Selasa, Oktober 20, 2009

BAHAN PSI: SUMBER AJARAN ISLAM KE-2

AS-SUNNAH [AL-HADITS]

Dasar Pengertian
Secara etimologis hadits bisa berarti :
1. Baru, seperti kalimat : “Allah Qadim mustahil Hadits“.
2. Dekat, seperti : “Haditsul ‘ahli bil Islam“.
3. Khabar, seperti : “Falya’tu bi haditsin mitslihi“.
Dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti : Segala Perbuatan, Perkataan, dan Keizinan
Nabi Muhammad saw. (Af’al, Aqwal dan Taqrir). Pengertian hadits sebagaimana
tersebut diatas adalah identik dengan Sunnah, yang secara etimologis berarti jalan atau tradisi, sebagaimana dalam Al-Qur’an : “Sunnata man qad arsalna“ ( al-Isra :77 ). Juga dapat berarti : Undang-undang atau peraturan yang tetap berlaku; Cara yang diadakan; Jalan yang telah dijalani;.
Ada yang berpendapat antara Sunnah dengan Hadits tersebut adalah berbeda-beda. Akan tetapi dalam kebiasaan hukum Islam antara Hadits dan Sunnah tersebut hanyalah berbeda dalam segi penggunaannya saja, tidak dalam tujuannya.

As-Sunnah Sebagai Sumber Nilai
Sunnah adalah sumber Hukum Islam ( Pedoman Hidup Kaum Muslimin ) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-Qur’an sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah sebagai sumber Islam juga.
Ayat-ayat Al-Qur’an cukup banyak untuk dijadikan alasan yang pasti tentang hal ini, seperti : Setiap mu’min harus taat kepada Allah dan Rasul-nya ( al-Anfal :20, Muhammad :33, an-Nisa :59, Ali-Imran :32, al-Mujadalah : 13, an-Nur : 54,al-Maidah : 92 ). Kepatuhan kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah ( an-Nisa :80, Ali-Imran :31 ). Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa ( an-Anfal :13, Al-Mujadalah :5, an-Nisa :115 ).
Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. ( an-Nisa’:65 ). Kemudian perhatikan ayat-ayat : an-Nur : 52; al-Hasyr : 4; al-Mujadalah : 20; an-Nisa’: 64 dan 69; al-Ahzab: 36 dan 71; al-Hujurat :1; al-Hasyr : 7 dan sebagainya.
Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal : cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasullullah.
Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak, muhtamal dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada
pertimbangan rasio sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subjektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Hubungan AS-Sunnah dan Al-Qur'an
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi as-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :
a. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu kama ro-aitumuni ushalli“. (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush- shalah“, (Kerjakan shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum“ (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah
tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja“ (Dan sempurnakanlah hajimu).
b. Bayan Taqrir, yaitu as-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi : “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi“ (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.
c. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati“, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah : 34 yang berbunyi sebagai berikut : “Dan orangorang
yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih“. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.

Perbedaan Antara Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai Sumber Hukum
Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah / al-Hadits sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil.
Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain ialah :
a. Al-Qur’an nilai kebenarannya adalah qath’I (absolut), sedangkan al-Hadits adalah zhanni (kecuali hadits mutawatir).
b. Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup. Tetapi tidak semua hadits mesti kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab disamping ada sunnah yang tasyri’ ada juga sunnah yang ghairu tasyri ‘. Disamping ada hadits yang shahih adapula hadits yang dha'if dan seterusnya.
c. Al-Qur’an sudah pasti otentik lafazh dan maknanya sedangkan hadits tidak.
d. Apabila Al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak harus demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan oleh hadits.

Sejarah Singkat Perkembangan Al-Hadits
Para ulama membagi perkembangan hadits itu kepada 7 periode yaitu :
a. Masa wah yu dan pembentukan hukum (pada Zaman Rasul : 13 SH – 11 SH).
b. Masa pembatasan riwayat ( masa khulafaur-rasyidin : 12-40 H ).
c. Masa pencarian hadits ( pada masa generasi tabi’in dan sahabat-sahabat muda : 41 H – akhir abad 1 H ).
d. Masa pembukuan hadits ( permulaan abad II H ).
e. Masa penyaringan dan seleksi ketat ( awal abad III H ) sampai selesai.
f. Masa penyusunan kitab-kitab koleksi ( awal abad IV H sampai jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H ).
g. Masa pembuatan kitab syarah hadits, kitab-kitab tahrij dan penyusunan kitab-kitab koleksi yang lebih umum ( 656 H dan seterusnya ).
Pada zaman Rasulullah al-Hadits belum pernah dituliskan sebab :
a. Nabi sendiri pernah melarangnya, kecuali bagi sahabat-sahabat tertentu yang diizinkan beliau seba gai catatan pribadi.
b. Rasulullah berada ditengah-tengah ummat Islam sehingga dirasa tidak sangat perlu untuk dituliskan pada waktu itu.
c. Kemampuan tulis baca di kalangan sahabat sangat terbatas.
d. Ummat Islam sedang dikonsentrasikan kepada Al-Qur’an.
e. Kesibukan -kesibukan ummat Islam yang luar biasa dalam menghadapi perjuangan da’wah yang sangat penting.
Pada zaman-zaman berikutnya pun ternyata al-Hadits belum sempat dibukukan karena sebab-sebab tertentu. Baru pada zaman ‘Umar bin Abdul Aziz, khalifah ke-8 dari dinasti Bani Umayyah ( 99-101 H ) timbul inisiatif secara resmi untuk menulis dan membukukan hadits itu. Sebelumnya hadits-hadits itu hanya disampaikan melalui hafalan-hafalan para sahabat yang kebetulan hidup lama setelah Nabi wafat dan pada sa’at generasi tabi’in mencari hadits -hadits itu.
Diantara sahabat-sahabat itu ialah :
Abu Hurairah, meriwayatkan hadits sekitar 5374 buah. Abdullah bin ‘ Umar bin Khattab, meriwayatkan sekitar 2630 buah. Anas bin Malik, meriwayatkan sebanyak 2286 buah. Abdullah bin ‘Abbas, meriwayatkan sebanyak 1160 buah. ‘Aisyah Ummul Mu’minin, meriwayatkan sebanyak 2210 buah. Jabir bin ‘Abdillah meriwayatkan sebanyak 1540 buah. Abu Sa’id al-Hudri meriwayatkan 1170 buah.
Kenapa kemudian Hadits Dikodifikasi ?
Kodifikasi Hadits itu justru dilatar belakangi oleh adanya usaha-usaha untuk membuat dan menyebarluaskan hadits-hadits palsu dikalangan ummat Islam, baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri karena maksud-maksud tertentu, maupun oleh orang-orang luar yang sengaja untuk menghancurkan Islam dari dalam. Dan sampai saat ini ternyata masih banyak hadits-hadits palsu itu bertebaran dalam beberapa literatur kaum Muslimin. Di samping itu tidak sedikit pula kesalahan-kesalahan yang berkembang dikalangan masyarakat Islam, berupa anggapan terhadap pepatah-pepatah dalam bahasa Arab yang dinilai mereka sebagai hadits.
Walaupun ditinjau dari segi isi materinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam, tetapi kita tetap tidak boleh mengatakan bahwa sesuatu ucapan itu sebagai ucapan Rasulullah kalau memang bukan sabda Rasul. Sebab Sabda Rasulullah :
“Barangsiapa berdusta atas namaku maka siap-siap saja tempatnya dineraka“.
Alhamdulillah, berkat jasa-jasa dari ulama-ulama yang saleh, hadits-hadits itu kemudian sempat dibukukan dalam berbagai macam buku, serta diadakan seleksi-seleksi ketat oleh mereka sampai melahirkan satu disiplin ilmu tersendiri yang disebut Ilmu Musthalah Hadits. Walaupun usaha mereka belum dapat membendung seluruh usaha-usaha
penyebaran hadits-hadits palsu dan lemah, namun mereka telah melahirkan normanorma dan pedoman-pedoman khusus untuk mengadakan seleksi sebaik-baiknya yang dituangkan dalam ilmu musthalah hadits tersebut. Sehingga dengan pedoman itu ummat Islam sekarang pun dapat mengadakan seleksi-seleksi. Nama-nama Ishak bin Rahawih, Imam Bukhari, Imam Muslim, ar-Rama at-Turmudzi, al-Madini, Ibnu Shalah dan banyak lagi ulama-ulama saleh lainnya adalah
rentetan nama-nama yang besar jasanya dalam usaha penyelamatan hadits-hadits dari kepalsuan-kepalsuan sehingga lahirlah ilmu tersebut.
Untuk memberikan gambaran perkembangan hadits dapat kita perhatikan perkembangan kelahiran kitab-kitab hadits dan ilmu-ilmu hadits.

Perkembangan Kitab-kitab Hadits
A. Cara penyusunan kitab-kitab hadits.
Dalam penyusunan kitab-kitab hadits para ulama menempuh cara-cara antara lain :
1. Penyusunan berdasarkan bab-bab fiqhiyah, mengumpulkan hadits-hadits yang berhubungan dengan shalat umpamanya dalam babush-shalah,hadits-hadits yang berhubungan dengan masalah wudhu dalam babul-wudhu dan sebagainya. Cara ini terbagi dua macam :
a. Dengan mengkhususkan hadits-hadits yang shahih saja, seperti yang ditempuh oleh Imam Bukhari dan Muslim.
b. Dengan tidak mengkhususkan hadits -hadits yang shahih ( asal tidak munkar ), seperti yang ditempuh oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, dan sebagainya.
2. Penyusunan berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Cara ini terbagi dua macam :
a. Dengan menyusun nama-nama sahabat berdasarkan abjad.
b. Dengan menyusun nama-nama sahabat berdasarkan nama qabilah. Mereka dahulukan Banu Hasyim, kemudian qabilah yang terdekat dengan Rasulullah.
c. Dengan menyusun nama-nama sahabat berdasarkan kronologik masuknya Islam. Mereka didahulukan sahabat-sahabat yang termasuk assabiqunal awwalun kemudian ahlul Badr, kemudian ahlul Hudaibiyah, kemudian yang turut hijrah dan seterusnya.
d. Dengan menyusun sebagaimana ketiga dan dibagi-bagi berdasarkan awamir, nawahi, ikhbar, ibadat, dan af’alun nabi. Seperti yang ditempuh oleh Ibnu Hibban dalam shahehnya.
3. Penyusunan berdasarkan abjad-abjad huruf dari awal matan hadits, seperti yang ditempuh oleh Abu Mansur Abdailani dalam Musnadul Firdausi dan oleh as-Suyuti dalam Jamiush-Shagir.

B. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke I H.
1. Ash-Shahifah oleh Imam Ali bin Abi Thalib.
2. Ash-Shadiqah oleh Imam Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
3. Daftar oleh Imam Muhammad bin Muslim ( 50 – 124 H ).
4. Kutub oleh Imam Abu Bakar bin Hazmin.
Keempat-empatnya tidak sampai ke tangan kita, jadi hanya berdasarkan keterangan sejarah saja yang dapat dipertanggung-jawabkan.

C. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke-2 H.
1. Al-Musnad oleh Imam Abu Hanifah an-Nu’man (wafat 150 H).
2. Al-Muwaththa oleh Imam Malik Anas (93 – 179 H).
3. Al-Musnad oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi’I (150 – 204 H).
4. Mukhtaliful Hadits oleh Muh, bin Idris asy-Syafi’I (150 – 204 H).
5. Al-Musnad oleh Imam Ali Ridha al-Katsin (148 – 203 H).
6. Al-Jami’ oleh Abdulrazaq al-Hamam ash Shan’ani (wafat 311 H).
7. Mushannaf oleh Imam Syu’bah bin Jajaj (80 – 180 H).
8. Mushannaf oleh Imam Laits bin Sa’ud (94 – 175 H).
9. Mushannaf oleh Imam Sufyan bin ‘Uyaina (107 – 190 H).
10. as-Sunnah oleh Imam Abdurrahman bin ‘Amr al-Auza’i (wafat 157 H).
Seluruh kitab-kitab hadits yang ada pada abad ini tidak sampai kepada kita kecuali 5 buah saja yaitu nomor 1 sampai dengan 5.

D. Kitab-kitab Hadits pada abad ke-3 H.
1. Ash-Shahih oleh Imam Muh bin Ismail al-Bukhari (194 – 256 H).
2. Ash-Shahih oleh Imam Muslim al-Hajjaj (204 – 261 H).
3. As-Sunan oleh Imam Abu Isa at-Tirmidzi (209 – 279 H ).
4. As-Sunan oleh Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’at (202 – 275 H).
5. As-Sunan oleh Imam Ahmad b.Sya’ab an-Nasai (215 – 303 H).
6. As-Sunan oleh Imam Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman ad Damiri (181 – 255 H).
7. As-Sunan oleh Imam Muhammad bin Yazid bin Majah Ibnu Majah (209 - 273 H).
8. Al-Musnad oleh Imam Ahmad bin Hambal (164 – 241 H).
9. Al-Muntaqa al-Ahkam oleh Imam Abd Hamid bin Jarud (wafat 307 H).
10. Al-Mushannaf oleh Imam Ibn. Abi Syaibah (wafat 235 H).
11. Al-Kitab oleh Muhammad Sa’id bin Manshur (wafat 227 H).
12. Al-Mushannaf oleh Imam Muhammad Sa’id bin Manshur (wafat 227 H).
13. Tandzibul Afsar oleh Imam Muhammad bin Jarir at-Thobari (wafat 310 H).
14. Al-Musnadul Kabir oleh Imam Baqi bin Makhlad al-Qurthubi (wafat 276 H).
15. Al-Musnad oleh Imam Ishak bin Rawahaih (wafat 237 H).
Dan masih banyak sekali kitab-kitab musnad yang ditulis oleh para ulama abad ini.

E. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke-4 H.
1. Al-Mu’jam Kabir, ash-Shagir dan al-Ausath oleh Imam Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani (wafat 360 H).
2. As-Sunan oleh Imam Darulkutni (wafat 385 H).
3. Ash-Shahih oleh Imam Abu Hatim Muhammad bin Habban (wafat 354 H).
4. Ash-Shahih oleh Imam Abu ‘Awanah Ya’qub bin Ishaq (wafat 316 H).
5. Ash-Shahih oleh Imam Ibnu Huzaimah Muhammad bin Ishaq (wafat 311 H).
6. Al-Muntaqa oleh Imam Ibnu Saqni Sa’id bin’Usman al-Baghdadi (wafat 353 H).
7. Al-Muntaqa oleh Imam Qasim bin Asbagh (wafat 340 H).
8. Al-Mushannaf oleh Imam Thahawi (wafat 321 H).
9. Al-Musnad oleh Imam Ibnu Jami Muhammad bin Ahmad ( wafat 402 H ).
10.Al-Musnad oleh Imam Muhammad bin Ishaq ( wafat 313 H ).

F. Tingkatan Kitab Hadits.
Menurut penyelidikan para ulama ahli hadits secara garis besar tingkatan kitab-kitab hadits tersebut bisa dibagi sebagai berikut :
1. Kitab Hadits ash-Shahih yaitu kitab-kitab hadits yang telah diusahakan para penulisnya untuk hanya menghimpun hadits-hadits yang shahih saja.
2. Kitab-kitab Sunan yaitu kitab-kitab hadits yang tidak sampai kepada derajat munkar. Walaupun mereka memasukkan juga hadits -hadits yang dha’if (yang tidak sampai kepada munkar). Dan sebagian mereka menjelaskan kedha’ifannya.
3. Kitab-kitab Musnad yaitu kitab-kitab hadits yang jumlahnya sangat banyak sekali. Para penghimpunnya memasukkan hadits -hadits tersebut tanpa penyaringan yang seksama dan teliti. Oleh karena itu didalamnya bercampur-baur diantara hadits-hadits yang shahih, yang dha’if dan yang lebih rendah lagi. Adapun kitab-kitab lain adalah disejajarkan dengan al-Musnad ini. Diantara kitab-kitab hadits yang ada, maka Shahih Bukhari-lah kitab hadits yang terbaik dan menjadi sumber kedua
setelah al-Qur’an, dan kemudian menyusul Shahih Muslim. Ada para ulama hadits yang meneliti kitab Muslim lebih baik daripada Bukhari, tetapi ternyata kurang dapat dipertanggungjawabkan, walaupun dalam cara penyusunan hadits-hadits, kitab Muslim lebih baik daripada Bukhari, sedang syarat-syarat hadits yang digunakan Bukhari ternyata tetap lebih ketat dan lebih teliti daripada apa yang ditempuh Muslim. Seperti tentang syarat yang diharuskan Bukhari berupa keharusan kenal baik antara seorang penerima dan penyampai hadits, dimana bagi
Muslim hanya cukup dengan muttashil ( bersambung ) saja.

G. Kitab-kitab Shahih Selain Bukhari Muslim.
Ada beberapa ulama yang telah berusaha menghimpun hadits-hadits shahih sebagaimana yang ditempuh oleh Bukhari dan Muslim, akan tetapi menurut penyelidikan ahli-ahli hadits, ternyata kitab-kitab mereka tidak sampai kepada tingkat kualitas kitab-kitab Bukhari dan Muslim.
Para ulama yang menyusun Kitab Shahih tersebut ialah :
1. Ibnu Huzaimah dalam kitab ash-Shahih.
2. Abu ‘Awanah dalam kitab ash-Shahih.
3. Ibnu Hibban dalam kitab at-Taqsim Walarba.
4. Al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak.
5. Ibnu Jarud dalam kitab al-Muntaqa.
6. Ibnu Abdil Wahid al-Maqdisi dalam kitabnya al-Mukhtarah.
Menurut sebagian besar para ulama hadits, diantara kitab-kitab hadits ada 7 ( tujuh )
kitab hadits yang dinilai terbaik yaitu :
1. Ash-Shahih Bukhari.
2. Ash-Shahih Muslim.
3. Ash-Sunan Abu-Dawud.
4. As-Sunan Nas ai.
5. As-Sunan Tirmidzi.
6. As-Sunan Ibnu Majah.
7. Al-Musnad Imam Ahmad.

Perkembangan Ilmu Hadits
Ilmu Hadits yang kemudian populer dengan ilmu mushthalah hadits adalah salah satu cabang disiplin ilmu yang semula disusun oleh Abu Muhammad ar-Rama al-Hurmuzi (wafat 260), walaupun norma-norma umumnya telah timbul sejak adanya usaha pengumpulan dan penyeleksian hadits oleh masing-masing penulis hadits.
Secara garis besarnya ilmu hadits ini terbagi kepada dua macam yaitu : ilmu hadits riwayatan dan ilmu hadits dirayatan. Ilmu hadits dirayatan membahas hadits dari segi diterima atau tidaknya, sedang ilmu hadits riwayatan membahas materi hadits itu sendiri. Dalam perkembangan berikutnya telah lahir berbagai cabang ilmu hadits, seperti:
a. Ilmu rijalul hadits, yaitu ilmu yang membahas tokoh-tokoh yang berperan dalam periwayatan hadits.
b. Ilmu jarh wat-ta’dil, yaitu ilmu yang membahas tentang jujur dan tidaknya pembawa -pembawa hadits.
c. Ilmu tashif wat-tahrif, yaitu ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang berubah titik atau bentuknya.
d. Ilmu ‘ilalil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang penyakit-penyakit yang tidak nampak dalam suatu hadits, yang dapat menjatuhkan kwalitas hadits tersebut.
e. Ilmu gharibil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat-kalimat yang sukar dalam hadits.
f. Ilmu asbabi wurudil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang sebab timbulnya suatu hadits.
g. Ilmu talfiqil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan hadits yang nampaknya bertentangan.
i. Dan lain-lain.

Seleksi Hadits
Dengan menggunakan berbagai macam ilmu hadits itu, maka timbullah berbagai macam nama hadits, yang disepakati oleh para ulama, yang sekaligus dapat menunjukkan jenis, sifat, bentuk, dan kualitas dari suatu hadits. Yang paling penting untuk diketahui adalah pembagian hadits itu atas dasar kualitasnya yaitu :
a. Maqbul (dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits shahih dan hadits hasan.
b. Mardud (tidak dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits dha’if / lemah dan hadits maudhu’ / palsu.

Usaha seleksi itu diarahkan kepada tiga unsur hadits, yaitu :
a. Matan (materi hadits).
Suatu materi hadits dapat dinilai baik apabila materi hadits itu tidak bertentangan dengan al-Qur’an atau hadits lain yang lebih kuat, tidak bertentangan dengan realita, tidak bertentangan dengan fakta sejarah, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. Untuk sekedar contoh dapat kita perhatikan hadits-hadits yang dinilai baik,tapi bertentangan isi materinya dengan al-Qur’an :
1. Hadits yang mengatakan bahwa “Seorang mayat akan disiksa oleh Tuhan karena ratapan ahli warisnya“, adalah bertentangan dengan firman Allah : “Wala taziru waziratun wizra ukhra“ yang artinya “Dan seseorang tidak akan memikul dosa orang lain“ (al-An’am : 164).
2. Hadits yang mengatakan : “Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan punya hutang puasa, maka hendaklah dipuasakan oleh walinya“, adalah bertentangan dengan firman Allah : “Wa allaisa lil insani illa ma-sa’a“, yang artinya : “Dan seseorang tidak akan mendapatkan pahala apa-apa kecuali dari apa yang dia kerjakan sendiri“. (an-Najm : 39).
Ada satu norma yang disepakati oleh mayoritas ulama, yaitu : “ Apabila Qur’an dan hadits bertentangan, maka ambillah Qur’an “.

b. Sanad ( persambungan antara pembawa dan penerima hadits ).
Suatu persambungan hadits dapat dinilai segala baik, apabila antara pembawa dan penerima hadits benar-benar bertemu bahkan dalam batas-batas tertentu berguru.
Tidak boleh ada orang lain yang berperanan dalam membawakan hadits tapi tidak nampak dalam susunan pembawa hadits itu.
Apabila ada satu kaitan yang diragukan antara pembawa dan penerima hadits, maka hadits itu tidak dapat dimasukkan dalam kriteria hadits yang maqbul.
c. Rawi ( orang-orang yang membawakan hadits ) :
Seseorang yang dapat diterima haditsnya ialah yang memenuhi syarat-syarat :
1. ‘Adil, yaitu orang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan membiasakan dosa.
2. Hafizh, yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan kriteria-kriteria seleksi tersebut, maka jumhur ( mayoritas ) ulama berpendirian bahwa kitab ash-Shahih Bukhari dan kitab ash-Shahih Imam Muslim dapat dijamin keshahihannya ditinjau dari segi sanad dan rawi. Sedang dari segi matan kita dapat memberikan seleksinya dengan pedoman-pedoman diatas.
Beberapa langkah praktis dalam usaha seleksi hadits, apakah sesuatu hadits itu maqbul atau tidak adalah :
1. Perhatikan materinya sesuai dengan norma diatas.
2. Perhatikan kitab pengambilannya (rowahu = diriwayatkan atau ahrajahu = dikeluarkan ). Apabila matannya baik diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, maka dapat dinilai hadits itu shahih atau paling rendah hasan.
Dengan demikian dapat dikatakan shahih apabila ujung hadits itu oleh para ulama diberi kata-kata :
a. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh jama’ah.
b. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh Imam 7.
c. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh Imam 6.
d. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh dua syaikh ( Bukhari dan Muslim ).
e. Disepakati oleh Bukhari dan Muslim ( Muttafaqun ‘ alaihi ).
f. Diriwayatkan oleh Bukhari saja atau oleh Muslim saja.
g. Diriwayatkan oleh …..dan disyahkan oleh Bukhari atau Muslim.
h. Diriwayatkan oleh …..dengan syarat Bukhari atau Muslim.
3. Apabila sesuatu hadits sudah baik materinya tetapi tidak termasuk dalam persyaratan pun 2 diatas maka hendaknya diperhatikan komentar-komentar ulama terhadap hadits itu seperti :
Komentar baik : Hadits quwat, hadits shahih,hadits jayyid, hadits baik, hadits pilihan dan sebagainya.
Komentar jelek : Hadits putus, hadits lemah, hadits ada illatnya, mauquf, maqthu, mudallas, munkar, munqathi, muallak, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini kita akan menemukan sesuatu hadits yang mendapatkan penilaian berbeda/bertentangan antara seorang ulama dan lainnya. Maka langkah kita adalah: dahulukan yang mencela sebelum yang memuji (“Al-jarhu Muqaddamun ‘alat ta’dil“). Hal ini apabila dinilai oleh sama-sama ahli hadits. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa tidak semua komentar ulama tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Artinya sesuatu hadits yang dikatakan oleh para ulama shahih, kadang-kadang setelah diteliti kembali ternyata tidak demikian. Contohnya dalam hadits kita akan menemukan kata-kata dan dishahihkan oleh Imam Hakim, oleh Ibnu Huzaimah dan lain-lain, tetapi ternyata hadits tersebut tidak shahih ( belum tentu shahih ).
4. Apabila langkah-langkah diatas tidak mungkin ditempuh atau belum memberikan kepastian tentang keshahihan sesuatu hadits, maka hendaknya digunakan normanorma umum seleksi, seperti yang diterangkan diatas, yaitu menyelidiki langsung tentang sejarah para rawi dan lain-lain, dan untuk ini telah disusun oleh para ulama terdahulu sejumlah buku-buku yang membahas tentang sejarah dan keadaan
para pembawa hadits, seperti yang pernah dilakukan oleh al-Bukhari dalam bukunya ad-Dhu’afa (kumpulan orang -orang yang lemah haditsnya).

Masalah Hadits-hadits Palsu (Maudhu')
Perpecahan dibidang politik dikalangan ummat Islam yang memuncak dengan peristiwa terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan, Khalifah ke-3 dari khulafa’ur rasyidin, dan bentrok senjata antara kelompok pendukung Ali bin Abi Thalib dan pendukung Mu’awiyah bin Abu Sufyan, telah mempunyai pengaruh yang cukup besar kearah timbulnya usahausaha
sebagian ummat Islam membuat hadits-hadits palsu guna kepentingan politik.
Golongan Syi’ah sebagai pendukung setia kepemimpinan ‘Ali dan keturunannya yang kemudian tersingkirkan dari kekuasaan politik waktu itu, telah terlibat dalam penyajian hadits-hadits palsu untuk membela pendirian politiknya.
Golongan ini termasuk golongan yang paling utama dalam usaha membuat hadits-hadits palsu yang kemudian disusul oleh banyak kelompok ummat Islam yang tidak sadar akan bahaya usaha-usaha yang demikian. Golongan Rafidhah ( salah satu sekte Syiah ) dinilai oleh sejarah sebagai golongan yang paling banyak membuat hadits-hadits palsu itu.
Diantara hadits-hadits palsu yang membahayakan bagi kemurnian ajaran Islam, pertama-tama yalah yang dibuat oleh orang -orang jahat yang sengaja untuk mengotorkan ajaran Islam dan menyesatkan ummatnya.
Kemudian yang kedua yang dibuat oleh ummat Islam sendiri yang maksudnya baik seperti untuk mendorong orang Islam beribadah lebih rajin dan lain sebagainya, tetapi lupa akan dasar yang lebih pokok dan lebih prinsipil dalam agama. Dengan demikian motif-motif pembuatan hadits palsu itu dapat kita simpulkan antara lain sebagai berikut :
a. Karena politik dan kepemimpinan;
b. Karena fanatisme golongan dan bahasa;
c. Karena kejahatan untuk sengaja mengotori ajaran Islam;
d. Karena dorongan untuk berbuat baik tetapi bodoh tentang agama;
e. Karena keanehan-keanehan sejarah dan lain-lain;
f. Karena soal-soal fiqh dan pendapat dalam bidang ilmu kalam;
g. Dan lain-lain.

Keadaan demikian telah mendorong para ulama saleh untuk tampil ke depan berusaha mengadakan seleksi dan koreksi serta menyusun norma-norma dalam memilih hadits-hadits yang baik dan norma-norma dalam memilih hadits-hadits yang palsu. Mereka sempat mengumpulkan sejumlah nama-nama orang yang baik dan sejumlah nama-nama
orang yang biasa membuat hadits palsu. Mereka menyusun kitab-kitab khusus yang membahas hadits-hadits yang baik. Untuk mengetahui bahwa sesuatu hadits itu adalah hadits palsu, kita dapat mengenal beberapa ciri-cirinya antara lain :
a. Pengakuan pembuatnya.
b. Perawinya sudah terkenal sebagai pembuat hadits-hadits maudhu’
c. Isi atau materinya bertentangan dengan akal pikiran yang sehat .
d. Isinya bertentangan dengan ketentuan agama, ‘aqidah Islam.
e. Isinya bertentangan dengan ketentuan agama yang sudah qath’i
f. Isinya mengandung obral pahala dengan amal yang sangat sederhana.
g. Isinya mengandung kultus-kultus individu.
h. Isinya bertentangan dengan fakta sejarah.

Contoh-contoh Hadits-hadits Palsu (Maudhu') berdasarkan Motifnya
a. Motif Politik dan Kepemimpinan.
“Apabila kamu melihat Mu’awiyah diatas mimbarku, maka bunuhlah“. “Orang yang berkepercayaan hanyalah tiga. Aku, Jibril dan Mu’awwiyah“.
b. Motif Zindik ( untuk mengotorkan agama Islam ).
“Melihat muka yang cantik adalah ‘ ibadah“. “Rasulullah ditanya : Dari apakah Tuhan kita itu ? Jawabnya : Tuhan itu dari air yang mengalir, bukan dari tanah dan bukan dari langit. Tuhan menciptakan kuda kemudian dijalankannya sampai berkeringat. Maka Allah menciptakan dirinya dari keringat tersebut“.
c. Motif ta’assub dan fanatisme.
“Sesungguhnya Allah apabila marah , maka menurunkan wahyu dalam bahasa Arab. Dan apabila tidak marah menurunkannya dalam bahasa Parsi“. “Dikalangan ummatku akan ada seorang yang bernama Abu Hanifah an-Nu’man. Ia adalah pelita ummatku“. “Di kalangan ummatku akan ada seorang yang diberi nama Muhammad bin Idris. Ia adalah yang menyesatkan ummatku lebih daripada iblis“.
d. Motif faham-faham fiqh.
“Barangsiapa mengangkat dua tangannya di dalam shalat maka tidak sah shalatnya “. “Berkumur dan mengisap air bagi junub tiga kali tiga kali adalah wajib“. “Jibril mengimamiku di depan Ka’bah dan mengeraskan bacaan bismillah“.
e. Motif senang kepada kebaikan tapi bodoh tentang agama.
“Barangsiapa menafkahkan setali untuk mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil akhir“. Seperti hadits-hadits tentang fadhilah surat-surat Qur’an, obral pahala dan sebagainya.
f. Motif penjilatan kepada pemimpin.
Ghiyas bin Ibrahim an-Nakha’i al-Kufi pernah masuk ke rumah Mahdi (salah seorang penguasa) yang senang sekali kepada burung merpati. Salah seorang berkata kepadanya, coba terangkan kepada amir ul mukminin tentang sesuatu hadits, maka berkatalah Ghiyas ; “Tidak ada taruhan melainkan pada anak panah, atau unta atau
kuda, atau burung“.

56 komentar:

Fais Nurul mengatakan...

1,kalo menurut pengertian hadits sendiri,itu kan perkataan nabi,dan perkataan nabi itu kn pasti sesuai dengan aturan Allah,kenapa pandangan terhadap hadits tidak wajib diimani?
2.apa hadits palsu itu sekarang macih ada?terus apa wujudnya? kox kita blom pernah tau...?
3.kalo ada kitab hadits yang tak sampai ke tangan kita,itu dikarenakan apa?
4.kalo ada 2hadits yang sama,kenapa harus mendahulukan yang mencela sebelum yang memuji??
5.kalo masalah mengetahui ilmu yang tinggi seperti ciri hadits, palsu dsbg,,itu kn buat kita blom nyampe,,terus cara mengetahui kepalsuan hadits itu gemana??
6.kalo ada pemalsuan hadits dari para ulama mutakhir,,itu sebenarnya tujuannya apa??
*FAIQ NURUL IZZAH (09480024).
PGMI A .*

Nopi Setiawati mengatakan...

Assalamualaikum wr.wb
A)Dari pembahasan tersebut apakah ada perbedaan antara hadits dan sunnah?
menurut pendapat saya, sunnah adalah apa saja yang pernah dilakukan oleh Nabi sebagai teladan kehidupan,sedangkan hadits mempunyai arti segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi atau diberitakan oleh nabi.Sunnah bisa saja bukan hadits karena tidak diberitakan dan hadits bukan sunnah jika tidak bersumber dari Nabi.
B)mengenai perbedaan antara al-Quran dan hadits, mungkin bisa disimpulkan sebagai berikut:(1) Redaksi dan makna, jika alquran dari Alloh, sdangkan hadits redakdinya dari Rodul dan makna dari Aloh. (2)Aquran diwahyukan melaliu malaikat jibril, sdngkan hadits ada yang melalui ilham, mimpi, maupun ijtihad Rosul.(3)Alquran seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan hadits umumnya secara ahad. (4)Alquran periwayatannya bersifat lafadz dan makna,sedangkan hadits diriwayatkan secara makna.
untuk masalah hadits palsu,saya merasa belum jelas, mungkin bisa Bapa perjelas saat pertemuan berikutnya, terimakasih.
wasalam

NOPI SETIAWATI (09480030)
PGMI A

sanggar mengatakan...

HAdits adalah perkataan, perbuatan ketetapan dan segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw. disebut juga dengan as-Sunnah. Hadits adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran. Fumgsi Haditsa adalah sebagai penjelas Al-Quran, maka siapa yang mengaku muslim dan mengimani Al-Quran maka suda seyogyanya dia juga mengimani Hadits, agar pemahannya terhadap ajaran agama Islam tidak setengah-setengah.Tapi ada perbedaan dalam penggunaan Al-Quran dg Hadits, jika Al-Quran ayat-ayatnya sudah qath'i(pasti) sedangkan hadits masih zanni(sangkaan).Al-Quran sudah jelas mutawatir sedangkan Hadits masih ada yang hasan, dso'if bahkan ada yang palsu, sehingga dalam penggunaan Hadits harus lebih berhati-hati.

Norma Dewi Shalikhah mengatakan...

Dari pembahasan itu, Sunnah adalah sumber Hukum Islam ( Pedoman Hidup Kaum Muslimin ) yang kedua setelah
Al-Qur’an. Bagi yang tidak mengimanimya berarti ia kafir.Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin memang benar akan menghadapi kesulitan-kesulitan seperti yang telah diuraikan tersebut seperti salat, dll. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara
secara global dan umum. Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran dalam menafsirkannya. Justru Sunnah Rasullullah lah yang menjelaskan secara terperinci.
Jadi kita memerlukan Sunnah untuk
menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada
pertimbangan rasio sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat
subjektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Yang akan saya tanyakan, apa perbedaan hadist dan sunah?
Terima kasih.
Norma Dewi S / 09480028 / PGMI A

Danang Kurniawan mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Danang Kurniawan mengatakan...

assalamualikum wr.wb.
dalam tulisan bapak disebutkan bahwa hadits yang mengatakan "Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan hutang puasa, maka hendaknya dipuasakan oleh walinya" bertentangan dengan firman Allah yang berbunyi "Dan seseorang tidak akan mendapatkan pahala apa-apa kecuali dari apa yang ia kerjakan sendiri"
1.kemudian bagaimana hukum orang yang melakukan tahlilan, apakah pahala dari bacaan tahlil itu dapat sampai kepada orang yang meninggal tersebut?
2.Apa syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang perowi hadist?
3.Apakah kodifikasi hadist dimulai dari khalifah Umar bin Abdul Aziz ataukah sudah dikodifikasi sebelumnya?
Wassalamu’alikum wr.wb.

Danang Kurniawan PGMI D 09480125

N. RACHMAN PRANAJATI mengatakan...

Assalamu,alaikum wr.wb

Jujur, baru sekarang saya mendapat penjelasan detail tentang sunnah dan hadits beserta sejarah perkembangannya.
Yang selama ini saya ketahui hadits adalah perkataan nabi dan sunnah adalah perbuatan nabi, yang semuanya itu dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam beribadah kepada Allah selain Al Qur'an sebagai pedoman utama.

Pertanyaan saya, bagaimana cara memelihara keshahihan hadits, mengingat tadi di katakan muncul hadits palsu. Karena hal tersebut tentu akan memberi dampak negatif? Terutama bagi generasi sekarang yang kurang kritis dengan masalah-masalah seperti ini

NINDYA RACHMAN PRANAJATI (09480017)
PGMI A

chuizznachuizz mengatakan...

Dari pembahasan di atas dapat saya ketahui, ternyata ada juga hadits palsu, yang secara sengaja di buat oleh segolongan orang2 yang mempunyai niat tersendiri dalam pembuatan hadits palsu tsb.

Dari pengertian hadits sendiri, hadits merupakan perkataan & perbuatan dari nabi Muhammad SAW, lalu mengapa masih ada hadits palsu??
Sumber dari hadits palsu itu sendiri apa, sehingga bisa membuat hadits palsu??
Kalo hadits palsu yang niatnya baik kan tujuannya udah jelas, agar bisa mendorong orang2 utk lebih meningkatkan ibadah, lalu apa motivasi utama dari golongan yang membuat hadits2 palsu yang buruk yang dapat menjelekkan ajaran islam??

Isnaini Mutmainah
PGMI A (09480013)

wahid rahmatdi mengatakan...

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dari uraian Bapak disitu sudah mudah untuk di fahami, sudah cukup terperinci, tetapi kalo boleh berpndapat, Menurut pengetahuan saya, hadist itu segala sesuatu yang keluar dari Nabi SAW. Baik perbuatan, perkataan dan takrir Nabi SAW. Hadis sering juga disebut dengan sunnah. Karena sama-sama keluar dari Nabi SAW. Dalam ilmu hadis, hadis itu ada yang sanadnya tidak sampai kepada Nabi, dan itu sering disebut hadis palsu.
Sedang Qu’an adalah segala sesuatu yang di keluarkan oleh Allah SWT. Baik itu tersirat maupun tersurat.
Kedua tersebut sebagai sumber ajaran islam. Keduanya saling berkaitan antara yang satu dengan yang satunya, saling melengkapi dan menjelaskan.
Dari sepengetahuan saya isi dalam Qur’an itu masih global, belum dapat dipahami secara tekstual saja, tapi perlu penjelasan-penjelasan lebih lanjut. Dan itu semua ada di dalam hadits.
Alqu’an bisa di tafsirkan dengan rasio, akal pikiran yang sehat dan dengan di tambahkan lagi penjelasan-penjelasan dari hadis.
Persamaan antara keduanya yaitu sama-sama sebagai sumber ajaran islam.
Yang saya ingin tanyakan tentang hadis palsu atau hadis yang tidak sampai sanadnya pada Nabi, apakah dapat diamalkan atau tidak?. . .. . . . . . . . . . .. . . . . . . . .. . . . . . Dan apakah perbedaannya antara hadis dan sunnah?. . . . . .. . . . . . ... . . . . . ... .. . .. . .

WAHID RAHMATDI (09480003)PGMI A

Bani Pratama mengatakan...

Bani Pratama Putra
PGMI A
09480027

Hadits dalam penjelasan diatas yaitu bisa berarti perbuatan atau perkataan nabi Muhammad SAW menurut tradisi hukum.Sedangkan Sunah itu sumber hukum islam yang ke dua setelah al-quran.Dan tentunya semua itu ditujukan untuk semua umat nabi Muhammad SAW.Jadi menurutku ya Hadits dan Sunah mempunyai tujuan yang sama yaitu kepada Allah, hanya berbeda hanya pada penggunaannya.

belajar untuk lebih baik mengatakan...

1.Hadist adalah sesuatu perkataan,perbutan,dan diamnya Rosulullah dan yang segala sesuatu yanr melekat dalam diri beliau, kita tahu bahwa akhlak beliau adalah Al-qu'an jadi tidak diragukan lagi untuk kita imani, tapi kenapa pandangan terhadap hadist tidak diwajibkan untuk kita imani?
2. Sebagai seorang muslim dianjurkan untuk berhati-hati didalam memahami hadist-hadist yang sekarang ini, diharuskan untuk selektif dalam menkaji hadist, karena hadist-hadist palsu itu sangat banyak jumlahnya, alangkah baiknya membeli buku kumpulan tentang hadist-hadis palsu.
3. Jika memang kedua hadist yang sama dan punya kedudukan baik kuatitas dan kualitas yang sama. kenapa harus diperselisihkan?
4. Kita tahu memang suatu ilmu hadts itu sangat luas dan membutuhakan pemikiran yang lebih, tolong berikan pejelasan tentang cara menentukan kedudukan hadist?
5. sebenarnya tujuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan memalsukan dadits itu untuk mempermudah daklam pemahan didalam islam atau punya tujuan untuk menyesatkan pemahaman?

*MUHAMMAD SHOLIKHIN *
(09480020)
PGMI A

belajar untuk lebih baik mengatakan...

maaf Pak, Saya memakai alamat teman dulu karena Saya belum terlalu mahir dalam bidang IT,, masih perlu banyak belajar Pak,, sekali lagi Saya minta maaf.. Muhammad Solikhin (09480020)

Muhammad Asrofi mengatakan...

االسلام عليكم ورحمه الله وبركاتة
Kalau pendapat saya Al-Quran dan Hadits itu merupakan sumber segala sumber hukum. Karena Al-Quran dan Hadist menjadi rujukan dari berbagai masalah untuk menentukan hukum. Sedangkan pengertian Al-Quran adalah Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril. Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam ag ama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Tentang Hadits Palsu!
Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?
Apa Hukumnya meriwayatkan Hadits Palsu?
وعليكم السلام ورحمه الله وبركاتة
Nama : Muhammad Asrofi ( PGMI A)
NIM : (09480001)

Muhammad Asrofi mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Muhammad Asrofi mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
SHOFI mengatakan...

Iman Kepada Alloh SWT

Assalamu'alaikum . . .

Haditsidentik dengan sunnah yang secara etimologis yang berrti jalan/tradisi.
As-sunnah adalah sumber kedua setelah Al-qur'an.
Menurut saya As-sunnah memang merupakan sumber kedua setelah Al-qur'an karena sunnah berfungsi untuk:
1.menentukan syarat/rukun dalam hukum islam sepeti,cara sholat,kadar dan ketentuan zakat,cara haji dll.
2.menjelaskan terperinci sunnah rosululloh.
3.menafsirkan ayat-ayat yang musyrtarak,muhtamal.
As-sunnah juga sebagai penafsir.
As-sunnah:
-menerangkan ayat-ayat yang sangat umum.
-memperkokoh pernyataan Al-qur'an
-menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat l-qur'an.


Pertanyaan:
1.apa perbedaan hadits dan sunnah?
2.apa maksud hadits-hadits palsu?lalu maksudnya tersebar diliteratur kaum muslimin?
3.Dijelaskan ada 2 macam hadits dirayatan dan ilmu hadits diriwayatkan.dapatkah bapak memberikan contoh dari kedua ilmu hadits tersebut.

Wassalamu'alaikum . . .

Shofwatun Ni'mah
(09480002)
PGMI A

Thoya mengatakan...

#1: ceramah-ceramah agama di tengah-tengah masyarakat islam sampai sekarang ini masih sering menyajikan hadits-hadits palsu, terus bagaimana kita menyikapinya...??

#2: apa hukumnya bagi para penceramah yang sering menyajikan hadits-hadits palsu tersebut..??

# SURYA AHMAD LATIF (09480121).
# PGMI D.

Muhamad Qoyum baihaqi mengatakan...

1, bagaimana kita menyikapi perbedaan antara al-qur'an dan al-hadits sebagai sunber hukum dan bagaimana solusinya ?

Muhammad Qoyyum Baihaqi (09480126)
PGMI D

Taufiq si MeraHitam mengatakan...

Assalamu'alaikum wr. wb.
Maaf sebelumnya pak, disini saya ada beberapa pertanyaan tentang sumber ajaran islam ke-2 yaitu Al-Hadist/ As-Sunnah..
1. Ada beberapa tanggapan tentang As-Sunnah dan Al-Hadist..
menurut ulama hadist, hadist dan sunnah itu sama. sehingga, menurut mereka setiap sunnah itu adalah hadist dan begitu juga sebaliknya.
tetapi menurut ulama hukum islam, As-Sunnah dan Al-Hadist merupakan dua hal yang berbeda. dan mereka berpendapat bahwa setiap Sunnah adalah hadist, tetapi tidak semua hadist merupakan sunnah. yang jadi pertanyaan saya, bagaimana kita sebagai umat muslim menyikapi hal tersebut.
2. Dalam Al-Qur'an, tidak dijelaskan tentang berapa banyaknya raka'at dalam sholat. Oleh karena itu, kita memakai hadist untuk mengetahuinya. Yang jadi pertanyaan saya, apa yang menjadi dasa Nabi Muhammad dalam menentukan hal itu (banyaknya raka'at).
Mungkin itu dulu pak yang jadi pertanyaan saya. Terus terang, bacaan "sumber ajaran islam ke-2" yang baru saja saya baca isinya sangat mendetil, sehingga memudahkan saya untuk terus belajar mendalami islam secara lebih serius.
Sekian dari saya pak, banyak kurang dan lebihnya mohon maaf.
Wassalamu'alaikum wr. wb.

Grazie molto,
Taufiq Hidayath
(PGMI D/ 09480118)

septiana widya mengatakan...

Trus apa perbedaan hadist dengan sunnah?
setau saya hadist itu adalah segala ketetapan,perkataan dan perbuatan nabi..
Menurut saya,hadist itu sama pentingnya dengan al-quran karena segala ketentuan maupun aturan yang ada dalam al-quran tidak akan dapat dipahami dan dilaksanakan tanpa adanya hadist nabi.
Sunnah berfungsi sebagai penafsir ayat-ayat al-quran, menerangkan ayat-ayat yang masih bersifat umum.
jadi menurut saya, hadist itu berkedudukan penting untuk memahami segala teks al-quran. hadist juga bersifat menguatkan dan menjelaskan ayat-ayat al-quran.
Apa yang menyebabkan tingkatan hadist itu berbeda-beda?lalu bagaimana mereka meneliti hadist-hadist yang ada??kan hadist yang muncul setelah Rosululloh wafat ada segitu banyaknya???
SEPTIANA WIDYA (09480011) PGMI A

Khairunnisa mengatakan...

assalamu'alaikum wr.wb..
iy pak, sy juga msih bingung bedanya sunnah dengan hadist, apkah hadist itu cenderung ke perkataan nabi? n sunnah itu perbuatan maupun perkataan nabi?
ad bebrp pertanyaan lg yg ingin sy tnyakan,
- apa yg melatarbelakangi bbrp oknum shg ingin memalsukan hadist? memang ap untungny untuk mrk?
- ap sampai sekarang, masih ad oknum2 yg membwt hdst palsu? mugkin dgn dalih mrk brtmu dg rasulullah lwt mimpi atw krn politik atw... dsb... bgmn dg di indonesia sndr?
mungkin segini dulu pak saya tanya ny, krn kbyk, pertanyaan tmn2 lain sdh mewakili.
terimakasih...
wassalamu'alaikum wr.wb

Khairunnisa mengatakan...

pak, td ad yg ketinggalan,
saya Khairunnisa PGMI A.
09480010
terimakasih pak..

winarsih mengatakan...

As-suunah secara bahasa berarti baru,dekat,khabar. atau dalam hukum islam hadits berarti perkataan dan keizinan nabi muhamad saw. Sunnah adalah sumber hukum ke-2. hubungan antara sunnh dan Al-quran adalah sunnah sebagai penafsir, pensyarat, dan penjelas dari ayat-ayat tertentu. Meskipun hadits dan Al-quran sama sebagai sumber hukum tetapi terdapat perbedaan. antara lain al-quran kebenarannya qot'i sedang hadits zhanni kecuali hdits mutawatir.Tingkatan hadist hadist as-shahih, hadist sunnah, hadist musnad. Seiring dengan perkembangan hadits muncul hadits-hadist palsu.

muarifah mengatakan...

Assalamu'alaikum. pak saya mau tanya.
1.apa sih bedanya hadits palsu ma hadits shaheh?
2.bagaimana kita menyikapi masyarakat sekarang yang lebih nenganggap enteng terhadap agama,mereka lebih mengedepankan rasio mereka dari pada nash alqur'an dan hadits?
3.manakah yang lebih kuat antara hadits dha'if dengan pemikiran yang baik?

demikian pak pertanyaan saya.makasih ya pak perhatiannya.

Muarifatu Khoirin
(09480005)
PGMI A

Tri Russliyadi mengatakan...

1. Pada halaman 7 dan 8 dikemukakan bahwa terjadinya pemalsuan-pemalsuan hadits dikarenakan untukkepentingan-kepentingan politik suatu kelompok dan untuk mengotori agama islam. Yang jadi pertanyaan, apakah pada saat itu khadist belum dibukukan dalam satu kitab,sehingga pemalsuan khadist kenapa bisa terjadi?
2. Pada halaman 10 terdapat masih banyak ceramah-ceramah agama Islam ditengah-tengah massyarakat yang masih sering menyajikan khadist palsu. Salah satu yang pernah saya dengar dan tertulis pada teks itu adalah Sirotol Mustaqim pada surat al-Fatihah dilukiskan sebagai jembatan yang sangat kecil seperti rambut dibelah tujuh, lebih tajam dari pedang yang paling tajam. Pertanyaan saya, Bagaimana upaya yang dilakukan para ulama untuk meminimalisasi dan menghilangkan penyajian khadist palsu ditengah masyarskat?

Nama: Tri Russliyadi
Nim : 09480128
Jurusan : PGMI/D

Lutfiani mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Lutfiani mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Lutfiani mengatakan...

1. Sampai saat ini ternyata masih banyak hadits-hadits palsu bertebaran dalam beberapa literatur kaum Muslimin, yang saya tanyakan: apakah yang melatarbelakangi adanya penulisan hadits-hadits palsu tersebut dan apa tujuannya?
2. Telah disebutkan bahwa hadits-hadits shohih Bukhori lah yang terbaik dan menjadi sumber hukum kedua setelah al-Qur'an sehingga dari mana kita dapat meneliti atau melihat kefalitan/ keakuratan dari hadit shohih Bukhori tersebut?

emmy mengatakan...

Sunah sangat diperlukan setelah Al Qur’an, karena sebagai pedoman serta sumber hukum bagi umat islam untuk menjalankan kehidupannnya didunia. Jadi benar jika umat islam telah percaya kepada Al-Qur’an maka juga percaya sunah sebagai sumber hukum. Karena keduanya saling melengkapi. Selain itu didalam Al Quran juga telah tertulis taatilah Tuhanmu dan Rasulmu sementara Akhlak Nabi Muhammad adalah digambarkan seperti akhlak Al Quran jadi dianggap semua perkataan Nabi dan perbuatannya adalah benar. Sunah sebagai penjelas dan menerangkan bagian-bagian Al Quran yang bersifat umum sehingga memudahkan pemahaman bagi pembacanya. Sedangkan Al Qur’an sebagi penguat sunah itu ada. Sunah membantu para umat islam dalam pemahaman mengenai ayat-ayat Al Qur’an. Tetapi harus diutamakan berpedoman pada Al Qur’an karena merupakan kalam Allah diasampaikan melalaui malaikat jibril yang sifat tidak berubah-ubah sedangkan hadist datangnya sama dari Allah melalui Nabi Muhammad SAW yang bisa berubah kecuali yang mutawatir. Sunah atau hadist adalah perkataan, perbuatan Nabi. Yang dicatat atau diketahui para sahabat Nabi yang dahulu yang mungkin tidak sama persis dengan perkataan Nabi tetapi pada intinya sama. Sunah lebih mencerminkan dan menjelaskan perilaku keseharian Nabi sedangkan Al-Quran tidak menerangkan secara rinci hanya secara umum. Jika dalam hadist adanya suatu pertentangan maka dikembalikan lagi apa yang ada dalam Al quran, tetapi apakah ada hal-hal yang ada dalam hadits itu semuanya ada dalam Al-Quran, jika tidak ada bagaimana.? Sebenanya perbedaan lafal hadits itu terjadi karena pemahaman dan penerimaan sang pencatat hadits. Hadits pun turun sesuai dengan keadaannya atau lingkungan yang ada jadi dalam pemakaian hadits harus diketahui bagaimana latar belakang atau sejarah hadits itu turun sehingga meminimalisir pertentangan penerapan hadits, dengan realita atau kenyataan yang ada sesuai keadaan. Untuk menghindari penggunaan hadits palsu maka dibutuhkan pengetahuan tentang matan, sanat, rowi.
Seperti halbabnya juga adanya hadist-hadist palsu karena sering dengan perkembangannya sunah banyak yang hadist yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Untuk itu dalam menerima atau berpedoman pada suatu hadist maka harus tau asal usul, sejarahnya jika adanya keraguan maka yang utama kembali kepada Kitab Suci Al Qur’an. Menurut saya hadist adalah perkataan Nabi sedangkan Sunah adalah perbuatan atau keseharian Nabi.
Emi Sundari (09480016)
PGMI A

Lutfiani mengatakan...

1. Sampai saat ini ternyata masih banyak hadits-hadits palsu bertebaran dalam beberapa literatur kaum Muslimin, yang saya tanyakan: apakah yang melatarbelakangi adanya penulisan hadits-hadits palsu tersebut dan apa tujuannya?
2. Telah disebutkan bahwa hadits-hadits shohih Bukhori lah yang terbaik dan menjadi sumber hukum kedua setelah al-Qur'an sehingga dari mana kita dapat meneliti atau melihat kefalitan/ keakuratan dari hadit shohih Bukhori tersebut?

Lutfiani mengatakan...

1. Sampai saat ini ternyata masih banyak hadits-hadits palsu bertebaran dalam beberapa literatur kaum Muslimin, yang saya tanyakan: apakah yang melatarbelakangi adanya penulisan hadits-hadits palsu tersebut dan apa tujuannya?
2. Telah disebutkan bahwa hadits-hadits shohih Bukhori lah yang terbaik dan menjadi sumber hukum kedua setelah al-Qur'an sehingga dari mana kita dapat meneliti atau melihat kefalitan/ keakuratan dari hadit shohih Bukhori tersebut?

Lutfiani mengatakan...

1. Sampai saat ini ternyata masih banyak hadits-hadits palsu bertebaran dalam beberapa literatur kaum Muslimin, yang saya tanyakan: apakah yang melatarbelakangi adanya penulisan hadits-hadits palsu tersebut dan apa tujuannya?
2. Telah disebutkan bahwa hadits-hadits shohih Bukhori lah yang terbaik dan menjadi sumber hukum kedua setelah al-Qur'an sehingga dari mana kita dapat meneliti atau melihat kefalitan/ keakuratan dari hadit shohih Bukhori tersebut?

angGun rachmah mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
angGun rachmah mengatakan...

pada perbedaan Al-Qur'an dan Al-Hadits dijelaskan bahwa tidak semua hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena ada sunnah yang tasyri' dan ghairu tasyri'. Yang ingin saya tanyakan adalah:
1.Bagaimanakah sunnah yang tasyri' dan sunnah yang ghairu tasyri'?
2.Berikan contoh dari sunnah yang tasyri' dan sunnah yang ghairu tasyri'!

ANGGUN RAHMAHWATI (09480104)
PGMI D

Chandra Devi R mengatakan...

Assalamualaikum wr.wb
Pak,diweb bapak dikatakan bahwa sekarang ini banyak hadits-hadits palsu,.Lalu bagaimana caranya agar kita tidak terpengaruh pada hadits-hadits palsu tersebut.?
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum wr.wb
Chandra Devi Rahmawati
PGMI-D / 09480122

siti nur hidayati mengatakan...

nur hidayati berkata:
yang dimaksud dalam imam 7 dan imam 6 itu siapa saja?
dan apakah hadist-hadist yang tidak shohih bukhori dan muslim tidak di setujui sebagai sumber hukum yang ke dua setelah Al qur'an dan kalau tidak alasannya kenapa?
sebelumnya makasih ya pak...........?
siti nur hidayati Nim 09480110 PGMI D

sheila satya putri mengatakan...

Assalammualaikum...
Tentang blog bpk yang saya baca,,,
Diblog tersebut ada yang berpendapat antara sunnah dengan hadist itu berbeda,,,Apa yang membedakan antara sunnah dengan hadist menurut beberapa pendapat itu?apa yang melatarbelakangi mereka berpendapat antara sunnah dengan hadist itu berbeda?Dan apa maksud dari tujuannya?mengapa hanya dalam segi penggunaanya saja?jelaskan!
Waalaikumsalam...
Nama : Shella Satya Putri
Kelas : PGMI D
Nim : 09480013

SADDAM AGUNG NASRULLOH PGMI/D mengatakan...

assalamu`alaikum.wr.wr
pertanyaan saya cukup singkat pak
1)diatas telah tertulis tentang pembuatan hadits palsu, bagaimanakah pandangan anda tentang orang yang mengatakan hadits palsu tapi demi kemaslahatan umat??
kurang n lebih mohon 5f
wassalamu`alaikum.wr.wb

ratna mengatakan...

Assalamu'alaikum wr.wb

Berdasarkan oreintasi pada materi yang telah saya baca , saya berpandangan bahwa, berdasrakan pada kenyataannya indonesia merupakan adalah negara yang jumlah umat islamnya terbesar no. 1 di dunia...kenyataan yang ada di kalangan umat islam di indonesia yang bermacam - macan penyelenggaraan pendidikan islam di indonesia serta berdasarkan kenyataan banyaknya sekte - sekte agama di indonesia, islam khususnya, yang sekte - sekte itu adalah kebanyakan di latar belakangi dari pemahaman - pemahaman hadist tertentu,,,,

Dengan alasan - alasan diatas saya berpandangan bahwa sudah selayaknya sebagai tokoh - tokoh isloam di indones8ia membentuk suatu majlis / forum khusus untuk menyeleksi hadist - hadist yabg bisa dipertanggung jawabkan untuk umat., kemudian majlis itu menyusun suatu kitab / buku kumpulan - kumpulan hadist2 shahih.
engan adanya usaha tersebut insya Allah lambat laut masyarakat islam indonesia akan bisa memilih dan lebih bijak dalam menerima mana yang hadits shahih dan mana yang hadist palsu.
sekian

wassalamu'alaikum wr.wb

ratna utami sari PGMI / D

Rofiq Irwan As'Adi mengatakan...

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Saya masih bingung dalam membedakan Al Hadist dgn sunnah sebenarnya apa tow yang membedakan keduanya?
lalu tentang sumber hukum islam ada dua yaitu alqur'an dan assunnah lalu posisi hadist dimana apakah hadist sama dengan sunnah?
Rofiq Irwam As'adi
PGMI_D
09480103

romance_picisan@yahoo.com mengatakan...

menurut penyelidikan para ulama' hadits secra garis besar tingkatan hadits dibagi menjadi 3 yaitu
1. kitab hadits ash-shahih
2. kitab-kitab sunan
3. kitab-kitab musnad

yang mau saya tanyakan faktor-faktor apa yang menetukan kriteria tingkatan kitab hadits????

Minzani Aufa (09480124)
PGMI/D

rusmiyati pgmi A mengatakan...

assalamualaikum
setelah saya membaca bloog bapak,saya lebih mengerti tentang hadis&sunnah.karena penjelasan bapak yg detail tapi di sini saya akan menanyakan
1 apa yg di maksud dgn hadis quwat,hadis jayyid?
2apakah perbedaan hadis&sunnah?
3apakah di negara kita masih ada hadis2 palsu?kalau ada bagaimana kita menyikapinya?

YULI LESTARI mengatakan...

Asslamu’alaikum,
Hadits adalah semua perkataan, perbuatan, dan ketetapan nabi Muhammad SAW sesuda ia menjadi nabi. Sedangkan sunah adalah semua perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi Muhammad SAW dari ia lahir sampai akhir hayat nabi. Jadi hadits sudah pasti sunnah, sedangkan sunah belum tentu hadits.
1.Saya pernah membaca buku, yang disalah satu haditsnya berisi, sholat tidak boleh dalam jeadaan rambut terjalin.Dan saya tidak mengetahui apakah hadits itu shohih, hasan, atau dhoif, dan apakah hadits itu palsu atau tidak. Dan bagaimana cara mengetahuinya apakah hadits ini palsu atau tidak…???
2.Mengapa hadits palsu masih beredar, dan apa factor pendukungnya ,,,,,,,????????????
Terimakasih.
Wassalamu’alaikum

Unknown mengatakan...

Azzah Zayyinah
09480021
PGMI A

Al-Quran dan as-Sunah adalah sumber agama islam yang utama. Keduanya tidak bisa dipisahkan.As-Sunah sangat penting peranannya dalam mensyarahi sebuah ayat yang masih bersifat mujmal. Sehingga antara kandungan ayat dengan dengan pemahaman akan sinkron.As-Sunah juga menjadi sumber hukum islam. Bagaimana tidak, kita tidak akan mampu melaksaanakan titah agama dengan baik dan benar karena kita tidak akan menemukan syarat,wajib,sah dan batalnya suatu ibadah.Dalam perkembangannya, as-sunah dikodifikasikan setelah berhasilnya pengkodifikasian al-quran, karena dikhawatirkan akan bercampur,begitulah sabda Nabi SAW.Sehingga melahirkan banyak ulama' hadits yang yang berhasil mengumpulkan hadits dengan penuh perjuangan. Kitab-kitab al-Hadits pun banyak yang terbit dan diberi judul sesuai dengn pengarangnya, serta memiliki tingkat keshahihan yang berbeda-beda.

Unknown mengatakan...

luluatul maftuhah
09480018
pgmi A


As sunnah adalah sumber hukum islam setelah alquran keduanya sangat berkaitan dan saling melengkapi karena oa sebg penjelas ayat2 alquran yang masih global. Apabila tidak ada as sunnah maka n=banyak orang akan mengalami kesalahpahaman dan kesulitan2. walaupun hadis dan ALQURAN SALING BERKAITAN namun keduanya memiliki perbedaan yaitu alquran nilai kebenarannya qot'i, sedangkan bersifT dhamni (kecuali hadist mutawatir)

linda tisa mengatakan...

Baru kali ini saya mengetahui begitu banyak informasi tentang hadist dan segala yang berkaitan dengan hadist tersebut. Hal ini sangat mnambah pengetahuan yang saya punya mengenai hadist. Di bacaan tersebut dituliskan bahwa banyak kesalahan-kesalahan yang berkembang dikalangan masyarakat Islam, berupa anggapan terhadap pepatah dalam bahasa Arab yang dinilai mereka sebagai hadist bisa dibilang wajar, karena tidak semua masyarakat Islam mengetahui dan memahami secara detail mengenai bahasa Arab tersebut dan bagaiman ciri-ciri hadist tersebut. Pertanyaan yang saya dapat yaitu :
1. Bagaimana cara mengetahui hadist itu asli atau palsu?
2. Apakah hadist palsu tersebut sekarang masih banyak tersebar? Bagaimana cara mengantisipasi agar tidak tertipu dengan adanya hadist palsu tersebut?


Linda Tisa Purwani
PGMI A / 09480023

Atina Sa'adah mengatakan...

Assalamualaikum. wr wb

sebelumnya saya minta maaf karena belum begitu memahami tentang materi ini. Karena saya dari SMA, perlu bpk ketahui bhwa materi agama islam di SMA di berikan hanya seminggu sekali itupun hanya 2 jam pelajaran(90 menit).Setelah saya mulai kuliah di UIN saya mulai mempelajari tentang hal ini.

Setelah membaca materi tadi saya jadi mengetahui bahwa ternyata sunah itu wajib untuk diimani dan mengerjakannya merupakan wajib. padahal sebelumnya yg saya tahu sunah itu dikerjakan mendapat pahal tidak dikerjakan tidak apa-apa.

1.sebab-sebab tertentu apa yang menyebabkn al-hadis belum sempat dibukukan dan akhirnya pada zaman Umar bin Abdul Aziz baru timbul inisiatif resmi untuk menulis dan membukukan hadis?
2.apa saja bukti bahwa kitab2 hadis pada abad ke 1 H itu ada sedangkan kitab2 hadis itu tdk sampai di tangan kita??

jazakumullahu khoiron kasiron
Wassalamualaikum. wr.wb

ATINA SA'ADAH
09480009
PGMI A

Nur Pratiwi mengatakan...

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hadits adalah segala perbuatan, perkataan, dan keizinan Nabi Muhammad SAW. Hadits merupakan sumber kedua agama islam setelah Al-Qur'an. Jadi apabila Al-Qur'an dan hadits bertentangan, maka ambillah Al-Qur'an. Ayat-ayat Al-Qur'an hanya berbicara secara global dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci adalah Sunnah Rasulullah. As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas dari ayat-ayat tertentuseiring dengan berjalannya waktu, ternyata dikalangan umat islam timbullah hadits palsu. diantara kitab-kitab hadits yang ada, maka shahih Bukhari lah kitab hadits yang terbaik dan menjadi sumber kedua setelah Al-Qur'an, dan kemudian menyusul shahih Muslim.
1. contoh sunnah tasyri' dan sunnah ghairu tasyri'?
2. mengapa kitab-kitab hadits pada abad ke 2 H ada yang tidak sampai kepada kita?
3. didaerah mana hadits palsu yang paling berkembang?

Nur Pratiwi (09480019) PGMI "A"

Unknown mengatakan...

Zainul Anwar
09480111
pgmi D
Assalamualaikum
Saya menyimpulkan kalau hadits yaitu perkataan2 Nabi yang telah disaksikan oleh para sahabat2 dan sunnah itu perbuatan2 Nabi yang juga diketahui para sahabat.Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi as-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :
a. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu kama ro-aitumuni ushalli“. (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush- shalah“, (Kerjakan shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum“ (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah
tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja“ (Dan sempurnakanlah hajimu).
b. Bayan Taqrir, yaitu as-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi : “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi“ (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.
c. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati“, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah : 34 yang berbunyi sebagai berikut : “Dan orangorang
yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih“. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.

Ibnu solikhin/PGMI-A/09480029 mengatakan...

Pengertian An-sunah menurut saya adalah sumber buku islam yang harus damalkan dan dilakukan setelah al-qur'an,karena kalau tidak damalkan akan mengalami kesulitan.Al-qur'an berfungsi untuk menafsirka ayat2,bicara global umum dll.
Hubungan an-sunah dan al-qur'an sangat erat,karena:
1.an-sunah menerangkan ayat2 dalam al-qur'an.
2.an-sunah memperkuat kandungan isi yang ada dalam al-qur'an.
3.an-sunah juga menerangkan tujuan dan mksud al-qur'an.
Saat saya materi ini ada hal yang mengganjal kenapa sampai sekarang ada hadist yang palsu digunakan??

Nama:ibnu solikhin
NIM:09480029
Prodi:PGMI-A

ismadi mengatakan...

Saya setuju dengan pernyataan bahwa meskipun Hadits dan Sunnah berbeda dalam segi penggunaannya, namun tujuan penggunaannya sama yaitu sebagai sumber Hukum Islam (Pedoman Hidup Kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Hadits merupakan segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.
As-Sunnah merupakan salah satu sumber hukum Islam disamping Al-Quran yang mempunyai cabang-cabang yang sangat luas, hal ini disebabkan karena Al-Quran kebanyakan hanya mencantumkan kaidah-kaidah yang bersifat umum serta hukum-hukum yang sifatnya global yang mana penjelasannya didapatkan dalam As-Sunnah An-Nabawiyah. Oleh karena itu As-Sunnah mesti dijadikan landasan dan rujukan serta diberikan inayah yang pantas untuk digali hukum-hukum yang terdapat di dalamnya. Dan pembahasan tentang sunnah Nabi merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan fikroh Islamiyah serta untuk mengenal salah satu mashdar syariat Islam, terlebih As-Sunnah sejak dulu selalu menjadi sasaran dari serangan-serangan firqoh yang menyimpang dari manhaj yang haq, yang bertujuan untuk memalingkan ummat Islam dari manhaj Nabawi dan menjadikan mereka ragu terhadap As-Sunnah.
Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku Hadits. Begitulah pembentukan Hadits. Hadits adalah petunjuk yang tidak dapat didustakan sebab mendustakan hadits sama dengan Mendustakan Allah, mendustakan Rasul dan mendustakan orang yang menyampaikan hadits itu.
Namun pada perkembangannya terdapat hadits-hadits palsu dikalangan ummat Islam, baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri karena maksud-maksud tertentu, maupun oleh orang-orang luar yang sengaja untuk menghancurkan Islam dari dalam. Hal ini sangatlah memprihatinkan karena hadits-hadits palsu tersebut dapat membahayakan bagi kemurnian ajaran Islam, mengotorkan ajaran Islam dan menyesatkan ummatnya. Oleh karena itu para ulama mengadakan seleksi dan koreksi serta menyusun norma-norma dalam memilih hadits-hadits yang baik dan norma-norma dalam memilih hadits-hadits yang palsu. Dan kita patut bersyukur, berkat jasa-jasa dari ulama-ulama yang saleh, hadits-hadits itu kemudian sempat dibukukan dalam berbagai macam buku, serta diadakan seleksi-seleksi ketat oleh mereka sampai melahirkan satu disiplin ilmu tersendiri yang disebut Ilmu Musthalah
Hadits sehingga kita bisa mempelajari hadits dengan kepastian dan tanpa keraguan terhadap isinya.

ISMADI
PGMI A
(09480015)

PENULIS mengatakan...

Assalamualaikum.....
Dari penjelasan di atas terdapat statement "Dalam Al-Quran terdapat kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak, muhtamal yang mau tidak mau memerlukan sunnah untuk menjelaskannya.
Yang ingin saya tanyakan : apakah pengertian dari musytarak dan muhtamal itu?

Burhanudin Ilyas (09480116) PGMI D
Wassalamualaikum..........

Choirin Nurjanah mengatakan...

Dari penjelasan yang sudah ada, saya dapat menyerap bahwa hadits adalah segala perbuatan dan perkataan nabi Muhammad saw. Sedangkan Sunnah berbeda dengan hadits hanya dalam penggunaannya. Al Qur'an merupakan firman Allah swt yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril secara mutawatir dan menggunakan bahasa Arab. Kebenaran Al Qur'an itu pasti dan absolut, sedang hadist perlu dipertimbangkan kecuali hadits mutawatir. Selain itu pada zaman ini banyak hadits palsu dan kita sebagai generasi muda harus dapat berfikir kritis terhadap hal tersebut.


Choirin Nurjanah
PGMI A
09480032

Unknown mengatakan...

Kalau menurut saya penjelasan yang bapak tampilkan dalam blog bapak cukup jelas.....


yang saya tanyakan....
1) kenapa umat muslim identik dengan peperangan padahal dalam islam sendiri kita selalu diajarkan untuk berdamai?

2) apakah di zaman dekarang ini masih ada hadits palsu?

3) Bagaimana sikab kita bila ada orang yang sangat fanatik dengan Islam?

cukup pak... maaafffff sangat telattt


Khusninurrokhman PGMI A

Nur Azizah mengatakan...

menurut saya, pengertian hadist dan sunah sudah sesuai dengan pengertian buku-buku lain. hadist adalah perkataan, perbuatan dan segala ketetapan nabi Muhammad SAW. hadist merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah AL-QUR'AN.

Nur Azizah mengatakan...

menurut saya, pengertian hadist dan sunah sudah sesuai dengan pengertian buku-buku lain. hadist adalah perkataan, perbuatan dan segala ketetapan nabi Muhammad SAW. hadist merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah AL-QUR'AN.



NUR AZIZAH [09480012] PGMI A