan kali jaga merupakan Universitas berbasis islam sehingga teori dan praktikum yang ditentang oleh agama tidak diterapkan contohnya seperti rekayasa genetika dan cloning baik pada hewan maupun pada manusia. Untuk level epistemologi menyangkut metode suatu ilmu yang dipelajari, islam mengajarkan bahwa suatu ilmu harus dipelajari tanpa melanggar suatu hukum agama maka beberapa praktek tidak boleh dilakukan seperti cloning manusia. Sedangkan dari level aksiologi UIN sunan kali jaga belum menerapkan dan mengembangkan beberapa praktek yang berasal dari teori-teori sains tersebut. Akan tetapi teorinya tetap diterapkan seperti teori cara cloning manusia, teori ini diterapkan hanya untuk sekedar pengetahuan tetang teori teknologi yang semakin canggih sedangkan untuk praktek cloning manusia itu sendiri tidak di terapkan

IntanLailaHanum mengatakan...

Penerapan model integrasi sains dan agama dalam Biologi pada level Ontologi,Epistemologi dan Aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga!
Sebelum berbicara tentang penerapannya. terlebih dahulu kita harus mengetahui arti dari ketiga kata tersebut, yaitu: Ontologi membahas tentang masalah "keberadaan" (eksistensi) sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris. Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan. Aksiologi membahas masalah nilai atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan manusia. dalam penerapannya di fakultas saintek dapat dicontohkan dalam penggunaan mahluk hidup (selain manusia) dalam praktikum misal tumbuhan dan hewan. misal dalam penggunaan hewan (mermut/tikus)sebagai bahan penelitian, karena pada dasarnya mereka termasuk golongan mamalia, dan oleh karenanya hewan yang sering buat percobaan adalah mereka. dan percobaan-percobaan tersebut untuk perkembangan ilmu pengetahuan. misal untuk mengetahui pengaruh dari bahan yang ada toksiknya, pencernaan, pernapasan, dll.dalam hal ini praktikum tersebut haruslah sangat berguna dan bermanfaat untuk manusia. kaitannya dengan islam dalah ada ayat yang menyebutkan bahwa tumbuhan dan hewan boleh digunakan sebagai bahan praktikum dengan syarat hal tersebut tidak membuat makhluk itu menderita, namun dalam kenyataannya masih banyak praktikum yang membuat makhluk tersebut menderita, kenapa? misal pada mermut, mereka harus dilihat bagian alat reproduksinya, jadi mau tidak mau, mermut tersebut harus dibedah, dan terkadang walau sudah dibius detak jantungnya masih ada. nah yang perlu dipertanyakan, apakah dia masih menderita? walaupun begitu demi ilmu pengetahuan hal tersebut harus dilakukan. untuk itulah kita perlu untuk menyeimbangkan antara ilmu pengetahuan dengan agama agar dapat sejalan dan tetap berpedoman dengan perintah agama dan juga tetap menghargai mahluk Tuhan yang lain.

nurkhafidah mengatakan...

Penerapan model integrasi sains dan agama dalam bidang biologi pada level ontology (konkrit, realisme), epistemology (penerapan) dan aksiologi di fakultas sains dan teknologi UIN Sunan Kalijaga.
Dalam ilmu biologi, misalkan saja pada dunia hewan termasuk juga manusia, dan tumbuhan. Pada era baru seperti sekarang ini, ada banyak temuan baru yang berhubungan dengan biologi, misalnya saja teknik cloning gen pada hewan dan tumbuhan, rekayasa genetika, dan lain sebagianya. Dengan adanya rekayasa genetika, manusia bisa saja merubah suatu hal yang tidak mungkin terjadi ,menjadi mungkin untuk terjadi dan sesuatu yang matipun bisa dihidupkan kembali dengan adanya rekayasa genetika.
Menurut saya, untuk penerapan antara integrasi sains dan agama dalam bidang biologi, jika dipandang dalam level ontology, epistemology, dan aksiologi di UIN Sunan kalijaga khususnya fakultas sains dan teknologi masih belum sepenunya diterapkan. Berdasarkan ontologinya atau konkritnya untuk penerapan integrasi sains dan agama dalam bidang biologi belum terlihat, maksudnya saya sebagai mahasiswa biologi sendiri sampai sekarang belum merasa adanya saling keterkaitan ilmu (sains dan agama) yang diberikan oleh dosen (pihak fakultas). Dengan kata lain , penerapan atau epistemologinya masih belum diterapkan.
Selain itu epistemolgi islam mengajarkan bahwa suatu ilmu harus di pelajari dengan tanpa melanggar satu hukum syara’pun. Berdasarkan pandangan tersebut ada beberapa eksperimen atau percobaan yang dilarang, misalnya saja cloning pada manusia, karena hal tersebut sangat bertentangan dengan hukum islam. Meskipun demikian, walaupun mahasiswa tidak bisa atau tidak dapat melakukan praktik secara langsung, namun mahasiswa diberi pengetahuan ataupun teori tentang teknik rekayasa genetika dan kloning, dan gambaran mengenai rekayasa genetika dan cloning.
Sedangkan keterkaitan dengan aksiologi, yaitu bagaimana menerapkan ilmu sains dan agama, dapat dilihat dari segi dampak negative dan dampak positif yang terjadi jika ilmu sains diterapkan. Apakah nantinya akan berakibat baik untuk kehidupan atau malah sebaliknya. dengan demikian, semoga saja fakultas sains dan teknologi khusunya prodi biologi Uin sunan kalijaga Yogyakarta kedepannya lebih baik lagi, dan mampu menginterkoneksikan ilmu-ilmu sains dengan agama. Amien….

Pawit Riyadi mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Danang Kusnadi 007 mengatakan...

model integrasi sains dan agama dalam biologi untuk fakultas sains & tekhnologi di UIN Yogyakarta, dapat ditinjau pada beberapa level ontologi, epistemologi dan aksiologi.
1. ontologis
intagrasi pada level ini sejauh ini belum berjalan dengan baik dan cenderung masih dibawah normal, karena hanya pada beberapa hal saja.
2. epistemologi
integrasi pada level ini, lumayan cukup baik,karena mahasiswa dituntut untuk mandiri dalam mencari sumber ilmu, baik dalam Al-qur'an maupun media lain. dengan demikian diharapkan mahasiswa mampu mempunyai sebuah pegangan untuk mejawab segala sesuatu dengan sumber yang dan saling melengkapi.
3. aksiologi
integrasi pada level ini,karena penerapannya dapat di aplikasikan dalam lingkungan masyarakat sehingga diharapkan mahasiswa dalam menjawab tantangan masa kini tidak melenceng dari jalur sain dan berpegang pada agama sebagai pemebntuk akhlaq, sains tanpa agama akan kacau.

DD_Roesmanto_sing ndhuwe je...!! mengatakan...

Penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga!
1.Aksiologi, ialah Pertanyaan yang menyangkut antara lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional?
2.Ontologi, ialah Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.
3.Epistemologi, ialah Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Dalam 3 Level di atas maka penerapasn sains dan agama dalam bidang biologi di UIN Sunan Kalijaga, menurut saya:

Salah satu Universitas di Yogyakarta yang mengusung kebesaran Islam yakni Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Universitas ini mempunyai salah satu fakultasnya yang bernama Fakultas Sains & Teknologi yang menjadikan sains sebagai akar dari semua ilmu pengetahuan yang berimplementasi pada kemajuan teknologi serta menggunakan konsep ZIKR ( Zero based, Iman, Konsisten, dan Result Oriented) yang dipahami dan diterapkan dalam kehidupan kampus akan menempatkan lulusannya menjadi individu berpotensi unggul dan mampu mengintegrasikan serta interkoneksi ilmu pengetahuan pada rumpun sains dan teknologi dengan keislaman.
Sesuai Konsep ZIKR diatas berarti telah menantang Fakultas Sains & Teknologi guna memepersiapakan para mahasiswanya menjadi para pendidik yang mampu mengintegrasikan sains dan Islam sebagai suatu hal yang padu. Disamping itu, mempersiapakan para mahasiswanya juga untuk menjadi para ilmuwan muslim selanjutnya dalam berbagai bidang rumpun keilmuan, seperti: Biologi, Fisika, Kimia.
Pembukaan Fakultas Sains dan Teknologi mengiringi perubahan IAIN Sunan Kalijaga menjadi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dengan berdasarkan pada konsep ZIKR sebagai pijakannya, Fakultas Sains & Teknologi mengembangkan sepuluh program studi, yaitu: Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Teknik Informatika, Teknik Industri, Pendidikan Matematika, Pendidikan Fisika, Pendidikan Kimia dan Pendidikan Biologi.
Program Studi Pendidikan Biologi yang bertujuan mencetak sumber daya manusia yang unggul di bidang pendidikan biologi dengan dilandasi sikap profesional dan nilai-nilai Islam. Lulusan Prodi Pendidikan Biologi dapat menjadi tenaga pendidikan maupun peneliti pendidikan yang mampu menguasai ilmu maupun keterampilan bidang biologi dan kependidikan serta mampu mengintegrasikan dengan nilai-nilai Islam serta profesionalisme sehingga akan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
Peogram Studi Pendidikan Biologi ini sebenarnya sejalan dengan Program Studi Biologi namun bedanya pada cara mempersiapkan para lulusannya menjadi para pendidik dan non pendidik. Program Studi ini membuat cara untuk mengeterpadukan antara sains (biologi) dengan Islam yakni dengan adanya kurikulum yang setiap semesternya hampir ada penambahan mata kuliah keislaman yang diterpadukan dengan mata kuliah sains (biologi).
Sesuai kurikulum tersebut, nampaknya Program Studi ini sudah mencoba mengeterpadukan antara Islam dengan sains (biologi) dilihat dari cara-cara staf pengajar (dosen) yang mentransfer ilmu pada mata kuliah sains (biologi), yakni dengan suatu cara mambhasa suatau permasalahan menyangkut konsepsi Al-Qur’an dengan kehidupan makhluk hidup. Sebagai contoh yaitu: Dalam konsepsi Al-Qur’an pada surat Al Mu’minun (23) : 13. Dimana Alloh telah berfirman:
” Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim)). Pembahasan seperti ini akan banyak ditemukan dalam mata kuliah Biologi Umum I-II.
Selain itu, pada mata kuliah Histologi & Embriologi Hewan yang pada perkembangan janin di dalam rahim seorang ibu dimulai sejak terjadinya pembuhan sel telur oleh sperma. Peleburan sel telur dengan sperma disebut zigot. Zigot berkembang menjadi embrio dan embrio menjadi fetus. Disamping itu di dalam Al-Qur’an tahap-tahapan perkembangan bayi diterangkan di dalam surat Al Mukminun, 32; 12-14.

”Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu dari air mani (yang disimpan) dalam tempat kokoh(rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalau segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain. Maha Suci Alloh, Pencipta Yang Paling Baik”.
Pada mata kuliah genetika yang membahas tentang pewarisan sifat pada keturunan yang disebabkan oleh adanya perkawinan antara laki-laki dan perempuan, pada hal ini Al-Qur’an telah mengaturnya, dalam surat An Najm ayat 45-46 yang berbunyi:
“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.. Dari air mani, apabila dipancarkan”
Pada mata kuliah yang berkaitan dengan tumbuhan misalnya: Morfologi Tumbuhan , Anatomi & Embriologi Tumbuhan, Sistematika Tumbuhan. Yang alur pembahasannya mulai dari pengamatan/pengenalan bagian luar, bagian dalam serta siklus hidup dan pengelompokannya, juga terdapat pada Al-Qur’an yaitu pada surat Al An’am ayat 99 yang berbunyi:
“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”.
Selain itu masih banyak lagi mata kuliah sains yang erat kaitannya dengan Islam.Danke!!!

Unknown mengatakan...

Pada perkembangan biologi abad ini Banyak sekali penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi, dan aksiologi, diantaranya yaitu penemuan penisilin oleh Alexander flemming, penemuan rantai DNA double helix, penggunaan teknologi untuk merekayasa genetika dalam menciptakan suatu individu yang lebih sempurna. sebagai contoh adalah merekayasa janin yang divonis terkena penyakit tertentu jika lahir, sehingga dengan bantuan teknologi manusia dapat merekayasa gen ataupun dengan bayi tabung,bayi tersebut agar ketika bayi lahir dapat hidup normal. Namun terkadang permasalahan ini berbenturan dengan nilai agama tertentu, misalnya agama islam. mungkin bagi orang islam hal tersebut adalah berdosa untuk dilakukan, karena dapat dikatakan mengingkari takdir. Namun, jika dilihat dari pandangan sosial, hal tersebut diperbolehkan. Contoh lain dari penerapan integrasi sains dan agama dalam biologi adalah pelaksanaan bayi tabung.Di negara kita maupun di negara Jepang metode ini dilarang. Menurut ulama agama islam, bayi tabung diperbolehkan selama sel telur dan sperma berasal dari pasangan yang bersangkutan. Metode ini di negara kita diperbiolehkan dengan catatan ada kelainan janin misal produksi sperma yang terlalu rendah, kelainan rahim. Namun di negara Amerika , Inggris ,dsb boleh menggunakan sperma maupun ovum dari manapun. Hal ini menyebabkan kesulitan untuk merunut anak tersebut induknya siapa. Selain itu, jika ada penyakit genetik sulit untuk pendeteksian karena kita tidak tahu silsilah keturunan yang kita ambil sperma maupun ovum tersebut.
Contoh diatas adalah sebagian contoh dari penerapan model integrasi sains dan agama dalam lingkup umum, dalam lingkup Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga nampaknya belum terlalu di terapkan. Mungkin hanya dalam sebatas teori-teori/materi dalam perkuliahan yang di integrasikan dengan al-Qur'an. Sehingga dalam bioetika ini kita harus dapat memahami mana penemuan ,penelitian dll yang melanggar etika dan yang tidak dan apa integrasinya dengan islam dan sains sehingga bisa membangun iptek
Kita berdo'a saja untuk kedepannya, Fakultas SAins dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga mampu menerapkan teknologi demi kemajuan bersama, sebab dilihat dari fasilitas yang ada sudah cukup memadai, yaitu Laboratorium yang disertai dengan peralatan yang canggih tinggal SDM -nya yang perlu ditingkatkan, karena apalah artinya fasilitas tang lengkap aakan yetepi kita kurang bisa memanfaatkan.

arf_11 mengatakan...

Penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga, yakni sebuah contoh yang bisa diangkat adalah Rekayasa genetis pada ternak serta teknologi pangan transgenik masih menjadi bahan perdebatan etika. Penerapan teknologi tersebut bisa meningkatkan produksi demi mencukupi kebutuhan pangan umat manusia, tetapi sering kali tidak sejalan dengan keserasian alam dan nilai kemanusiaan.
Persoalan bioetika tersebut mengemukan dalam Konferensi Kesembilan Bioetika Asia yang pembukaannya berlangsung di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Senin (3/11). Mengusung tema ”Hidup Sehat dan Produktif, Serasian dengan Alam”, konferensi yang akan berlangsung selama lima hari itu menampilkan 100 pembicara dari 24 negara.
Dalam sambutannya, yang dibacakan Deputi Menteri Negara Riset dan Teknologi Bidang Pengembangan Sistem Iptek Nasional Amin Subandrio, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman menyebutkan, bioetika tidak hanya membahas dampak penelitian pada manusia, tetapi juga bagi organisme lain demi keserasian alam. Oleh karena itu, etis tidaknya penerapan rekayasa genetika yang menyiksa pada ternak hingga saat ini masih menjadi pertanyaan.
Kusmayanto menjelaskan, dengan rekayasa genetika, produksi ternak bisa meningkat pesat. Namun, rekayasa genetika juga diketahui membuat ternak menderita. Contohnya, suntikan hormon bovine somatotrophin (bST) pada sapi untuk meningkatkan produksi susu hingga 15 persen. Namun, seiring dengan itu, tingkat penyakit pada sapi pun meningkat sehingga umur sapi menurun. ”Etiskah kita menyiksa ternak demi memenuhi kebutuhan umat manusia?” ujar Kusmayanto.
Dari konferensi tersebut dapat diketahui adanya integrasi dan interkoneksi di fakultas sains dan teknologi khususnya diprogram studi Biologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada hari Senin, 3 November 2008. Tidak hanya sisi religi yang ditonjolkan namun level ontologi (relisme, empiris), epistimologi (konsep), dan aksiologi (moral) yang sekarang ini saling adanya keterkaitan yang kuat dan harus pintar-pintarnya kita menilai, memilih dan melangkah. Matakuliah yang diberikan tidak hanya mengenai ilmu pengetahuan saja namundiimbangi dengan adanya ilmu agama juga, agar keduanya dapat berjalan dengan seimbang (balanced). Sehingga antara sains dan agama ada integrasi dan interkoneksi, disinilah yang membedakan UIN Sunan Kalijaga dengan Universitas-universitas lainnya, disini diciptakan mahasiwa yang menjadi seorang saintis islami.

siti umi zulfa mengatakan...

perubahan status STAIN nenjadi IAIN yang kemudian meniscayakan adanya fakultas dan jurusan-jurusan
yang telah dikategorikan sebagai jurusan umum,telah menambah nuansa dan pemikiran baru dikalangan civitas akademia UIN.pandangan-
pandangan tentang fenomena alam dan pemikiran tentangnya selama initidak banyak dikenal ilmu-ilmu keagamaan
yang sering disampaikan oleh dosen-dosen eksakta(pada fakultas umum) baik dalam pperkuliahan maupun diskusi.
akan tetapi penbukaan jurusan umum di UIN, yang kemudian diikuti program rekrutmen terhadap dosen-dosen
yang kebaanyakan di ambilkan dari para sarjana lulusan PTN umum,dan lainya ternyatata bukan tanpa masalah.dapat dibayangkan jika seorang dosen menyatakan bahwa sumber ilmu adalah
indera dan metodenya adalah observasi, sementara yang lain menyatakan sumber ilmu adalah intuisi(kasyf)
bangunan ontologis islam ternyata berbeda dengan apa yang dipahami oleh tradisi barat yang hanya mengakui realitas fisik
atau mengaaggap bahwa realitas ini bersifat mental.ontologi islam menyatakan bahwa realitas islam tidak hanya bersifat fisik
tetapi juga metafisik.lebih dari itu, alam fisik bukan realitas sesungguhnya melainkan hanya bayangan dari realitas metafisik.

Pawit Riyadi mengatakan...

Penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga!
Manusia telah memikirkan asal-usulnya selama ribuan tahun, melalui proses berfikir yang rumit dan terus-menerus. Kecenderungan manusia untuk terus memikirkan sesuatu menghasilkan muaranya yang dikenal sebagai filsafat, Filsafat bukan ilmu pasti seperti ilmu alam, namun juga bukan pula kepercayaan yang tidak berdasar, filsafat dapat disebut sebagai “seni perkiraan rasional” (Russel; 2002:1)Filsafat ilmu adalah telaah ilmu secara filsafat untuk menjawab berbagai macam pertanyaan tentang hakikat berbagai macam ilmu, hal ini menyangkut objek yang ditelaah oleh Ilmu tersebut (Ontologi), Cara memperoleh ilmu (Epistemologi) dan untuk apa Ilmu digunakan (Aksiologi). Melalui filsafat, ilmu berkembang lebih pesat, peningkatan pengetahuan dilakukan untuk menjawab berbagai macam pertanyaan yang menyusul muncul setiap selesai satu ilmu dilahirkan.
A. Epistemologi Rekayasa Genetika
Disini diuraikan tentang bagaimana teknik rekayasa genetika diperoleh, Objek apa saja yang menjadi telaahan rekayasa genetika, dan apa batasan kebenaran penerapan rekayasa genetika ditinjau dari berbagai dimensi pengetahuan.
B. Ontologi Rekayasa Genetika
Disini dibicarakan mengenai Hakikat Rekayasa Genetika dan Struktur Keilmuan Rekayasa Genetika.
Ontologi titik tolak penelaahan ilmu didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki oleh seorang ilmuwan. Sikap ini dibedakan menjadi 2, yaitu materialisme dan spiritualisme.
C. Aksiologi Rekayasa Genetika
Disini dibahas mengenai manfaat dan kerugian penggunaan rekayasa genetika.
Teknologi rekayasa genetika dibutuhkan untuk berkembang selama dalam koridor tanggungjawab moral dan sosial para ilmuwan yang mengembangkannya, diperlukan ilmuwan yang bijak dalam upayanya mengembangkan keilmuan namun dengan tetap mengindahkan keseimbangan ekologis (saat ini disponsori PBB telah ditandatangani Protocol Cartagena) untuk melindungi biodiversitas ekosistem, namun juga tetap memberikan tempat bagi para ilmuwan untuk terus berkiprah meningkatkan kehidupan yang lebih baik.
Dalam pemanfaatan lingkungan awam, diperlukan opini publik bahwa penggunaan produk rekayasa genetika harus memiliki aturan tertentu yang dituangkan dalam bentuk undang undang yang mengikat dan menyeluruh.

PAWIT RIYADI/06680021
Wasslamu'alaikum.....

puji mengatakan...

berpindahnya IAIN menjadi UIN adalah menjadi satu titik awal menuju ke peradaban yang lebih maju. dalam hal ini dibutuhkan keseimbangan penerapan model integrasi antara sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi dan aksiologi fakultas sains dan teknologi UIN sunsn kalijaga. dalam penerapanya pada level ontologi ini diartikan sebagai teori yang mengiringi proses penerapan yaitu mata kuliah tentang biologi tetapi tetap menginduk pada koridor agama, misalnya bioetika, genetika anatomi hewan dan lain sebagainya. menurut saya biologi sudah menuju kesitu yang artinya secara ontologi sudah masuk. pada level epistemologi, merupakan metode yang digunakan guna memperkuat teori pada level ontogoni, pada level ini, di butuhkan metode yang matang karena sebagai dasar bagi yang lain, epistemologi bisa dikatakan sebagai level tekstual yang artinya teori harus punya pegangan yaitu al-Qur'an, hadits, ijma' , Qiyas dan sebagainya. ilmu sains tanpa didasari ilmu agama adalah tidak akan berkembang begitupun sebaliknya. pada level ini UIN sudah bisa dikatakan bisa tetapi masih sangat minim karena mungkin kurangnya referensi atau buku-buku yang bisa menunjang. pada level terkhir yaitu aksiologi, yaitu aplikasi atau terapan dari lvel 1 dan 2, menurut saya UIN sudah melakukan yaitu dengan melakukan praktikum sesuai teori yang ada, disamping itu juga di lakukan riset atau penelitian. semunya butuh proses untuk menuju hal yang lebih baik,amin.

ROman mengatakan...

Abad ke-21 Masehi, diwarnai dengan kecemerlangan pembangunan aspek fisik yang luar biasa maju. Teknologi setingkat nano, teknologi pada aspek-aspek hidup (bio), juga teknologi informasi dan komunikasi mengalami akselerasi yang mencengangkan. Perkembangan sains, yang menjadi pondasi dan mesin bagi perkembangan teknologi, berkembang dalam hitungan detik. Dalam kondisi demikian, teknologi yang direkayasa sebagai alat pemuas kebutuhan manusia dan bersifat praktis, mestinya mampu memberikan kenyamanan, kemudahan dan ketentraman bagi manusia. Namun faktanya, ketentraman dan kesejahteraan umat manusia tidak linier dengan kemajuan teknologi ini.
Penemuan Einstein, yang dinobatkan sebagai penemuan hebat abad ini, kini lebih banyak mendorong terjadinya genocide di berbagai belahan bumi dan memancing pertikaian seputar kelestarian lingkungan dan kepemilikan senjata penghancur massal ini. Hasil rekayasa genetika (GMO) di bidang biologi, sudah sedemikian ‘gila’-nya berlangsung dan menimbulkan ekses negatif luar biasa bagi umat manusia. Teknologi kloning, baru terbukti menimbulkan beragam penyakit menular dan bawaan pada hewan termasuk kambing Dolly.

ROman mengatakan...

Abad ke-21 Masehi, diwarnai dengan kecemerlangan pembangunan aspek fisik yang luar biasa maju. Teknologi setingkat nano, teknologi pada aspek-aspek hidup (bio), juga teknologi informasi dan komunikasi mengalami akselerasi yang mencengangkan. Perkembangan sains, yang menjadi pondasi dan mesin bagi perkembangan teknologi, berkembang dalam hitungan detik. Dalam kondisi demikian, teknologi yang direkayasa sebagai alat pemuas kebutuhan manusia dan bersifat praktis, mestinya mampu memberikan kenyamanan, kemudahan dan ketentraman bagi manusia. Namun faktanya, ketentraman dan kesejahteraan umat manusia tidak linier dengan kemajuan teknologi ini.
Penemuan Einstein, yang dinobatkan sebagai penemuan hebat abad ini, kini lebih banyak mendorong terjadinya genocide di berbagai belahan bumi dan memancing pertikaian seputar kelestarian lingkungan dan kepemilikan senjata penghancur massal ini. Hasil rekayasa genetika (GMO) di bidang biologi, sudah sedemikian ‘gila’-nya berlangsung dan menimbulkan ekses negatif luar biasa bagi umat manusia. Teknologi kloning, baru terbukti menimbulkan beragam penyakit menular dan bawaan pada hewan termasuk kambing Dolly.

meeda_geuliz mengatakan...

Penerapan model integerasi sains dan agama dalam biologi pada level Ontologi (suatu hal perlu di pelajari atau diteliti), Epistemologi (suatu ilmu yang dipelajari) dan Aksiologi (suatu ilmu yang harus diterapkan) di UIN Sunan Kalijaga.
Menurut pendapat saya penerapan integrasi sains dan agama sudah mulai diterapkan di UIN sunan kalijaga meskipun belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan apa yang di inginkan. Perbincangan tentang urgensitas mendialogkan dua hal yang dulu dianggap bermusuhan secara diametral, antara sains dan agama, mulai mendapatkan momennya. Ada banyak pemikir yang menyambut gembira dipulangkannya lagi Tuhan dalam pengembaraan panjang manusia menguak rahasia semesta. Mereka juga meyakini perlunya harmonisasi keduanya (sains dan agama), bukan hanya dalam kerangka membangun ‘equilibrium’ antara aspek material dengan sudut spiritual manusia. Akan tetapi ia juga dalam upaya merangkul masing-msing pihak untuk mampu menimbang, membaca sekaligus mendewasakan ulang keberadaan mereka di zaman yang terlampau kalut ini. Di antara banyak pemikir tersebut, Ian G. Barbour adalah satu dalam sekian nama yang terus consist menyerukan perlunya proses integrasi antara sains dan agama berhasil membuat kerangka cakrawala pemikiran baru, bahwa persoalan tersebut tidak hanya bisa dilihat dari kerangka konflik antara teori evolusi dan doktrin kitab suci, melainkan juga bisa ditinjau dari disiplin sains yang lain semisal, biologi molekular, neurosains, mekanika kuantum, hingga teori dissipative structures. Point penting dari hal ini adalah, Barbour ingin menunjukkan bahwa mewujudkan kerangka integratif antara pemahaman agama dan implikasi filosofis dari sains bisa dibeberkan melalui banyak hal.Di penghujung abad 19, dunia penelitian ilmiah, setelah mengumumkan akhir penguakan rahasia semesta (the end of physic, the end of science), tiba-tiba diliputi kebingungan atas berbagai bentuk fenomena alam yang luput dari unifikasi teori yang ada. Apa yang kemudian dijemput oleh dunia penelitian ilmiah adalah beragam kenyataan relatif tentang entitas semesta yang saling terkait. Bukan sebentuk bangunan absolut, tanpa perubahan dengan balok-balok yang bisa diteliti, diurai, dibongkar-pasang setiap saatnya, melainkan sebuah jaringan ketidakpastian, organisme hidup yang sanggup memperbaharui diri dan terus menunjukkan quanta keajaiban. Sejenis meta-dialektik semesta yang meradang absolutisme kalkulis. Penjelasan komprehensif akan rahasia hukum dan kebetulan (law and chance) peristiwa aktual, tidak boleh didominasi oleh sains belaka, tetapi mesti didampingi oleh grammatologi uraian yang lain.Bentuk pengagungan nalar yang terekam dalam pola perumusan kebenaran yang pada akhirnya merajai benak orang-orang di zaman modern. Fakta yang yang paling menyuramkan atas hal tersebut adalah hilangnya kepercayaan orang-orang atas simbol mitik religi dan sekularisme. Sains modern menjadi sedemikian otonom dalam menopang hasrat menusia menjelajahi kemungkinan matematis semesta. Tidak hanya itu, ia lantas mengidap dalam dirinya sejenis phobia akan timbulnya kembali epidemi doktrinal kitab suci akan penjelasan semesta. (meeda_06680006_p.bio)

iis murtiana mengatakan...

Penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga!
transformasi IAIN (Institut Agama Islam Negeri) menjadi UIN (Universitas Islam Negeri), wacana tentang kaitan antara ilmu dan agama mendapatkan bentuk praktisnya. Jawaban atas persoalan-persoalan dalam wacana “sains dan agama” akan menentukan arah pengembangan universitas-universitas tersebut, hingga mempengaruhi kurikulumnya. Tema “integrasi ilmu dan agama” juga merupakan tema yang popular
Biologi merupakan salah satu ilmu sedikit banyak mengamnbil dari sumber-sumber terdahulu dan juga alam secara lansung. Banyak kejadian-kejadian di alam yang terjadi karena perilaku orang-orang biologi.Seprti contohnya pengambilan sampel untuk percobaan yang kadang merusak keseimbangan alam itu sendiri.Agama menyuruh manusia untuk memenfaatkan ilam sebanyak-banyaknya, tapi tidak untuk merusak alam……….. Dalam hala ini bioetika ingin memunculkan masalh ini kepermukaan, agar ornag-orang biologi tidak memperlakukajn alam dengan semena-mena. Pada level ontology, epistemology dan aksiologi, biologi berusaha mengaitkan antara apa yang ada di Al_Qur’an dan kejadian-kejadian baru yang dulu sebenarnya mungkin telah terjadi tapi menusia belum memahaminya secara detil.
Aktifitas mengamati untuk memahami alam semesta, kini dipahami sebagai aktifitas ilmiah. Banyak pemikir Muslim pun kerap menyebut banyaknya ayat-ayat seperti itu untuk menunjukkan betapa Al-Qur'an amat menghargai sains, dan tak ada pertentangan antara kesetiaan umat Islam kepada kitab sucinya dengan upaya empiris dan rasional memahami alam. Metafora “tanda” (ayat) menyimpan pengertian bahwa makna tanda bukanlah terletak pada dirinya sendiri, namun ada pada sesuatu di luar dirinya, yang ditunjukkan oleh tanda itu. Sebagaimana disampaikan oleh ayat-ayat di atas, memperhatikan tanda-tanda Tuhan di alam semesta sudah selayaknyalah membawa manusia mendekat kepada Tuhan.

eny mengatakan...

Penerapan model intragrasi sains dan agama dalam level ontologi, epistemologi dan aksiologi yang ada di UIN Sunan Kalijaga. Menurut saya hal tersebut sudah mulai di lakukan terbukti dengan menghubungkan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah ada di dalam al-Quran dan hadis serta ilmu-ilmu agam yang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari di UIN Sunan Kalijaga sudah menerapkan adanya hubungan itregrasi dan interkoneksi walau hanya sebatas pada materi yang disampaikan saja.
Secara sederhana ontologi dapat diartikan sebagai ilmu yang menggunakan pemahaman secara nyata tentang apa yang telah dillihat oleh indera. Sebagai contoh yaitu masalah yang sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari tentang penggunaa tumbuhan sebagai bahan praktikum. Dalam hal ini praktikan hanya menggunakan tumbuhan tersebut untuk memahami tentang morfologi tumbuhan tersebut dan di cocokan dengan apa yang telah ada dibuku. Penggunaan tumbuhan sebagai bahan praktikum tentunya masih menggunakan etika yang telah ada dengan jalan tidak merusak tumbuhan tersebut.
Sedangkan maslah epistemologi menyangkut masalah-masalah yang berhubungan dengan pengetahuan. Dalam hal ini ada empat cara yang di gunakan dalam memperoleh pengehatuan yaitu: Empirisme, Rasionalisme, Fenomenalisme, Intusionisme.
Empirisme adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman langsung. Hal ini berkaitan erat dengan level ontologi yang menggunakan indera sebagai alat untuk memahaminya. Rasionalisme mengatakan bahwa sumber pengetahuan berasal dari akal. Yang berarti bahwa segala ilmu yang kita miliki itu sudah ada di diri kita tinggal kita mengembangkannya sehingga kita menjadi tahu. Segala macam kebenaran hanya ada dalam otak kita/pikirab kita. Fenomenalisme mengganggap bahwa pengetahuan itu berasal dari pengalaman. Jika kita tidak mempunyai pengalaman tentang suatu hal, tentunya kita tidak akan tahu tantang sesuatu yang ada/pernal terjadi. Intusionalisme adalah cara dalam memperoleh pengetahuan dengan cara melukiskan sesuatu yang telah dia miliki, sehingga dia dapat mengetahui secara langsung dan sekttika.
Sedangkan aksiologi adalah penerapan ilmu untuk pengetahuan/penerapan dari apa yang telah didapat.
Sebagai contoh dari penerapan dari level ontologi, epistemologi dan aksiologi tersebut adalah mengaitkan materi yang di pelajari dengan pengetahuan yang ada dilingkungan serta dengan apa yang ada di dalam norma-norma yang ada dalam lingkungan. Sebenarnya banyak kasus-kasus yang berhubungan antara sain dan agama. Seperti halnya dalam kasus rekayasa genitik untuk mendapatkan sesuatu yang lebih bagus.dalam memahami hal ini kita tidak hanya memahami ilmu sebagai sains belaka namun juga harus melihat dari sudut pandang agama serta lingkungan dan masyarakat pada umumnya. Sehingga ilmu itudapat berjalan beriringan. (E. Yuliati, P. Bio 06680012)

eny mengatakan...

Penerapan model intragrasi sains dan agama dalam level ontologi, epistemologi dan aksiologi yang ada di UIN Sunan Kalijaga. Menurut saya hal tersebut sudah mulai di lakukan terbukti dengan menghubungkan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah ada di dalam al-Quran dan hadis serta ilmu-ilmu agam yang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari di UIN Sunan Kalijaga sudah menerapkan adanya hubungan itregrasi dan interkoneksi walau hanya sebatas pada materi yang disampaikan saja.
Secara sederhana ontologi dapat diartikan sebagai ilmu yang menggunakan pemahaman secara nyata tentang apa yang telah dillihat oleh indera. Sebagai contoh yaitu masalah yang sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari tentang penggunaa tumbuhan sebagai bahan praktikum. Dalam hal ini praktikan hanya menggunakan tumbuhan tersebut untuk memahami tentang morfologi tumbuhan tersebut dan di cocokan dengan apa yang telah ada dibuku. Penggunaan tumbuhan sebagai bahan praktikum tentunya masih menggunakan etika yang telah ada dengan jalan tidak merusak tumbuhan tersebut.
Sedangkan maslah epistemologi menyangkut masalah-masalah yang berhubungan dengan pengetahuan. Dalam hal ini ada empat cara yang di gunakan dalam memperoleh pengehatuan yaitu: Empirisme, Rasionalisme, Fenomenalisme, Intusionisme.
Empirisme adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman langsung. Hal ini berkaitan erat dengan level ontologi yang menggunakan indera sebagai alat untuk memahaminya. Rasionalisme mengatakan bahwa sumber pengetahuan berasal dari akal. Yang berarti bahwa segala ilmu yang kita miliki itu sudah ada di diri kita tinggal kita mengembangkannya sehingga kita menjadi tahu. Segala macam kebenaran hanya ada dalam otak kita/pikirab kita. Fenomenalisme mengganggap bahwa pengetahuan itu berasal dari pengalaman. Jika kita tidak mempunyai pengalaman tentang suatu hal, tentunya kita tidak akan tahu tantang sesuatu yang ada/pernal terjadi. Intusionalisme adalah cara dalam memperoleh pengetahuan dengan cara melukiskan sesuatu yang telah dia miliki, sehingga dia dapat mengetahui secara langsung dan sekttika.
Sedangkan aksiologi adalah penerapan ilmu untuk pengetahuan/penerapan dari apa yang telah didapat.
Sebagai contoh dari penerapan dari level ontologi, epistemologi dan aksiologi tersebut adalah mengaitkan materi yang di pelajari dengan pengetahuan yang ada dilingkungan serta dengan apa yang ada di dalam norma-norma yang ada dalam lingkungan. Sebenarnya banyak kasus-kasus yang berhubungan antara sain dan agama. Seperti halnya dalam kasus rekayasa genitik untuk mendapatkan sesuatu yang lebih bagus.dalam memahami hal ini kita tidak hanya memahami ilmu sebagai sains belaka namun juga harus melihat dari sudut pandang agama serta lingkungan dan masyarakat pada umumnya. Sehingga ilmu itudapat berjalan beriringan. (E. Yuliati, P. Bio 06680012)

restu mengatakan...

1. Ontologi membahas tentang masalah "keberadaan" atau eksistensi sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris dengan kata lain bahwa ontologi menyangkut pada masalah kenapa sesuatu hal itu perlu diteliti. Di fakultas saintek sendiri khususnya dalam biologi, contoh seperti mata kuliah bioetika, genetika, anatomi hewan merupakan suatu perwujudan dari ontologi yang mana saintek berjalan tidak hanya berdasarkan ilmu tertentu saja tetapi di gabungkan juga dengan ilmu-ilmu agama sehingga dapat diketahui mengapa ilmu tertentu perlu dipelajari.

2. Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan dengan kata lain bahwa epistemologi menyangkut metode suatu ilmu yang dipelajari. Di fakultas sain dan teknologi mahasiswa dituntut untuk mandiri dalam mencari sumber ilmu, baik dalam Al-qur'an maupun media lain, dengan demikian diharapkan mahasiswa mampu mempunyai sebuah pegangan untuk mejawab segala sesuatu dengan sumber yang ada antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat saling melengkapi. Epistemologi merupakan metode yang digunakan guna memperkuat teori pada level ontoloni. Epistemologi bisa dikatakan sebagai level tekstual yang artinya teori harus punya pegangan yaitu al-Qur'an, hadits, ijma' , Qiyas dan sebagainya.

3. Aksiologi membahas masalah nilai atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan manusia atau dengan kata lain merupakan penerapan dari ontologi dan epistemologi. Di fakultas saitek sendiri sudah dapat mewujudkan hal tersebut yang dilakukan dengan adanya praktikum-praktikum dan penelitian tertentu yang di lakukan mahasiswanya walau pun masih jauh dari sempurna. Tetapi saintek pada saat ini sedang berjalan untuk menjadi yang lebih baik, dan akan mencapai yang terbaik.

AMIEN…..


RESTU IARAMI 06640020

Suryati_P.Bio mengatakan...

Penerapan model Integrasi Sain dan Islam pada level ontology, epistemology dan aksiologi khususnya bidang biologi di Fakultas Saintek UIN Sunan Kalijaga dapat dibilang belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari buku-buku pedoman pembelajaran, sebagian besar berasal dari orang non-Islam. Bagaimana mahasiswa atau dosen dapat memiliki pemahaman yang baik tentang integrasi jika buku yang dipakai berasal dari non- islam, walaupun kita tidak menafikan bahwasannya penggunaan sumber-sumber itu juga benar adanya tetapi setidaknya ada yang berasal dari pemikiran ilmuwan Islam. Salah satu bentuk interaksi yang telah diterapkan yaitu ketika pembelajaran dosen di kelas sudah mengaitan ayat-ayat Al Quran atau hadist yang sesuai dengan materi, itupun pada dosen-dosen tertentu. Saya sebagai mahasiswi biologi juga belum merasakan adanya interaksi pada level-level itu. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pemahaman dari pihak dosen maupun mahasiswa yang latar belakangnya dari umum, keterbatasan sarana dan parasarana, SDM dan lain sebagainya sehingga penerapan integrasi dan interkoneksi belum maksimal.

Suryati_P.Bio mengatakan...

Penerapan model Integrasi Sain dan Islam pada level ontology, epistemology dan aksiologi khususnya bidang biologi di Fakultas Saintek UIN Sunan Kalijaga dapat dibilang belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari buku-buku pedoman pembelajaran, sebagian besar berasal dari orang non-Islam. Bagaimana mahasiswa atau dosen dapat memiliki pemahaman yang baik tentang integrasi jika buku yang dipakai berasal dari non- islam, walaupun kita tidak menafikan bahwasannya penggunaan sumber-sumber itu juga benar adanya tetapi setidaknya ada yang berasal dari pemikiran ilmuwan Islam. Salah satu bentuk interaksi yang telah diterapkan yaitu ketika pembelajaran dosen di kelas sudah mengaitan ayat-ayat Al Quran atau hadist yang sesuai dengan materi, itupun pada dosen-dosen tertentu. Saya sebagai mahasiswi biologi juga belum merasakan adanya interaksi pada level-level itu. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pemahaman dari pihak dosen maupun mahasiswa yang latar belakangnya dari umum, keterbatasan sarana dan parasarana, SDM dan lain sebagainya sehingga penerapan integrasi dan interkoneksi belum maksimal.

Unknown mengatakan...

penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologt ,epistemologi dan aksiologi di fakultas Sains dan teknologi UIN SUKA....
menurut saya belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan banyak sekali model penerapan integrasi sains dan islam Konsep integrasi keilmuan memiliki signifikansi untuk penyatuan kembali ilmu-ilmu Islam dengan sains & teknologi. Mengacu pada Barbour (2002)*1, konsep ?Integrasi? merupakan salah satu bentuk hubungan antara agama (kepercayaan pada Tuhan) dengan sains yang profan. Dalam sejarah Eropa, Barbour memetakan hubungan antara agama dengan sains menjadi: konflik, independensi, dialog, dan integrasi. Barbour memilih pola integrasi, artinya ?kemitraan yang sistematis dan ekstensif antara sains dan agama.? Kedalaman eksplorasi sains terhadap alam semakin membuktikan keyakinan agama..

Sejalan dengan Barbour, integrasi mengandung arti bahwa ketinggian kemampuan penguasaan sains berhubungan secara linier dengan kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyah) dan penguasaan tsaqofah Islam sebagai patokan bertindak. Pemisahan sains dari keimanan, tulis Mutahhari, menyebabkan kerusakan. Keimanan mesti dikenali lewat sains; keimanan bisa tetap aman dari berbagai takhayul melalui pencerahan sains. Keimanan tanpa sains berakibat fanatisme dan kemandekan.

Sains merupakan pengetahuan sistematis dan terorganisir yang mensyaratkan observasi serta bersifat empiris, seperti fisika, kimia, dan biologi. Sains diintegrasikan dengan Teknologi, dimana teknologi merupakan ilmu pengetahuan tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam sekitar bagi kesejahteraan umat manusia, seperti halnya bioteknologi, nano teknologi, teknologi informasi dan komunikasi dan sebagainya.

Upaya mewujudkan integrasi keislaman dengan sains & teknologi menjadi masalah tersendiri. Sains modern cenderung berkembang dengan watak sekular-materialistik sebagai akibat luasnya pengaruh “positivisme“. Di samping itu, sains dan teknologi telah mengalami spesialisasi sedemikian rupa dengan kecenderungan pragmatis, yakni penguasaan sains dan teknologi di tingkat hilir tanpa memperhatikan landasan filosofis sebagai dasar bangunan sains. Di kalangan perguruan tinggi Islam, seperti UIN, IAIN dan STAIN, upaya mewujudkan integrasi keilmuan berhadapan dengan pemahaman Islam yang terpilah-pilah akibat semangat kompartementalisasi.

seperti balam ilmu biologi danyak sekali ayat-ayat Alquran yang membahas tantang ilmu Allah satu ini. tapi sekarang faktanya berbanding terbalik buku- buku yang kita gunakan sebagai referensi semua berasal dari dunia barat, apa kata dunia kalau kita terus menerus begini, seharusnya kita bisa mengembalikan kejayaan islam beberapa abad yang lalu apalagi islam merupakan agama mayoritas dinegeri ini, ya semoga...insyaallah

reefa_blogspot@yahoo.co.id mengatakan...

Nama : Siti Rifa’atul Mahmudah
NIM : P. Biologi / 06680013

Penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi, dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah ….
Sains merupakan akar dari semua ilmu pengetahuan yang berimplementasi pada kemajuan teknologi. Dengan menggunakan konsep ZIKR (Zero based, Iman, Konsisten, dan Result Oriented) yang dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehingga menjadi individu berpotensi unggul dan mampu mengintegrasi interkoneksi ilmu pengetahuan pada rumpun sains dan teknologi khususnya Biologi dengan nilai-nilai keislaman sehingga akan bermanfaat bagi dirinya maupun masyarakat dan penerapan cara penggunaan dalam Biologi ini dilandasi dengan kaidah-kaidah etika, moral, dan nilai-nilai islam yakni dengan adanya mata kuliah sains biologi diterpadukan dengan islam ataupun sebaliknya, agar lulusan Biologi ini dapat menjadi saintis islam yang unggul dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guna mencapai tujuan tersebut maka di Fakultas Sains dan Teknologi ini didukung oleh laboratorium terpadu untuk semua prodi didalamnya, dengan result oriented mengutamakan pencapaian sasaran yang diridloi Allah atau Mardhatillah.

reefa_blogspot@yahoo.co.id mengatakan...

lanjutan ....
Contohnya di mata kuliah Bioetika ini yang menghubungakan Biologi dengan nilai etika atau moral dengan agama atau mata kuliah yang lain salah satunya misalnya; dalam mata kuliah Histologi Embriologi Hewan yang mana dihungkan dengan al Qur’an dalam terjadinya manusia atau embrio atau matakuliah lain misalnya Evolusi yang mana manusia berasal dari kera yang dihubungkan dengan al Qur’an bahwa manusia pertama adalah Nabi Adam AS.

Darsikin mengatakan...

penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga!

Menurut saya bila dilahat dari segi tersebut UIN fakultas sains dan teknologi khususnya di biologi sangat mempunyai potensi menginteraksikan antara ilmu sains dengan al-Qur’an karena bila dilihat dari isi wacana sejarah UIN yang dulu IAIN adalah salah satu universitas yang berbasis agamis dan selalu mengembangkan pengetahuannya, dan adanya fakultas sains dan teknologi, itu merupakan suatu gebrakkan yang di perlihatkan UIN pada perkembangan jaman yang semakin modern, adanya hal ntersebut tidak menutup kemungkinan fakultas sains dan teknologi akan memperpadukan antara ilmu sains dan teknologi(ilmu umum) dengan ilmu agama.

Bila dilihat segi agama banyak suatu yang misteri yang diperlihatkan pada al- Qur’an dan hadist untuk kemaslakatan manusia untuk meneliti dari isi atau makna dari ayat-ayat tersebut mengenai kebenaranya. Misalnya suatu ayat al- Qur’an yang tidak memboleh kan untuk memakan dan mengkonsumsi daging babi, ternyata dalam suatu penelitian yang diteliti oleh orang barat, hasil dari penelitiannya tersebut terdapat cacing pita dalam organ babi dan bila termakan oleh manusia akan berdampak negativ atau timbulnya suatu penyakit. Contoh dari hal diatas adalah suatu cahaya bagi mahasiswa fakultas sains dan teknologi khususnya prodi biologi untuk mengadakan experimen dengan mrnguji makna yang tersirat dalam ayat-ayat al-Qur’an untuk diteliti dan dimanfaatkan untuk kesejahtraan manusia. Hal tersebut sangat mungkin terjadi karena fakultas sains dan teknologi mempunyai laboratorium yang cukup mumpuni untuk suatu experiment, dan juga adanya dosen-dosen sebagai penunjang teori suatu experiment, bila dilihat dari sejarah riwayat para dosen mereka juga alumnus dari universitas yang ternama, misalnya UGM, universitas Canada dan lain-lain.

Sesuatu yang tidak mungkin, akan mungkin terjadi bila ada ke inginan untuk mengubah. Hal itu sangat mungkin terjadi.

lulugitu mengatakan...

lulu berkata...
tugas bioetika 2
Penerapan model integrasi sains dan agama dalam biologi pada level ontologi, epistemologi, dan aksiologi di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah ….
Sains merupakan akar dari semua ilmu pengetahuan yang berimplementasi pada kemajuan teknologi. Dengan menggunakan konsep ZIKR (Zero based, Iman, Konsisten, dan Result Oriented) yang dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehingga menjadi individu berpotensi unggul dan mampu mengintegrasi interkoneksi ilmu pengetahuan pada rumpun sains dan teknologi khususnya Biologi dengan nilai-nilai keislaman sehingga akan bermanfaat bagi dirinya maupun masyarakat dan penerapan cara penggunaan dalam Biologi ini dilandasi dengan kaidah-kaidah etika, moral, dan nilai-nilai islam yakni dengan adanya mata kuliah sains biologi diterpadukan dengan islam ataupun sebaliknya, agar lulusan Biologi ini dapat menjadi saintis islam yang unggul dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guna mencapai tujuan tersebut maka di Fakultas Sains dan Teknologi ini didukung oleh laboratorium terpadu untuk semua prodi didalamnya, dengan result oriented mengutamakan pencapaian sasaran yang diridloi Allah atau Mardhatillah. Hal ini dapat dilihat dari buku-buku pedoman pembelajaran, sebagian besar berasal dari orang non-Islam. Bagaimana mahasiswa atau dosen dapat memiliki pemahaman yang baik tentang integrasi jika buku yang dipakai berasal dari non- islam, walaupun kita tidak menafikan bahwasannya penggunaan sumber-sumber itu juga benar adanya tetapi setidaknya ada yang berasal dari pemikiran ilmuwan Islam. Salah satu bentuk interaksi yang telah diterapkan yaitu ketika pembelajaran dosen di kelas sudah mengaitan ayat-ayat Al Quran atau hadist yang sesuai dengan materi, itupun pada dosen-dosen tertentu.

terus ini yang pertama coz dulu lewat email pak...
(‘ulum al-bayan) merupakan sistem epistemologi yang paling awal muncul dalam pemikiran Arab. Ia menjadi dominan dalam bidang keilmuan pokok (indiginus), seperti filologi, yurisprudensi, ilmu hukum (fikih) serta ‘ulum al-Quran , teologi dialektis (kalam) dan teori sastra nonfilosofis. Sistem ini muncul sebagai kombinasi dari pelbagai aturan dan prosedur untuk menafsirkan sebuah wacana (interpreting of discourse) Sistem ini didasarkan pada metode epistemologis yang menggunakan pemikiran analogis, dan memproduksi pengetahuan secara epistemologis pula dengan menyandarkan apa yang tidak diketahui dengan yang telah diketahui, apa yang belum tampak dengan apa yang sudah tampak. Kedua, disiplin gnotisisme (‘ulum al-’irfan) yang didasarkan pada wahyu dan “pandangan dalam” sebagai metode epistemologinya, dengan memasukkan sufisme, pemikiran Syi’i, penafsiran esoterik terhadap Al-Qur’an, dan orientasi filsafat illuminasi. Ketiga, disiplin-disiplin bukti “enferensial” (’ulum al-burhan) yang didasarkan atas pada metode epistemologi melalui observasi empiris dan inferensiasi intelektual. Jika disingkat, metode bayani adalah rasional, metode ‘irfani adalah intuitif, dan metode burhani adalah empirik, dalam epistemologi umumnya

ul_fha mengatakan...

Nama : Ulfa Rosida Shanti
NIM : 06640011

Menurut saya sangat manarik membahas tentang bagaimana proses integrasi sains akan bidang biologi dimana antar sains dan agama dintegrasikan dengan baik dalam Kampus Uin Sunan Kalijaga khususnya biologi itu sendiri. Pada dasarnya biologi yang beradsarkan dengan ilmu sains yang menganut budaya barat dapat dengan mudahnya di interkoneksikan dengan Bidang Agana itu sendiri dalam kampus ini. Dimana antara sains dan agama dipadukan dengan sebaik-baiknya.
Menurut saya perpotongan antara sains dan agama adalah hal menarik yang jadi issue sesehari buat mereka yang berlatar belakang kultur spiritual. Sains seringkali tertampilkan sebagai ancaman atau minimal kontestan akan kemampuan atau bahkan eksistensi Tuhan. Ada beberapa cara pandang yang bermain di sini. Materialisme, di mana segala yang immaterial dilihat sebagai tak eksis, adalah salah satunya. Naturalisme, di mana segala yang terjadi pasti punya penjelasan natural (dan bukannya supernatural) adalah hal lain. Sains sebagai salah satu cara mengakses dan mengeksplorasi kebenaran dalam hidup seringkali dianggap sebagai pembawa panji materialisme dan naturalisme, sehingga berbentur frontal dengan ide keberadaan Tuhan, di mana yang immaterial dan sekaligus super natural disembah dan dilihat sebagai sumber dari segala yang material dan natural.
"Ilmu dan para ilmuwan pada setiap lembaga-lembaga akademik dan pusat-pusat pendidikan adalah mengikut identitas budaya lembaga-lembaga akademik dan pusat-pusat pendidikan tersebut. Pada dasarnya yayasan-yayasan pendidikan dan penelitian yang ada merancang dan merealisasikan program kerjanya sesuai dengan budaya dan ideologinya, karena itu gambaran bahwa dengan sistem pendidikan model Barat mampu menghasilkan tujuan secara Islami," menurut saya Klaim yang disampaikan di atas merupakan sebuah klaim yang mengecoh lantaran sistem tersebut disusun dan diprogram dengan arah dan dimensi sekuler dan tentu saja konklusinya bertentangan dan berseberangan dengan arah dan dimensi Islami.
Menurut saya, Klaim di atas tidak hanya berlaku pada lapisan masyarakat umum, akan tetapi para pakar ilmu-ilmu empiris juga dalam bidang disiplin dan spesialisasinya mempunyai asa terhadap agama serta dalam merealisasikan pengembangan ilmu butuh terhadap doktrin-doktrin agama. Jika mereka tidak tumbuh dalam ruang lingkup metafisika agama, maka mereka akan terbelenggu dengan metafisika sekuler.
Menurut saya dengan adanya integrasi semacam ini merupakan cara yang baik untuk menggabungkan antara paham tentang budaya barat dengan apa yang kita pelajari tentang agama tanpa menjatuhkan satu sama lain. Dimana pada dasarnya biologi itu sendiri merupakan dunia sains yang tak lepas dari ilmu tentang agama dimana keterkaitan tersebut sangat erat sekali. Dimana pada dasarnay Islam sendiri memiliki acuan sendiri tentang ilmu sains yaitu dengan cara mengkaji Al-Qur’an, dimana kesemua tersebut juga membutuhkan keterkaitan tentang ilmu sains yang berasal dari luar.
Dimana kesemua tersebut menimbulakan suatu argument yang dilandasi tentang ajaran secara islam itu sendiri, dimana bidang biologi yang sangat berperan dalam pembelajaran integrasi seperti pada proses pembelajaran dalam kampus UIN pada sekarang ini,dimana nantinya diharapkan dapat melahirkan cendekiawan yang tak lepas dari landasan secara islam sendiri. Contonhya pada pandangan sains secara biologi terhadap penciptaan manusia yang mengalami beberapa tahapan pada saat pembentukan manusia itu sendiri, dan itu pun juga dijelaskan dalam Al-Quran, pada pandangan ini dapat disimpulkan bahwa bukan hanya dunia sains dari barat sendiri yang berperan tapi kesemua tersebut juga tertera dalam Al-Quran yang patut menjadi sebuah pertimbangan dan landasan dalam menentukan sebuah penelitian dalam bidang biologi itu sendiri.
Itulah sebabnya mengapa ilmu sains dalam pembelajaran di kampus UIN menggunakan dasar interkoneksi atau integrasi, diamana kesemua tersebut tidak hanya ilmu yang mengacu pada madzab barat akan tetapi meneliti pada landasa yang paling utama yaitu Al-Qur’an, dimana nantinya akan melahirkan cendekiawan ataupun ilmuwan yang berlandaskan hukum Islam dan menggunakan etika tentang sains secara islam.
Dengan sistem yang sedemikian diharapkan mampu membawa mahasiswa menjadi sosok mahasiswa yang kreatif, inovatif dan berkwalitas dalam bingkai koridor ahklak yang islami dalam mnciptakan gebrakan penemuan-penemuan dalam bidang ilmu biologi yang handal.

Referensi
http//.Aksiologi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm
http//unik's Site - Epistimologi TP.htm
Jaques Ellul, 1964, “The Tecnological Society”. Alfred Knopf, New York.
Rakhmat, Jalaluddin, 1985, “Psikologi Komunikasi”, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Suriasumantri Jujun S., 1984, “Filsasfat Ilmu”, sebuah pengantar populer. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta